Pengguna:Wadaihangit/Bak pasir: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Wadaihangit (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Wadaihangit (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
DPR resmi mengesahkan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kesehatan menjadi Undang-undang (UU). Proses persidangan berlangsung  dalam Rapat Paripurna DPR ke-29 masa persidangan V tahun sidang 2022-2023. Rapat  dipimpin oleh Ketua DPR Puan Maharani, didampingi Wakil Ketua DPR Lodewijk Freidrich Paulus, dan Rachmat Gobel.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) secara resmi mengesahkan Omnibus Law
 
Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kesehatan menjadi Undang-Undang
 
Rapat dihadiri oleh 105 orang dari seluruh anggota faksi, berdasarkan catatan daftar hadir Sekretariat Jenderal DPR RI. Rapat ini dihadiri oleh
(UU). Pengesahan dilakukan dalam Rapat Paripurna DPR ke-29 masa persidangan V
 
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Abdullah Azwar, serta Wakil Menteri Hukum dan HAM Eddy Hiariej, serta jajaran Kemendikbudristek, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Keuangan.
tahun 2022-2023, yang dipimpin oleh Ketua DPR Puan Maharani, didampingi Wakil
 
Ketua DPT Lodewijk Freidrich Paulus, dan Rachmat Gobel. [1]
 
Pengesahan RUU Kesehatan disetujui oleh fraksi PDIP, Golkar, Gerindra, PKB, PPP, dan PAN. Sedangkan fraksi NasDem menerima dengan catatan dan fraksi Partai Demokrat serta PKS yang menolak pengesahan.
Berdasarkan catatan Sekretariat Jenderal DPR RI, rapat paripurna tersebut
 
dihadiri oleh 105 orang dan anggota dari seluruh fraksi di DPR RI, sedangkan
 
'''Proses Pengesahan'''
sebanyak 197 orang izin. Rapat tersebut turut dihadiri oleh perwakilan pemerintah,
 
Pada sidang paripurna 14 Februari, Baleg DPR mengirimkan draf kepada pemerintah untuk membahas RUU Keehatan. Pada 3 April, Bamus DPR menugaskan Komisi IX untuk mulai melakukan pembahasan. Selanjutnya pada 5 April, pemerintah menyerahkan daftar inventaris masalah (DIM) kepada Komisi IX. Tanggal 15 April, Wakil Ketua Komisi IX DPR Melki Laka Lena mulai membahas RUU yang berisi 20 bab dan 458 pasal.
seperti Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Menteri Pendayagunaan Aparatur
 
RUU Kesehatan dalam pembahasannya mengalami penolakan dari lima organisasi profesi (OP) di Indonesia, yaitu :Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNII), Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).
Negara dan Reformasi Birokrasi Abdullah Azwar, serta Wakil Menteri Hukum dan HAM
 
penolakan dilakukan karena terdapat permasalahan pada mandatory spending yang dihapus dalam RUU Kesehatan, perlindungan tenaga kesehatan dan medis, perizinan dokter asing yang berpraktik di rumah sakit Indonesia, hingga Surat Tanda Registrasi (STR) yang berlaku seumur hidup. Organisas tersebut menilai pemerintah tidak transparan dan terburu-buru. Penolakan RUU Kesehatan dari kalangan organisasi profesi berlanjut dengan aksi di depan Gedung MPR/DPR RI, Jakarta.
Eddy Hiariej, bersama dengan jajaran Kemendikbudristek, Kementerian Dalam
 
Negeri, serta Kementerian Keuangan. [1]
 
Proses pengesahan RUU Kesehatan ini juga disertai dengan aksi protes dari
 
ratusan dokter dan tenaga kesehatan di depan Gedung MPR/DPT RI, Jakarta. Mereka
 
mempermasalahkan beberapa aspek dalam RUU Kesehatan, termasuk kapasitas
 
Menteri Kesehatan yang bukan berasal dari kalangan dokter dan masalah lainnya.
 
Meskipun mendapat penolakan dari beberapa pihak, pembahasan RUU Kesehatan
 
tetap berlanjut dan berhasil disahkan. [