Parameswara: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Add 1 book for Wikipedia:Pemastian (20231010)) #IABot (v2.0.9.5) (GreenC bot
Yuliarr (bicara | kontrib)
Menambahkan informasi dan referensi
Baris 34:
| place of burial = |
}}
'''Parameswara''' (1344–1414) atau '''Iskandar Syah''' ([[aksara Jawi]]: إسكندر شه) adalah raja terakhir dari [[Kerajaan Singapura|Singapura]] yang memerintah dari tahun 1389 sampai 1398. Dia melarikan diri dari [[Palembang]] setelah invasi angkatan laut Majapahit pada tahun 1398, dan ia kemudian mendirikan benteng barunya pada muara Sungai Melaka pada tahun 1402. Sumber lain menyebut bahwa Parameswara melarikan diri ke Malaka sebab invasi dari Kerajaan Siam yang salah satu pemimpinnya dibunuh oleh Parameswara.<ref>{{Cite book|last=Andaya|first=Leonard Y.|date=2019|title=Selat Malaka: Sejarah Perdagangan dan Etnisitas|location=Depok|publisher=Komunitas Bambu|url-status=live}}</ref> Dalam beberapa dekade, kota baru tersebut tumbuh pesat menjadi ibukota [[Kesultanan Melaka]].
 
== Etimologi ==
Parameswara {{Sanskerta|परमेश्वर}} adalah sebuah nama yang berasal dari [[bahasa Sanskerta]]. ''Parama'' berarti "paling berkuasa", dan ''Iswara'' berarti "raja". ''Parameswara'' juga merupakan nama lain untuk [[Siwa]], salah satu dewa utama dalam agama [[Hindu]].
 
Hanya satu catatan yang secara rinci menulis tentang [[Kerajaan Singapura]] dan Melaka, yakni kitab [[Sulalatus Salatin]] (''Malay Annals'') yang ditulis pada masa kejayaan Melaka dan kembali disusun pada tahun 1612 oleh pengadilan [[Johor]]. Inilah kitab yang menulis secara terperinci mengenai pendirian Melaka, suksesi penguasa, dan masa-masa kejatuhannya. Catatan penting lainnya ialah [[Suma Oriental]] yang ditulis setelah penaklukan [[Portugis]] atas Melaka. Keduanya, Suma Oriental dan Sulalatus Salatin memang mengandung cerita serupa tentang seorang pangeran [[Kerajaan Sriwijaya|Sriwijaya]] yang melarikan diri dan tiba di [[Singapura]], serta tentang raja terakhir dari Singapura yang melarikan diri ke pantai barat [[Semenanjung Melayu]] dan tiba di Melaka. Namun kedua catatan tersebut sangat berbeda, Suma Oriental mengatakan bahwa pangeran yang melarikan diri dan raja terakhir Singapura sebagai orang yang sama yang dikenal sebagai Parameswara. Di sisi lain, Sulalatus Salatin lebih rinci mengidentifikasi pangeran yang melarikan diri dan raja terakhir Singapura sebagai dua orang yang berbeda, dipisahkan oleh lima generasi. Suma Oriental mencatat bahwa pangeran Sriwijaya yang melarikan diri itu merebut tahta Singapura dari raja muda [[Kerajaan Siam|Siam]] bernama Temagi yakni sekitar tahun 1390-an. Namun hal ini dibantah oleh satu-satunya penulis Tiongkok pada abad ke-14, Dao Yi Zhi Lue yang kemudian ditulis oleh Wang Dayuan, yang secara eksplisit menyebutkan bahwa pada masa itu Singapura diperintah oleh pemerintah lokal.<ref>{{harvnb|Taylor|2000|p=199}}</ref>
 
Terlepas apakah Parameswara merupakan pendiri Kesultanan Melaka, ada dua penguasa lain dari garis keturunan yang sama yang menggunakan Parameswara sebagai gelar mereka. Mereka ialah [[Sang Nila Utama]], pendiri Singapura kuno (dengan gelar "Sri Maharaja Sang Utama Parameswara Batara Sri Tri Buana") dan Abu Syahid Shah, Sultan keempat Melaka (dengan gelar "Raja Sri Parameswara Dewa Shah").
 
== Asal usul keturunan ==
Berdasarkan kronik Tiongkok masa [[Dinasti Ming]] disebutkan pendiri Melaka (Malaka) adalah ''Pai-li-mi-su-la'' (Parameswara), mengunjungi [[Kaisar Yongle]] di [[Nanjing]] pada tahun 1405 dan 1409. Sementara dalam [[Sulalatus Salatin]], tidak dijumpai nama tokoh ini, tetapi kemudian beberapa sejarahwansejarawan merujuk tokoh ini dengan ''Raja Iskandar Syah'', dalam Sulalatus Salatin disebutkan sebagai pendiri Melaka. Sebelumnya ''Raja Iskandar Syah'' adalah Raja [[Singapura]], namun karena serangan [[Jawa]] dan [[Siam]] menyebabkan Raja Singapura memindahkan pusat pemerintahannya ke Melaka.<ref>Raffles, T.S., (1821), ''Malay annals'', (translated from the Malay language, by the late Dr. John Leyden)</ref>
 
Sang Nila Utama, penerus rajaRaja [[Sriwijaya]],<ref>{{cite book|last = Singapore. Ministry of Culture, Singapore. Ministry of Communications and Information. Information Divisionl|title = [[Singapore facts and pictures]]|publisher = [[Ministry of Culture]]|year= 1973|pages = [https://archive.org/details/singaporeillustr0000unse/page/9 9]|isbn = 9971750295 }}</ref> memiliki putra bernama Paduka Sri Pekerma Wira Diraja (1372–1386). Sri Pakerma kemudian memiliki putra bernama Paduka Seri Rana Wira Kerma (1386–1399). Parameswara adalah putra dari Seri Rana Wira Kerma.<ref>{{cite web |last = Buyers |first = Christopher |title = The Ruling House of Malacca - Johor |url=http://www.royalark.net/Malaysia/malacca.htm|accessdate = 2009-06-13 }}</ref>
 
== Kehidupan ==
=== Jatuhnya Singapura ===
Pada tahun 1389, Sri Maharaja Singapura digantikan oleh putranya, Iskandar Shah. Meskipun menggunakan gelar [[Persia]], tetapi tidak ada bukti yang mengatakan bahwa ketika itu dia telah memeluk agama Islam. Namun dalam catatan ''Malay Annals'', pengaruh Islam di Singapura telah ada sejak masa pemerintahan Sri Rana Wikrama, ketika ia pertama kali menjalin hubungan dengan kerajaan muslim SumateraSumatra, [[Kerajaan Perlak|Perlak]].<ref name="Tsang 2011 120">{{harvnb|Tsang|Perera|2011|p=120}}</ref> Salah satu sumber mengklaim bahwa Parameswara memiliki isteriistri seorang wanita muslim dan kemudian ia mengubah agamanya menjadi muslim.<ref>{{cite web|url=http://www.sabrizain.org/malaya/parames.htm |title=Parameswara |publisher=Sejarah Melayu |accessdate=21 Mei 2013}}</ref>
 
Seperti disebutkan dalam Sejarah Melayu, kisah jatuhnya Singapura dan larinya raja terakhir, disebabkan atas tuduhan Iskandar ShahSyah kepada salah satu selirnya yang melakukan perzinaan. Sebagai hukuman, raja menelanjangi selir itu di depan umum. Untuk membalaskan dendamnya, ayah selir itu, Sang Rajuna Tapa yang juga seorang pejabat di pengadilan Iskandar Shah, diam-diam mengirim pesan kepada [[Wikramawardhana]] dari [[Kerajaan Majapahit|Majapahit]], untuk menyerang Singapura. Pada tahun 1398, Majapahit mengirimkan armadanya yang terdiri dari tiga ratus kapal perang utama dan ratusan kapal kecil, membawa tidak kurang dari 200.000 orang. Awalnya, tentara Jawa bertempur di luar benteng dengan penduduk Singapura. Sebelum akhirnya memaksa mereka untuk mundur ke belakang tembok. Kekuatan invasi Jawa terus melakukan pengepungan kota dan berulang kali mencoba untuk menyerang benteng, tetapi benteng tak dapat ditembus.<ref name="Tsang 2011 120"/><ref>{{harvnb|Sabrizain|p=[http://www.sabrizain.org/malaya/parames1.htm Palembang Prince or Singapore Renegade?]}}</ref><ref name="A. Samad 1979 69–70">{{harvnb|A. Samad|1979|pp=69–70}}</ref>
 
Setelah sekitar satu bulan, makanan di dalam benteng mulai kehabisan dan pihak yang bertahan berada di ambang kelaparan. Sang Rajuna Tapa kemudian diminta untuk mendistribusikan biji-bijian milik kerajaan kepada masyarakat yang bertahan. Sebagai bentuk balas dendam, menteri berbohong kepada raja, dan mengatakan bahwa gudang kerajaan sedang kosong. Akhirnya orang-orang yang bertahan mengalami kelaparan. Serangan terakhir Majapahit terjadi setelah gerbang akhir dibuka atas perintah seorang menteri. Para prajurit Majapahit bergegas masuk ke benteng dan pembantaian yang mengerikan terjadi.<ref name="A. Samad 1979 69–70"/> Menurut ''Malay Annals'', "darah mengalir seperti sungai" dan noda merah di tanah Singapura disebut-sebut berasal dari darah pembantaian itu.<ref>{{harvnb|Windstedt|1938|p=32}}</ref> Mengetahui kekalahan sudah dekat, Iskandar Shah dan para pengikutnya melarikan diri dari Singapura.