Amir Hamzah: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Glorious Engine (bicara | kontrib)
k Saya hanya mengedit bahasanya sedikit.
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 32:
|portaldisp =
}}
'''Tengkoe Amir Hamzah,''' yang bernama lengkap '''Tengkoe Amir Hamzah Pangeran Indra Poetera''', atau lebih dikenal hanya dengan [[nama pena]] '''Amir Hamzah''' ({{lahirmati|[[Tanjung Pura]], [[Langkat]], [[Sumatra Timur]], [[Hindia Belanda]]|28|2|1911|[[Kwala Begumit, Binjai, Langkat|Kwala Begumit]], [[Binjai, Langkat|Binjai]], [[Kabupaten Langkat|Langkat]], [[Indonesia]]|20|3|1946}}){{efn|Ada dua versi untuk tanggal lahir ini. Tanggal resmi yang diakui oleh pemerintah Indonesia adalah [[28 Februari]] 1911, tanggal yang digunakan Amir sepanjang hidupnya. Namun kakak Amir, Abdoellah Hod menyatakan bahwa penyair ini lahir pada tanggal [[11 Februari]] 1911. Artikel ini menggunakan tanggal yang paling umum, yaitu yang diakui pemerintah.}} adalah [[sastrawan]] [[Indonesia]] angkatan [[Poedjangga Baroe]] dan [[Pahlawan Nasional Indonesia]]. Lahir dari keluarga bangsawan [[suku Melayu|Melayu]] [[Kesultanan Langkat]] di [[Sumatera Utara]], ia dididik di [[Sumatra]] dan [[Jawa]]. Saat berguru di SMA di [[Surakarta]] pada sekitar 1930, Amir muda terlibat dengan [[Kebangkitan Nasional Indonesia|gerakan nasionalis]] dan jatuh cinta dengan seorangpada teman sekolahnya, Ilik Soendari. Bahkan setelah Amir melanjutkan studinya di sekolah hukum di [[Batavia]] (sekarang [[Jakarta]]) keduanya tetap dekat, hanya berpisah pada tahun 1937 ketika Amir dipanggil kembali ke Sumatra untuk menikahi putri sultan dan mengambil tanggung jawab di lingkungan keraton. Meskipun tidak bahagia dengan pernikahannya, dia memenuhi tugas kekeratonannya. Setelah Indonesia [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia|memproklamasikan kemerdekaannya]] pada tahun 1945, ia menjabat sebagai wakil pemerintah di Langkat. Namun, pada tahun pertama negara Indonesia yang baru lahir, ia meninggal dalam [[Revolusi Sosial Sumatra Timur|peristiwa konflik sosial]] berdarah di [[Sumatra]] yang disulut oleh faksi dari [[Partai Komunis Indonesia]] dan dimakamkan di sebuah [[kuburan massal]].
 
Amir mulai menulis puisi saat masih remaja: meskipun karya-karyanya tidak bertanggal, yang paling awal diperkirakan telah ditulis ketika ia pertama kali melakukan perjalanan ke [[Jawa]]. Menggambarkan pengaruh dari [[Suku Melayu|budaya Melayu]] aslinya, [[Islam]], [[Kekristenan]], dan [[Sastra Timur]], Amir menulis 50 puisi, 18 buah [[puisi prosa]], dan berbagai karya lainnya, termasuk beberapa terjemahan. Pada tahun 1932 ia turut mendirikan majalah sastra ''[[Poedjangga Baroe]]''. Setelah kembali ke [[Sumatra]], ia berhenti menulis. Sebagian besar puisi-puisinya diterbitkan dalam dua koleksi, ''[[Njanji Soenji]]'' ([[EYD]]: "Nyanyi Sunyi", 1937) dan ''[[Boeah Rindoe]]'' (EYD: "Buah Rindu", 1941), awalnya dalam ''Poedjangga Baroe'', kemudian sebagai buku yang diterbitkan.
 
Puisi-puisi Amir sarat dengan tema cinta dan agama, dan puisinya sering mencerminkan konflik batin yang mendalam. [[Diksi]] pilihannya yang menggunakan kata-kata [[bahasa Melayu]] dan [[bahasa Jawa]] dan memperluas struktur tradisional, dipengaruhi oleh kebutuhan untuk [[ritme]] dan [[metrum]], serta [[simbolisme]] yang berhubungan dengan istilah-istilah tertentu. Karya-karya awalnya berhubungan dengan rasa rindu dan cinta, baik erotis dan ideal, sedangkan karya-karyanya selanjutnya mempunyai makna yang lebih religius. Dari dua koleksinya, ''Nyanyi Sunyi'' umumnya dianggap lebih maju. UntukKarena puisi-puisinya, Amir telah disebut sebagai "Raja Penyair Zaman Poedjangga Baroe" ([[EYD]]: "Raja Penyair Zaman Pujangga Baru") dan satu-satunya penyair Indonesia berkelas internasional dari era pra-[[Revolusi Nasional Indonesia]].{{sfn|Teeuw|1980|p=123}}
 
== Riwayat hidup ==