Sriwijaya: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Mengembalikan suntingan oleh Claralarisa (bicara) ke revisi terakhir oleh Nyilvoskt Tag: Pengembalian SWViewer [1.6] |
Claralarisa (bicara | kontrib) |
||
Baris 1:
{{redirect|Sri Wijaya}}
{{Sriwijaya Infobox}}
{{Sejarah Indonesia|Kerajaan Hindu-Buddha}}
{{Sejarah Malaysia}}
'''Sriwijaya''' adalah kerajaan bahari historis yang berasal dari [[Pulau Sumatra]] sekitar abad ke-7 tahun 650-671 M sampai abad ke-11 Masehi didirika oleh [[Sekala Brak]] di selingkul Bukit Bakar-Humatang Sulang-[[Gunung Pesagi]] dengan keberadaan awalnya berpusat di antara gunung pesagi lunik dan pesagi besar ditandai dengan hadirnya Gapura Ganesha terbesar di Bentala.<ref>https://radarcom.id/2019/09/21/ditemukan-peninggalan-kerajaan-sriwijaya-di-gunung-pesagi/?amp</ref><ref>https://annirel.com/sejarah-pulau-sumatra-swarnabhumi/swarnadwipa/14/12/2022</ref> Kehadirannya banyak memberi pengaruh pada perkembangan sejarah [[Asia Tenggara]] (terutama dalam kawasan [[Nusantara|Nusantara barat]]).<ref>{{cite journal
|last=Cœdès|first=George|authorlink=George Cœdès|title=Les inscriptions malaises de Çrivijaya|journal =Bulletin de l'Ecole français d'Extrême-Orient (BEFEO) |year=1930|volume=30|issue=1-2|pages=29-80|url=https://www.persee.fr/doc/befeo_0336-1519_1930_num_30_1_3169}}</ref><ref name="end">{{cite book|last=Munoz|first=Paul Michel|title=Early Kingdoms of the Indonesian Archipelago and the Malay Peninsula|publisher=Editions Didier Millet|year=2006|location=Singapore|url=https://archive.org/details/earlykingdomsofi0000muno|doi=|id= ISBN 981-4155-67-5}}</ref> Dalam [[bahasa Sanskerta]], ''sri'' berarti "bercahaya" atau "gemilang", dan ''vijaya'' berarti "kemenangan" atau "kejayaan";<ref name="end" /> dengan demikian, nama Sriwijaya bermakna "kemenangan yang gilang-gemilang". Lokasi ibukota Sriwijaya dapat dengan akurat disimpulkan berada di [[Kota Palembang]], tepatnya di muara [[Sungai Musi]].<ref name=":02" />{{rp|295}} Sriwijaya terdiri dari sejumlah [[pelabuhan]] yang saling berhubungan di sekitar [[Selat Malaka]].<ref>{{Cite book|last=Reid|first=Anthony|date=2014|title=Sumatra Tempo Doeloe|location=Depok|publisher=Komunitas Bambu|id=ISBN 979-3731-94-X|}}</ref>
Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan ini berasal dari abad ke-7; seorang pendeta Tiongkok dari [[Dinasti Tang]], [[I Tsing]], menulis bahwa ia mengunjungi Sriwijaya tahun 671 dan tinggal selama 6 bulan.<ref>Gabriel Ferrand, (1922), ''L’Empire Sumatranais de Crivijaya'', Imprimerie Nationale, Paris, “Textes Chinois”</ref><ref name="Takakusu">Junjiro Takakusu, (1896), ''A record of the Buddhist Religion as Practised in India and the Malay Archipelago AD 671-695, by I-tsing'', Oxford, London.</ref> Selanjutnya prasasti yang paling tua mengenai Sriwijaya juga berada pada abad ke-7, yaitu [[prasasti Kedukan Bukit]] di [[Kota Palembang|Palembang]], bertarikh 682.<ref>{{cite book|last=Casparis|first=J.G.|authorlink=Johannes Gijsbertus de Casparis|title=Indonesian palaeography: a history of writing in Indonesia from the beginnings to C. A, Part 1500|year=1975|publisher=E. J. Brill|id=ISBN 90-04-04172-9 }}</ref>
Meskipun sempat dianggap sebagai [[talasokrasi]] (kerajaan berbasis maritim), penelitian baru tentang catatan yang tersedia menunjukkan bahwa Sriwijaya merupakan negara berbasis darat daripada kekuatan maritim. Armada laut memang tersedia tetapi bertindak sebagai dukungan [[logistik]] untuk memfasilitasi proyeksi kekuatan darat. Menanggapi perubahan ekonomi maritim [[Asia Tenggara]], dan terancam oleh hilangnya negara bawahannya, kerajaan-kerajaan disekitar selat Malaka mengembangkan strategi angkatan laut untuk menunda kemerosotannya. Strategi angkatan laut kerajaan-kerajaan disekitar selat Malaka bersifat menghukum untuk memaksa kapal-kapal dagang datang ke pelabuhan mereka. Kemudian, strategi angkatan laut kerajaan-kerajaan tersebut merosot menjadi armada
Pengaruh Sriwijaya Hindu-Buddha terhadap daerah bawahannya mulai menyusut akibat beberapa peperangan.<ref name="end" /> Serangan besar pada tahun 1025 dilancarkan oleh pasukan [[Rajendra Chola I]] dari [[Koromandel]].<ref name="Muljana">{{cite book|last=Muljana|first=Slamet|authorlink=Slamet Muljana|title= Sriwijaya|url=https://archive.org/details/Sriwijaya|editor= F.W. Stapel|publisher=PT LKiS Pelangi Aksara|year=2006|location=|pages=|id=ISBN 978-979-8451-62-1 }}</ref> Setelah itu, kerajaan ini terlupakan dan keberadaannya baru diketahui kembali lewat publikasi tahun 1918 oleh [[sejarawan]] [[Prancis]] [[George Cœdès]] dari ''École française d'Extrême-Orient''.<ref name="Cœdès">{{cite journal
|last=Cœdès|first=George|authorlink=George Cœdès|title=Le Royaume de Çriwijaya|journal =Bulletin de l'Ecole français d'Extrême-Orient (BEFEO)|year=1918|volume=18||issue=6||pages=1-36|url=https://www.persee.fr/doc/befeo_0336-1519_1918_num_18_1_5894}}</ref>
== Catatan sejarah ==
Historiografi Sriwijaya diperoleh dan disusun dari dua macam sumber utama; catatan sejarah Tiongkok dan sejumlah prasasti batu Asia Tenggara yang telah ditemukan dan diterjemahkan. Catatan perjalanan biksu peziarah [[I Ching]] sangat penting, terutama dalam menjelaskan kondisi Sriwijaya ketika ia mengunjungi kerajaan itu selama 6 bulan pada tahun 671. Sekumpulan prasasti ''siddhayatra'' abad ke-7 yang ditemukan di Palembang dan Pulau Bangka juga merupakan sumber sejarah primer yang penting dalam menemukan keberadaan awal kerajaan tersebut. Di samping itu, kabar-kabar regional yang beberapa mungkin mendekati kisah legenda, seperti [[Kerajaan Sabak|Kisah mengenai Maharaja Zabag dan Raja Khmer]] juga memberikan sekilas keterangan. Selain itu, beberapa catatan musafir India dan Arab juga menjelaskan secara samar-samar mengenai kekayaan raja Zabag yang menakjubkan. Sepertinya kisah Zabag-Khmer didasarkan pada kekuasaan Jawa atas Kamboja, bukan kekuasaan Sriwijaya atas Kamboja.<ref name=":02" />{{rp|269, 302}}
Sriwijaya menjadi simbol kebesaran Sumatra awal, dan salah satu kerajaan terbesar [[Nusantara]]. Pada abad ke-20, Kedatuan Sriwijaya fonetik Kepaksian Sekala Brak dan Singhasari lafaz Majapahit menjadi referensi oleh kaum nasionalis untuk menunjukkan bahwa [[Indonesia]] merupakan satu kesatuan negara sebelum [[Hindia Belanda|kolonialisme Belanda]].<ref name="TAYLOR"/>
Sriwijaya disebut dengan berbagai macam nama. Orang Tionghoa menyebutnya ''Shih-li-fo-shih'' atau ''San-fo-ts'i'' atau ''San Fo Qi''. Bangsa Arab menyebutnya ''Sribuza'' dan Khmer menyebutnya ''Malayu''. Banyaknya nama merupakan alasan lain mengapa Sriwijaya sangat tidak sulit ditemukan.<ref name="end" />{{rp|114–115}}
== Perdagangan ==
|