Nugroho Notosusanto: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 55:
Ayah Nugroho bernama [[Notosoesanto|R.P. Notosusanto]] yang merupakan seorang ahli hukum Islam, Fakultas Hukum, [[Universitas Gadjah Mada]] dan seorang pendiri UGM. Kakak Nugroho pensiunan [[Patih]] Rembang dan kakak tertua ayah Nugroho adalah pensiunan [[Bupati]] Rembang. Pangkat patih, apalagi bupati sangat sulit dicapai rakyat pribumi pada waktu itu di daerah pesisiran Rembang. Nugroho adalah anak pertama dari tiga bersaudara.
Ketika Nugroho sedang giat-giatnya dalam gerakan mahasiswa, ia berkenalan dengan Irma Savitri Ramelan (Lilik). Perkenalan itu kemudian diteruskan ke jenjang perkawinan pada tangal [[12 Desember]] [[1960]], di [[Hotel Indonesia]]. Istri Nugroho adalah keponakan ibu mantan [[Presiden RI]] Prof. Dr. [[B.J. Habibie]]. Dari perkawinan itu mereka dikaruniai tiga orang anak, yang pertama bernama Indrya Smita sudah tamat FIS UI, yang kedua Inggita Suksma, dan yang ketiga Narottama.
=== Pendidikan ===
Pendidikan yang pernah diperoleh Nugroho adalah ''Europeese Lagere School'' (ELS) tamat 1944, kemudian menyelesaikan SMP di [[Kabupaten Pati|Pati]] Tahun 1951, lalu tamat SMA di [[Kota Yogyakarta|Yogyakarta]]. Setamat SMA ia masuk Fakultas Sastra, Jurusan Sejarah, [[Universitas Indonesia]], dan tamat tahun 1960. Tahun 1962 ia memperdalam pengetahuan di bidang Sejarah dan Filsafat di [[University of London]]. Ketika tamat SMA, sebagai seorang prajurit muda ia dihadapkan pada dua pilihan, yaitu meneruskan karier militer dengan mengikuti pendidikan perwira ataukah menuruti apa yang diamanatkan ayahnya untuk menempuh karier akademis. Ayahnya dengan tekun dan sabar mengamati jejaknya. Ternyata, setelah 28 tahun, keinginan ayahnya terkabul meskipun sang ayah tidak sempat menyaksikan putranya dikukuhkan sebagai [[guru besar]] FSUI karena ayahnya telah wafat pada tanggal 30 April 1979. Dengan usaha yang sebaik-baiknya, amanat ayahnya kini telah diwujudkan meskipun kecenderungan pada karier militernya tidak pula tersisih. Pada tahun 1977 ia memperoleh gelar [[doktor]] dalam ilmu sastra bidang sejarah dengan tesis "The Peta Army During the Japanese Occupation in Indonesia", yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Tentara Peta pada Zaman Pendudukan Jepang di Indonesia. diterbitkan oleh penerbit Gramedia pada tahun 1979. Nugroho mendapat pendidikan di kota-kota besar seperti [[Kota Malang|Malang]], Jakarta, dan Yogyakarta.
=== Pengalaman kemiliteran ===
Pengalaman Nugroho Notosusanto di bidang kemiliteran, pernah menjadi angota [[Tentara Pelajar]] (TP) Brigade 17 dan TKR Yogyakarta. Sejak Nugroho menjadi anggota redaksi "Harian KAMI", ia semakin menjauh dari dunia sastra, akhirnya ia tinggalkan sama sekali. Ia kemudian beralih ke dunia sejarah dan tulisannya mengenai sejarah semakin banyak.
Baris 68 ⟶ 67:
Pada tahun 1981 namanya kembali disebut-sebut berkenaan dengan bukunya ''Proses Perumusan Pancasila Dasar Negara''. Buku ini menimbulkan polemik di berbagai media massa. Bahkan banyak pula yang mengecam buku itu sebagai pamflet politik.
=== Karier menulis ===
Nugroho dikenal sebagai penulis produktif. Di samping sebagai sastrawan dan pengarang, ia juga aktif menulis buku-buku ilmiah dan makalah dalam berbagai bidang ilmu, dan terjemahannya yang diterbitkan berjumlah dua puluh satu judul. Buku-buku itu sebagian besar merupakan lintasan sejarah dan kisah perjuangan militer. Wawasan yang mendalam tentang sejarah perjuangan ABRI menyebabkan ia mampu mengedit film yang berjudul ''[[Pengkhianatan G 30 S/PKI]]''.
Baris 75 ⟶ 74:
Nugroho juga aktif dalam berbagai pertemuan ilmiah baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Dalam tahun 1959-1976 tercatat empat kali pertemuan ilmiah internasional yang dihadirinya.
=== Karier di bidang pendidikan ===
Di bidang pendidikan, Nugroho banyak memegang peranan penting. Ia pernah menjadi Pembantu [[Dekan]] Bidang Kemahasiswaan FSUI, menjadi Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan, UI. Tahun 1971-1985 Nugroho menjadi wakil Ketua Harian Badan Pembina Pahiawan Pusat. Ketika Nugroho dilantik menjadi [[Rektor]] UI, ia disambut dengan kecemasan dan caci maki para mahasiswa UI. Mahasiswa menganggap Nugroho adalah seorang militer dan merupakan orang pemerintah yang disusupkan ke dalam kampus untuk mematikan kebebasan kehidupan mahasiswa.
Pada tanggal [[19 Maret]] [[1983]], Nugroho dilantik menjadi [[Daftar Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia|Menteri Pendidikan dan Kebudayaan]] [[Republik Indonesia]] dalam [[Kabinet Pembangunan IV]]. Ia dikenal sebagai orang yang kaya ide, karena semasa menjadi menteri, ia mencetuskan banyak gagasan, seperti konsep wawasan almamater, Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa, Pendidikan Humaniora. Di samping itu, banyak jasa-jasanya dalam dunia pendidikan karena ia yang mengubah kurikulum menghapus jurusan di SMA, sistem seleksi penerimaan mahasiswa baru ([[Sipenmaru]]). Walaupun Nugroho hanya dua tahun menjabat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, banyak hal yang telah digarapnya, yaitu [[Universitas Terbuka]] (UT) sebagai perguruan tinggi negeri yang paling bungsu di Indonesia. Program [[Wajib Belajar]], [[Orang Tua Asuh]], dan pendidikan kejuruan di sekolah menengah. Nugroho adalah satu-satunya menteri yang mengeluarkan Surat Keputusan mengenai tata laksana upacara resmi dan tata busana perguruan tinggi. Akan tetapi, sebelum SK ini terlaksana Nugroho telah dipanggil Tuhan Yang Maha Esa.
=== Penghargaan ===
Puncak pengakuan atas sumbangan Nugroho terhadap bangsa Indonesia adalah diberikannya [[Bintang Dharma]], [[Bintang Gerilya]], [[Bintang Yudha Dharma|Bintang Yudha Dharma Nararya]], [[Satyalancana Penegak]].
=== Karier sebagai sastrawan ===
Pengarang yang dimasukkan [[H.B. Jassin]] ke dalam golongan sastrawan Angkatan 66 termasuk juga sastrawan angkatan baru (periode 1950-an) menurut versi [[Ajip Rosidi]] di antaranya adalah Nugroho Notosusanto.
Baris 102 ⟶ 101:
Dalam [[seminar]] kesusastraan yang diselenggarakan oleh FSUI tahun 1963, Nugroho membawakan makalahnya yang berjudul ''Soal Periodesasi dalam Sastra Indonesia''. Ia mengemukakan bahwa sesudah tahun 1950 ada periode kesusastraan baru yang tidak bisa lagi dimasukkan ke dalam periodisasi sebelumnya. Menurut Nugroho, pengarang yang aktif mulai menulis pada periode 1950-an adalah mereka yang mempunyai tradisi Indonesia sebagai titik tolaknya, dan juga mempunyai pandangan yang luas ke seluruh dunia.
=== Karier sebagai sejarawan dan kontroversinya ===
Sebagai seorang sejarawan, Nugroho dimanfaatkan oleh [[TNI|ABRI]] maupun [[Orde Baru]] untuk menulis sejarah menurut versi pihak-pihak tersebut.<ref>http://www.insideindonesia.org/edit68/Nugroho1.htm {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20080830042205/http://www.insideindonesia.org/edit68/Nugroho1.htm |date=2008-08-30 }} A soldier's historian: New Order generals needed new history books. Nugroho Notosusanto was their man.</ref> Pada [[1964]] ABRI menggunakan Nugroho untuk menyusun sejarah militer menurut versi militer karena khawatir bahwa sejarah yang akan disusun oleh pihak [[Front Nasional (Orde Lama)|Front Nasional]] yang dikenal sebagai kelompok [[sayap kiri|kiri]] pada masa itu akan menulis Peristiwa Madiun secara berbeda, sementara militer lebih suka melukiskannya sebagai suatu pemberontakan pihak [[komunisme|komunis]] melawan pemerintah.
Baris 228 ⟶ 227:
[[Kategori:Tokoh Jawa Tengah]]
[[Kategori:Tokoh dari Rembang]]
[[Kategori:Politikus Indonesia]]
[[Kategori:Menteri Indonesia]]
[[Kategori:Menteri Pendidikan Indonesia]]
▲[[Kategori:Politikus Indonesia]]
▲[[Kategori:Tokoh Angkatan 66]]
[[Kategori:Tokoh Orde Baru]]
[[Kategori:Penerima Bintang Mahaputera Adipradana]]
[[Kategori:Penerima Bintang Dharma]]
[[Kategori:Penerima Bintang Gerilya]]
|