Kerajaan Sunda: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 179:
[[Berkas:Building in Keraton Kasepuhan.jpg|thumb|right|[[Keraton Kasepuhan]] di [[Kesultanan Cirebon]]. Pada tahun 1482, kerajaan Sunda kehilangan pelabuhan timurnya yang penting di [[Cirebon]].]]
Naskah ''[[Bujangga Manik]]'' yang ditulis sekitar paruh kedua abad ke-15 melaporkan bahwa batas timur wilayah Kerajaan Sunda adalah sungai Cipamali di [[Kabupaten Brebes]] sekarang. Namun, [[Suma Oriental]] dari Portugis pada tahun 1513 melaporkan bahwa batas timur Kerajaan Sunda terletak di pelabuhan ''Chemano'' (Cimanuk), muara [[Ci Manuk]]. Ini berarti antara tahun 1450 dan 1513, kerajaan ini telah kehilangan kendali atas wilayah sekitar Cirebon, antara Brebes dan Indramayu di bagian timur laut kerajaan. Hal ini menandakan bahwa orang Jawa Muslim pesisir berekspansi ke arah barat yang dulunya merupakan wilayah cakupan Sunda, didukung oleh Kesultanan Demak sebagai faktor kebangkitan Cirebon.
Keterangan mengenai Kerajaan Sunda dan hubungannya dengan kebangkitan [[Kesultanan Cirebon]], sebagian besar diambil dari naskah ''Purwaka Caruban Nagari'', sebuah babad Cirebon yang menyatakan bahwa Cirebon adalah penerus Kerajaan Sunda yang sah.
Menurut Purwaka Caruban Nagari, seorang raja Sunda [[Prabu Siliwangi]] menikahi Nyai Subang Larang, putri Ki Gedeng Tapa, penguasa pelabuhan Muara Jati (sekarang Cirebon). Mereka dikaruniai tiga orang anak: [[Pangeran Walangsungsang]], Putri Rara Santang, dan Pangeran Kian Santang.<ref name="Kabupaten" /> Meskipun Pangeran Walangsungsang adalah putra sulung Raja, pangeran ini tidak mendapatkan hak sebagai putra mahkota Kerajaan Sunda. Hal ini disebabkan karena ibunya, Nyai Subang Larang bukanlah seorang [[permaisuri]]. Alasan lainnya adalah karena ia masuk Islam, mungkin dipengaruhi oleh ibunya yang merupakan seorang Muslim. Pada abad ke-16 di Jawa Barat, kepercayaan yang lazim dianut adalah Hindu, [[Sunda Wiwitan]], dan Buddha. Saudara tirinya, Prabuwisesa, putra raja dari istri ketiganya, Nyai Kentring Manikmayang, yang dipilih sebagai putra mahkota.
Walangsungsang kemudian pindah ke sebuah pemukiman bernama Dukuh Alang-alang pada tahun 1445. Setelah kematian Ki Gedeng Alang-Alang pada tahun 1447, Walangsungsang diangkat sebagai penguasa kota dan mendirikan istana serta bergelar Pangeran Cakrabuana. Prabu Siliwangi mengirimkan utusannya Tumenggung Jagabaya dan Raja Sengara, untuk menganugerahi Pangeran Cakrabuana dengan gelar Tumenggung Sri Mangana. Pemukiman yang sekarang disebut Cirebon tumbuh menjadi pelabuhan yang berkembang pesat, namun Cakrabuana masih setia kepada ayahnya dan mengirimkan upeti kepada istana utama Sunda. Pada saat itu Cirebon masih merupakan sebuah kerajaan di bawah Kerajaan Sunda.
Pada tahun 1479, Cakrabuana digantikan oleh keponakannya, Syarif Hidayatullah, putra dari saudara perempuannya, Nyai Rara Santang. Ia menikahi sepupunya, Nyi Mas Pakungwati putri Cakrabuana. Beliau dikenal dengan nama anumerta [[Sunan Gunung Jati]]. Pada tanggal 2 April 1482, Sunan Gunungjati menyatakan bahwa Cirebon tidak lagi mengirim upeti kepada [[Pajajaran]], yang menandai proklamasi bahwa [[Kesultanan Cirebon]] telah merdeka dari Sunda Pajajaran.<ref name="Kabupaten">{{cite web
|url = http://www.cirebonkab.go.id/sekilas-kab-cirebon/sejarah-kabupaten-cirebon
|title = Sejarah Kabupaten Cirebon
|language = id
|publisher = Cirebon Regency
|access-date = 16 January 2013
}}</ref>
Karakter yang digambarkan dalam Purwaka Caruban Nagari, sebagai [[Prabu Siliwangi]], cocok dengan karakter historis Dewa Niskala atau Ningrat Kancana, yang disebut sebagai Tohaan di Galuh dalam Carita Parahyangan. Tohaan di Galuh adalah putra dan pewaris Niskala Wastu Kancana.
Tekanan dari negara-negara Islam Jawa pesisir mendorong [[Sri Baduga Maharaja]] untuk mencari bantuan dari Portugis di [[Malaka]]. Pada tahun 1512 dan sekali lagi pada tahun 1521, ia mengirim putranya, putra mahkota Surawisesa yang juga dikenal sebagai Ratu Sang Hyang (Samian) ke Malaka untuk meminta Portugis menandatangani perjanjian persekutuan, berdagang lada, dan membangun benteng di pelabuhan utamanya di Sunda Kalapa. Putra Sunan Gunung Jati ini kemudian juga mendirikan [[Kesultanan Banten]], yang kemudian menjadi ancaman bagi Kerajaan Sunda.
== Wilayah kekuasaan ==
|