Soekadio: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
PeragaSetia (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
PeragaSetia (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 38:
Soekadio pada awalnya merupakan perwira di [[Komando Daerah Militer V/Brawijaya|Kodam VII/Brawijaya]], sebelum dipindahtugaskan ke [[Komando Daerah Militer VI/Mulawarman|Kodam IX/Mulawarman]]. Dia kemudian menjadi pejabat sementara [[Komando Daerah Militer VI/Mulawarman|Pangdam IX/Mulawarman]] pada tahun 1965, menggantikan Brigjen [[Soemitro]] yang diangkat menjadi Asisten Operasi pada Mabad (Markas Besar Angkatan Darat) di [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]]. Sebagai perwira dari Kodam Brawijaya, dia dapat dengan mudah menjaga loyalitas para perwira Kodam Mulawarman pasca peristiwa [[Gerakan 30 September]], yang sebagian besar perwiranya memang berasal dari Kodam tersebut. Soekadio kemudian secara resmi digantikan oleh Brigjen [[Mung Parhadimulyo]] yang ditunjuk untuk menjadi Pangdam yang baru.{{sfn|Magenda|2010|p=96}}
 
Soekadio kemudian ditunjuk menjadi [[Daftar Gubernur Kalimantan Timur|Pejabat Gubernur Kalimantan Timur]] pada tanggal 22 September 1966, menggantikan Gubernur [[Abdoel Moeis Hassan]] oleh Menteri Dalam Negeri [[Basuki Rahmat]].{{sfn|Magenda|2010|p=99}} Meski demikian, pada kenyataannya, Soekadio sudah memegang kendali politik sejak September 1965 sebagai Kepala Staf Kodam IX/Mulawarman (Kasdam Mulawarman). Dia memberi keleluasaan kepada mahasiswa dan pelajar dari [[Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia|KAMI]] dan [[Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia|KAPPI]] untuk mengadakan demonstrasi dan aksi massa. Selain karena sikap [[Mung Parhadimulyo|Mung]] yang bersimpati dengan para mahasiswa, dia juga melakukan hal ini untuk menyaingi Gubernur [[Abdoel Moeis Hassan]] dan [[Partai Nasional Indonesia|PNI]] yang terpusat di Samarinda, serta memperoleh kursi gubernur.{{sfn|Magenda|2010|p=98}}
 
Sekalipun memperoleh dukungan dari Pangdam IX/Mulawarman, Brigjen [[Mung Parhadimulyo]], dan seluruh jajaran Kodam tersebut, kedudukan politik Soekadio lemah karena sebelumnya telah menjadi Kepala Staf Kodam (Kasdam) pada masa Brigjen [[Soehario Padmodiwirio]], yang tidak populer di kalangan etnis [[Suku Banjar|Banjar]]. Dengan cepat diaia ditentang oleh masyarakat Banjar, baik di [[Kota Samarinda|Samarinda]] maupun di Jawa. Mereka yang berada di Jawa bergerak melalui organisasi [[KPMKT]] (Keluarga Mahasiswa Pelajar Kalimantan Timur). PNI menjadi satu-satunya organisasi politik yang didominasi etnis Banjar yang tidak menentangnya.{{sfn|Magenda|2010|p=99}}
 
Sebagai tandingannya, mereka mengajukan Kolonel [[Abdoel Wahab Sjachranie|Abdoel Wahab Sjahranie]], seorang perwira beretnis Banjar yang saat itu bertugas di [[Kepala Staf TNI Angkatan Darat|Kasad]] di [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]]. Mereka tidak menginginkan seorang gubernur beretnis [[Suku Jawa|Jawa]], yang dirasa akan merugikan mereka seperti yang dilakukan oleh [[Soehario Padmodiwirio|Soehario]] saat menjabat sebagai Pangdam. Adapun bagi pemerintah, Sjahranie merupakan kandidat yang lebih menarik karena koneksinya yang lebih kuat dengan pemerintah pusat sekaligus statusnya sebagai "putra daerah", sekalipun dia berasal dari [[Kalimantan Selatan]].{{sfn|Magenda|2010|p=99}}