Politik identitas: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Pratama26 (bicara | kontrib)
Tokoh: Menghapus daftar tokoh, tidak disertai sumber sehingga memicu kontroversi (QuickEdit)
Tag: Pengembalian manual
Baris 1:
'''[[Politik]] identitas''' adalah sebuah alat [[politik]] suatu kelompok seperti etnis, suku, budaya, agama atau yang lainnya untuk tujuan tertentu, misalnya sebagai bentuk perlawanan atau sebagai alat untuk menunjukan jati diri suatu kelompok tersebut.<ref>Alfaqi, M. Z. (2016). [http://journal.um.ac.id/index.php/jppk/article/view/5451/2120 Memahami Indonesia Melalui Prespektif Nasionalisme, Politik Identitas, Serta Solidaritas]. ''Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan'', ''28''(2).</ref> Identitas dipolitisasi melalui interpretasi secara ekstrim, yang bertujuan untuk mendapat dukungan dari orang-orang yang merasa 'sama', baik secara ras, etnisitas, agama, maupun elemen perekat lainnya. [[Puritanisme]] atau ajaran kemurnian atau [[ortodoksi]] juga berandil besar dalam memproduksi dan mendistribusikan ide ‘kebaikan’ terhadap anggota secara satu sisi, sambil di sisi lain menutup nalar perlawanan atau kritis anggota kelompok identitas tertentu. Politik identitas, menurut Abdillah (2002) merupakan politik yang fokus utama kajian dan permasalahannya menyangkut perbedaan-perbedaan yang didasarkan atas asumsi-asumsi fisik tubuh, politik etnisitas atau [[primordialisme]], dan pertentangan agama, kepercayaan, atau bahasa.<ref>Maarif, Ahmad Syafii. 2012. Politik Identitas dan Masa Depan Pluralisme Kita. Jakarta: Democracy Project.</ref> Politik identitas hadir sebagai narasi resisten kelompok terpinggirkan akibat kegagalan narasi arus utama mengakomodir kepentingan minoritas; secara positif, politik identitas menghadirkan wahana mediasi penyuaraan aspirasi bagi yang tertindas. Fitur dikotomi oposisional menjadi fondasi utama yang membedakan perasaan kolektivitas ke-kita-an terhadap yang lain. Tetapi kenyataannya, pada tataran individual pada era modernisasi yang serba mekanik, muncul ‘kegagapan’ untuk memahami struktur masyarakat yang plural, maka intoleransi semakin meningkat. Pendeknya, terjadi ketidaksesuaian imajinasi sosial tentang kehidupan sehari-hari manusia modern dan interaksinya dengan masyarakat umum. Politik identitas dianggap sebagai senjata yang kuat oleh elit politik untuk menurunkan popularitas dan keterpilihan rival politik mereka atau upaya untuk mendapatkan dukungan politik dari publik. Isu etnis dan agama adalah dua hal yang selalu masuk dalam agenda politik identitas para elit di [[Indonesia]], terutama kondisi masyarakat Indonesia di mana suasana primordialisme dan sektarianisme masih cukup kuat sehingga sangat mudah untuk memenangkan simpati publik, memicu kemarahan dan sentimen massa dengan menyebarkan isu-isu etnis, [[agama]] dan kelompok tertentu<ref>{{Cite journal|last=Suherman|first=Ansar|last2=Putra|first2=Muhammad Rizal Ardiansah|last3=Mansur|date=2020-05-04|title=Identity Politic Contestation in the Public Sphere: A Steep Road of Democracy in Indonesia|url=https://www.atlantis-press.com/proceedings/bis-hess-19/125939545|language=en|publisher=Atlantis Press|pages=227–230|doi=10.2991/assehr.k.200529.046|isbn=978-94-6252-961-8}}</ref> Pada akhir - akkhir ini politik identitas muncul dalam banyak rupanya mulai dari feminisme di eropa gerakan proletar di Amerika Latin, gerakan anti-apartheid di Afrika, pergolakan zionisme vis a vis pengakuan bangsa Palestina, gerakan summer spring di Timur Tengah, dorongan pemekaran wilayah berasas etnis atau suku hingga gerakan separatisme di negara kita adalah wajah-wajah dari politik identitas. Begitu luasnya spektrum politik identitas, dari otoritarian hingga demokrasi, dari kesetaraan hingga keberpihakan, dari modern hingga kearifan lokal, dari negara bangsa hingga negara agama.
 
==Tokoh==
*[[Amien Rais]]
*[[Rizieq Shihab]]
*[[Novel Bamukmin]]
*[[Yusuf Martak]]
*[[Slamet Ma'arif]]
 
==Lihat pula==