Soeharto: Perbedaan antara revisi

[revisi tidak terperiksa][revisi tidak terperiksa]
Konten dihapus Konten ditambahkan
Borgx (bicara | kontrib)
k {{artikel bagus}}
Golput (bicara | kontrib)
Baris 89:
 
==Kasus tuduhan korupsi==
Soeharto memiliki dan mengetuai 7 buah yayasan, yaitu Yayasan Dana Sejahtera Mandiri, Yayasan Supersemar, Yayasan Dharma Bhakti Sosial (Dharmais), Yayasan Dana Abadi Karya Bhakti (Dakab), Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila, Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan, Yayasan Trikora. Pada 1995, Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 90 Tahun 1995. Keppres ini menghimbau para pengusaha untuk menyumbang 2 persen dari keuntungannya untuk Yayasan Dana Mandiri.
Pada [[12 Mei]] [[2006]], bertepatan dengan peringatan sewindu [[Tragedi Trisakti]], [[Jaksa Agung]] [[Abdul Rahman Saleh]] mengeluarkan pernyataan bahwa pihaknya telah mengeluarkan [[Surat Keputusan Penghentian Penuntutan]] (SKPP) perkara mantan Presiden Soeharto, yang isinya menghentikan penuntutan dugaan korupsi mantan Presiden Soeharto pada [[tujuh yayasan Soeharto|tujuh yayasan]] yang dipimpinnya dengan alasan kondisi fisik dan mental terdakwa yang tidak layak diajukan ke persidangan. SKPP itu dikeluarkan [[Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan]] pada [[11 Mei]] [[2006]].
 
Hasil penyidikan kasus tujuh yayasan Soeharto menghasilkan berkas setebal 2.000-an halaman. Berkas ini berisi hasil pemeriksaan 134 saksi fakta dan 9 saksi ahli, berikut ratusan dokumen otentik hasil penyitaan dua tim yang pernah dibentuk [[Kejaksaan Agung]], sejak tahun [[1999]]
{{sect-stub}}
 
Uang negara 400 miliar mengalir ke Yayasan Dana Mandiri antara tahun [[1996]] dan [[1998]]. Asalnya dari pos Dana Reboisasi Departemen Kehutanan dan pos bantuan presiden. Dalam berkas kasus Soeharto, terungkap bahwa [[Haryono Suyono]], yang saat itu Menteri Negara Kependudukan dan Kepala [[Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional]], mengalihkan dana itu untuk yayasan. Ketika itu, dia masih menjadi wakil ketua di Dana Mandiri. [[Bambang Trihatmodjo]], yang menjadi bendahara yayasan ini, bersama Haryono, ternyata mengalirkan lagi dana Rp 400 miliar yang telah masuk ke yayasan itu ke dua bank miliknya, Bank Alfa dan Bank Andromeda, pada [[1996]]-[[1997]], dalam bentuk deposito.
 
Dari data dalam berkas Soeharto, [[Bob Hasan]] paling besar merugikan keuangan negara, diduga mencapai Rp 3,3 triliun. Hal ini juga terungkap dari pengakuan Ali Affandi, Sekretaris Yayasan Supersemar, ketika diperiksa sebagai saksi kasus Soeharto. Dia membeberkan, Yayasan Supersemar, Dakab, dan Dharmais memiliki saham di 27 perusahaan Grup Nusamba milik Bob Hasan. Sebagian saham itu masih atas nama Bob Hasan pribadi, bukan yayasan.
 
[[Hutomo Mandala Putra]] bersama bersama [[Tinton Suprapto]], putra bungsu Soeharto, pernah memanfaatkan nama Yayasan Supersemar untuk mendapatkan lahan 144 hektare di [[Citeureup, Bogor]], guna pembangunan [[Sirkuit Sentul]]. Sebelumnya, Tommy dan Tinton berusaha menguasai tanah itu lewat Pemerintah Provinsi [[Jawa Barat]], tapi gagal.
 
Pada [[12 Mei]] [[2006]], bertepatan dengan peringatan sewindu [[Tragedi Trisakti]], [[Jaksa Agung]] [[Abdul Rahman Saleh]] mengeluarkan pernyataan bahwa pihaknya telah mengeluarkan [[Surat Keputusan Penghentian Penuntutan]] (SKPP) perkara mantan Presiden Soeharto, yang isinya menghentikan penuntutan dugaan korupsi mantan Presiden Soeharto pada [[tujuh yayasan Soeharto|tujuh yayasan]] yang dipimpinnya dengan alasan kondisi fisik dan mental terdakwa yang tidak layak diajukan ke persidangan. SKPP itu dikeluarkan [[Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan]] pada [[11 Mei]] [[2006]].
 
==Lihat pula==