Papua Selatan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
→‎Masa Kolonial: berkebun lebih dipraktekkan oleh suku pegunungan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Baris 71:
[[Berkas:KITLV A42 - Marind-Animman en -vrouw nabij Merauke, KITLV 10187.tiff|jmpl|200px|kiri|Anggota Suku Marind di tahun 1910]]
 
Sebelum datangnya [[Eropa|bangsa Eropa]], wilayah rawa-rawa Papua Selatan dihuni oleh berbagai suku seperti [[Suku Asmat|Asmat]], [[Suku Marind|Marind]], dan [[Suku Wambon|Wambon]] yang masih menjaga tradisinya. Suku Marind atau disebut juga Malind dulunya hidup berkelompok di sepanjang sungai-sungai di wilayah Merauke dan hidup dengan [[berburu]], dan [[pemburu dan peramu|meramu]], dan [[berkebun]]. Selain itu orang Marind juga dikenal sebagai suku [[ngayau|pengayau]] atau pemburu kepala (''headhunting''). Orang Marind menggunakan perahu mengarungi sungai dan pantai menuju kampung yang jauh dan memenggal kepala penghuninya. Orang Marind kemudian membawa kepala korbannya untuk diawetkan dan dirayakan.<ref name = "Melintas">{{Cite journal|title=Spiritualitas dan Transformasi|journal=Melintas : An International Journal of Philosophy and Religion|url=https://journal.unpar.ac.id/index.php/melintas/article/view/3087|last=Daeli|first=Onesius Otenieli|issue=1|volume=34|publisher=Fakultas Filsafat UNPAR|year=2018|access-date=2022-07-01|archive-date=2022-07-04|archive-url=https://web.archive.org/web/20220704003254/https://journal.unpar.ac.id/index.php/melintas/article/view/3087|dead-url=no}}</ref><ref>{{Cite journal|title=Pengangkatan Anak Adat dalam Suku Malind di Kabupaten Merauke|journal=Jurnal Restorative Justice|url=https://ejournal.unmus.ac.id/index.php/hukum/article/download/3621/1975/|last=Sinaga|first=Jaya|issue=1|volume=5|last2=Fenetiruma|first2=Raymond|publisher=Fakultas Hukum Universitas Musamus|year=2021|last3=Pelu|first3=Handika|access-date=2022-07-01|archive-date=2022-09-11|archive-url=https://web.archive.org/web/20220911121643/https://ejournal.unmus.ac.id/index.php/hukum/article/download/3621/1975/|dead-url=no}}</ref><ref name = "Kombai 1">{{Cite web|url=https://www.kombai.nl/2022/01/25/31-pengayauan-1-marind/|title=Pengayauan Marind|date=2022-01-25|access-date=2022-07-01|last=J.P.D.Groen|website=kombai.nl|archive-date=2022-07-01|archive-url=https://web.archive.org/web/20220701102756/https://www.kombai.nl/2022/01/25/31-pengayauan-1-marind/|dead-url=no}}</ref>
 
Pada abad ke-19, bangsa Eropa mulai melakukan penjajahan di [[Pulau Papua]]. Pulau Papua dibelah dengan garis lurus, bagian barat masuk ke wilayah [[Nugini Belanda]] dan bagian timur masuk wilayah [[Inggris]]. Suku Malind sering melewati perbatasan tersebut untuk pergi mengayau. Sehingga pada tahun 1902, Belanda mendirikan [[pos terdepan (militer)|pos militer]] di ujung timur Papua Selatan untuk memperkuat perbatasan dan menghilangkan tradisi tersebut. Pos ini berada di [[sungai Maro]] sehingga kemudian daerahnya sekitarnya diberi nama Merauke. Belanda juga menempatkan [[misi (Kristen)|misi Katolik]] di pos ini untuk menyebarkan agamanya serta membantu menghapuskan tradisi pengayauan. Pos ini lama kelamaan semakin ramai sehingga menjadi sebuah kota. Kemudian Merauke dijadikan ibu kota dari [[Afdeling|Afdeeling]] Zuid Nieuw Guinea atau Provinsi Nugini Selatan. Pada masa penjajahan Belanda juga, [[Orang Jawa]] didatangkan ke Merauke untuk membuka lahan persawahan.<ref name = "Melintas" /><ref name ="Kombai 1" />