Fenomena hukuman mati: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Badak Jawa memindahkan halaman Fenomena death row ke Fenomena hukuman mati
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
k ~cite
 
Baris 4:
 
== Fenomena ==
'''Sindrom death row''' ('''Sindrom hukuman mati''')merupakan gangguan psikologis yang dapat dialami narapidana yang dihukum mati saat mereka ditempatkan dalam isolasi. Narapidana yang terkena sindrom death row mungkin menunjukkan kecenderungan [[bunuh diri]] dan [[delusi psikotik]]. Menurut beberapa psikiater, hasil dari diasingkan di death row untuk jangka waktu yang lama, termasuk efek mengetahui bahwa seseorang akan dibunuh dan kondisi hidup, dapat memperkuat delusi dan kecenderungan bunuh diri dalam seseorang dan dapat menyebabkan kegilaan dalam bentuk yang berbahaya. <ref name="Ross">Avi Salzman, "[https://archive.today/20120805142101/http://www.scu.edu/news/rossdeathpenalty.cfm Killer's Fate May Rest on New Legal Concept]", [[Santa Clara University]], 1 February 2005.</ref> Narapidana menunggu bertahun-tahun untuk dieksekusi di death row dan selama menunggu, mereka mengalami isolasi yang menyakitkan. Mereka tinggal di sel berukuran kecil seperti tempat parkir. Hidup dalam kondisi seperti ini dapat memperkuat [[efek isolasi]]. Sebagian besar narapidana tinggal di sel mereka selama lebih dari dua puluh jam sehari. Jenis isolasi ini dan menunggu dieksekusi menyebabkan banyak narapidana meninggal secara alami. <ref>Inglis-Arkell, 2014</ref>
 
Lester dan Tartaro menemukan tingkat bunuh diri narapidana death row sebesar 113 per 100.000 selama periode 1976–1999. Angka ini sekitar sepuluh kali lipat dari tingkat bunuh diri secara keseluruhan di Amerika Serikat dan sekitar enam kali lipat dari tingkat bunuh diri di populasi narapidana umum di AS. <ref>"Suicide on death row", David Lester and Christine Tartaro, ''Journal of Forensic Sciences'', ISSN 0022-1198, 2002, vol. 47, no 5, pp. 1108–1111</ref>
 
Sejak reintegrasi hukuman mati pada tahun 1976 hingga 1 Januari 2017, sebanyak 145 narapidana memilih untuk tidak mengajukan banding dan meminta agar hukuman mati segera dilaksanakan. Secara mencolok, kasus Gary Gilmore di Utah mengakhiri moratorium nasional sepuluh tahun setelah keputusan pengadilan dalam kasus Gregg v. Georgia. Di era pasca-Furman, empat negara bagian (Connecticut, New Mexico, Oregon, dan Pennsylvania) hanya melakukan eksekusi terhadap narapidana yang bersedia secara sukarela.<ref>{{Cite web|last=|date=|title=deathpenaltyinfo.org|url=https://deathpenaltyinfo.org/information-defendants-who-were-executed-1976-and-designated-volunteers|website=DeathPentaltyInfo.org|access-date=June 22, 2017}}</ref>
Baris 19:
Di [[Jamaika]], dalam kasus Pratt v Attorney General for Jamaica, hukuman mati dibatalkan untuk dua narapidana oleh Judicial Committee of the Privy Council, yang telah merujuk pada fenomena death row. Para hakim berpendapat bahwa narapidana tersebut telah berada di death row terlalu lama, dan terlalu banyak banding yang diperbolehkan kepada narapidana, yang dipaksa oleh naluri untuk mencoba mengajukan banding dan akhirnya terkurung di death row terlalu lama.
 
Para Hakim Mahkamah Agung Amerika Serikat yang menentang hukuman mati, seperti Hakim Stevens dan Hakim Breyer, telah beberapa kali berargumen dalam pendapat menentang mereka bahwa penundaan dan menunggu di death row adalah faktor yang membuat hukuman mati tidak konstitusional sebagai hukuman yang kejam dan tidak lazim. Pandangan mereka ditolak oleh pendapat setuju dari hakim-hakim yang lebih konservatif seperti Hakim Scalia dan Hakim Thomas, yang mengatakan bahwa penundaan yang panjang ini disebabkan oleh para narapidana sendiri karena banding berulang mereka dan oleh Hakim-hakim yang menentang hukuman mati. <ref>{{Cite web|title=BAZE et al. v. REES, COMMISSIONER, KENTUCKY DEPARTMENT OF CORRECTIONS, et al.|url=https://www.law.cornell.edu/supct/html/07-5439.ZS.html|publisher=law.cornell.edu|access-date=July 25, 2017}}</ref> <ref>{{Cite web|title=GLOSSIP et al. v. GROSS et al.|url=https://www.law.cornell.edu/supremecourt/text/14-7955|publisher=law.cornell.edu|access-date=July 25, 2017}}</ref>
{{Portal|Law}}