Televisi di Indonesia: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
||
Baris 70:
Setelah melalui diskusi yang panjang, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran resmi berlaku; undang-undang ini merupakan undang-undang pertama yang membahas tentang penyiaran. Dalam undang-undang ini, seluruh lembaga penyiaran (termasuk televisi) terbagi dalam tiga jenis: "Lembaga Penyiaran Pemerintah" (dalam hal ini TVRI), "Lembaga Penyiaran Swasta" (dalam hal ini stasiun televisi swasta), dan "Lembaga Penyelenggara Siaran Khusus" (seperti penyedia layanan televisi berlangganan, layanan informasi audioteks/videoteks, layanan ''video-on-demand'' dan lainnya); dimana Lembaga Penyiaran Swasta dan Pemerintah keduanya berpusat di ibukota negara. Undang-undang ini juga mengamanatkan berdirinya "Televisi Siaran Internasional Indonesia" sebagai bagian dari Lembaga Penyiaran Pemerintah, namun hingga undang-undang ini digantikan pada akhir 2002 televisi ini tidak bersiaran.<ref>{{cite web |url=https://ngada.org/uu24-1997bt.htm |title=UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENYIARAN |website=tana ngada - database peraturan |accessdate=15 Mei 2021 |archive-date=2021-07-26 |archive-url=https://web.archive.org/web/20210726155035/https://ngada.org/uu24-1997bt.htm |dead-url=yes }}</ref> Sesungguhnya, dalam pembahasan RUU ini yang dilakukan sejak 1994, terdapat usulan-usulan yang cukup reformis (dan kemudian akan dimasukkan dalam UU Penyiaran No. 32/2002) seperti pembatasan siaran (hanya diizinkan bersiaran nasional sebesar 50% dari wilayah Indonesia dan sisanya harus siaran berjaringan); adanya hak beriklan bagi TVRI; dibentuknya Badan Pertimbangan dan Pengendalian Penyiaran Nasional (BP3N), suatu lembaga yang memiliki kewenangan atas penyiaran di Indonesia seperti dalam izin siaran dan diisi oleh tokoh masyarakat; dan pembatasan izin siaran selama 5 tahun. Namun, kemudian karena tekanan kuat dari Presiden Soeharto dan industri pertelevisian, maka ide-ide tersebut disingkirkan atau dimodifikasi menjadi lebih akomodatif pada pemerintah dalam UU final. Pasca Orde Baru runtuh, akibat citranya yang terlalu otoriter, maka UU ini akhirnya mulai diusahakan untuk diubah.<ref name="armando"/><ref>[https://musa666.wordpress.com/2011/03/30/kontroversi-sistem-penyiaran-indonesia/ Kontroversi Sistem Penyiaran Indonesia]</ref>
Pada 16 Januari 1994, penyedia [[televisi satelit]] Indovision (kini [[MNC Vision]]), yang dioperasikan oleh PT Matahari Lintas Cakrawala (milik PT [[Datakom Asia]] milik [[Peter F. Gontha]], [[Bambang Trihatmodjo]], [[Anthony Salim]] dkk{{efn|Secara spesifik, struktur kepemilikan PT Datakom Asia terdiri dari:<br>PT Asriland (Bambang Trihatmodjo): 33,3%<br>PT Lembahsubur Adipertiwi (Anthony Salim): 28,57%<br>PT Persada Giri Abadi (Peter F. Gontha): 24,23%<br>PT Azbindo Nusantara ([[Aziz Mochdar]]): 6,88%<br>PT [[
* Sebuah perusahaan (tidak diketahui namanya) yang dimiliki oleh [[Siti Hardiyanti Rukmana]];<ref>[https://forum.detik.com/acara-televisi-jadul-t59526p389.html TELEVISI: BERLAGA MEREBUT PASAR DI LANGIT BIRU]</ref>
* PT Pilar Multimedia Nusantara, milik [[Hutomo Mandala Putra]] (dengan merek Astro);
|