Mohammad Natsir: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Gaung Tebono (bicara | kontrib)
k clean up: perbaikan kategori
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler Suntingan aplikasi Android
Gaung Tebono (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler Suntingan aplikasi Android
Baris 44:
[[Berkas:Rumah Kelahiran Natsir.jpg|275px|jmpl|Rumah kelahiran Mohammad Natsir]]
 
Mohammad Natsir dilahirkan di [[Alahan Panjang, Lembah Gumanti, Solok|Alahan Panjang]], [[Lembah Gumanti, Solok|Lembah Gumanti]], [[Kabupaten Solok]], [[Sumatera Barat|Solok]] pada 17 Juli 1908 dari pasangan Mohammad Idris Sutan Saripado dan Khadijah.{{sfn|Lukman Hakiem|2019|pp=6}}{{sfn|Ma'mur|1995|p=29}}<ref name="ReferenceA">{{harvnb|Luth|1999|pp=21{{spaced ndash}}23}}</ref> Pada masa kecilnya, Natsir sekeluarga hidup di rumah Sutan Rajo Ameh, seorang saudagar kopi yang terkenal di sana. Oleh pemiliknya, rumah itu dibelah menjadi kedua bagian: pemilik rumah beserta keluarga tinggal di bagian kiri dan Mohammad Idris Sutan Saripado tinggal di sebelah kanannya.{{sfn|Shahab|2008|pp=9{{spaced ndash}}15}} Ia memiliki 3 orang saudara kandung, masing-masing bernama Yukinan, Rubiah, dan Yohanusun. Jabatan terakhir ayahnya adalah sebagai pegawai pemerintahan di Alahan Panjang, sedangkan kakeknya merupakan seorang ulama. Ia kelak menjadi pemangku adat untuk kaumnya yang berasal dari [[Maninjau, Tanjung Raya, Agam|Maninjau]], [[Tanjung Raya, Agam|Tanjung Raya]], [[kabupaten Agam|Agam]] dengan [[Daftar gelar Datuk|gelar]] ''Datuk Sinaro nan Panjang''.{{sfn|Adam|2009|pp=72-76}}
 
Natsir mulai mengenyam pendidikan di [[Schakelschool|Sekolah Rakyat]] Maninjau selama dua tahun hingga kelas dua, kemudian pindah ke ''[[Hollandsch-Inlandsche School]]'' (HIS) [[Madrasah Adabiyah|Adabiyah]] di [[Kota Padang|Padang]].{{sfn|Lukman Hakiem|2019|pp=7}}{{sfn|Shahab|2008|pp=9{{spaced ndash}}15}} Setelah beberapa bulan, ia pindah lagi ke [[Solok]] dan dititipkan di rumah saudagar yang bernama Haji Musa.{{sfn|Lukman Hakiem|2019|pp=8}} Selain belajar di HIS di Solok pada siang hari, ia juga belajar ilmu agama Islam di Madrasah Diniyah pada malam hari.{{sfn|Lukman Hakiem|2019|pp=9}}{{sfn|Ma'mur|1995|p=29}}<ref name="ReferenceA"/> Tiga tahun kemudian, ia kembali pindah ke HIS di Padang bersama kakaknya. Pada tahun 1923, ia melanjutkan pendidikannya di ''[[Meer Uitgebreid Lager Onderwijs]]'' (MULO) lalu ikut bergabung dengan perhimpunan-perhimpunan pemuda seperti ''Pandu Nationale Islamietische Pavinderij'' dan ''[[Jong Islamieten Bond]]''.{{sfn|Lukman Hakiem|2019|pp=11{{spaced ndash}}12}}<ref name="ReferenceA"/><ref name="ReferenceB">{{harvnb|Dzulfikriddin|2010|pp=19{{spaced ndash}}20}}</ref> Setelah lulus dari MULO, ia pindah ke [[Bandung]] untuk belajar di ''[[Algemeene Middelbare School]]'' (AMS) hingga tamat pada tahun 1930.<ref name="ReferenceA"/><ref name="ReferenceB"/> Dari tahun 1928 sampai 1932, ia menjadi ketua ''Jong Islamieten Bond'' (JIB) Bandung.<ref name="ReferenceC">{{harvnb|Luth|1999|pp=23{{spaced ndash}}24}}</ref> Ia juga menjadi pengajar setelah memperoleh pelatihan guru selama dua tahun di [[perguruan tinggi]]. Ia yang telah mendapatkan pendidikan [[Islam di Sumatera Barat]] sebelumnya juga memperdalam ilmu agamanya di Bandung, termasuk dalam bidang [[Tafsir al-Qur'an|tafsir Al-Qur'an]], [[hukum Islam]], dan [[dialektika]].{{sfn|Lukman Hakiem|2019|pp=13{{spaced ndash}}14}} Kemudian pada tahun [[1932]], Natsir berguru pada [[Ahmad Hassan]], yang kelak menjadi tokoh organisasi [[Persatuan Islam]].{{sfn|Lukman Hakiem|2019|pp=22{{spaced ndash}}25}}{{sfn|Ma'mur|1995|pp=30{{spaced ndash}}31}}