Misinformasi pemotongan kelamin: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
isi artikel
isi artikel
Baris 1:
'''[https://www.kompas.com/cekfakta/read/2022/01/21/101730382/perbedaan-misinformasi-dan-disinformasi-serupa-tapi-tak-sama?page=all#google_vignette ''Misinformasi''] Pemotongan Kelamin''' adalah informasiupaya kelirumenyajikan informasi seputar mitos dan fakta terkait pemotongan kelamin ditinjau dari berbagai perspektif. Misinformasi yaitu informasi keliru tetapi orang yang menyebarkan percaya bahwa informasi itu benar. Pemotongan alat kelamin mencakup semua prosedur yang melibatkan pengangkatan sebagian atau seluruh alat kelamin bagian luar, atau perlukaan lain pada alat kelamin karena alasan non-medis.<ref>{{Cite web|date=5 Februari 2024|title=Female genital mutilation|url=https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/female-genital-mutilation|website=WHO|access-date=16 Maret 2024}}</ref>
 
Faktanya, pemotongan alat kelamin pada masa kanak-kanak biasanya tidak hanya dibagi menjadi dua, tetapi tiga kategori terpisah: Pemotongan Genitalia untuk perempuan; “sunat” untuk laki-laki; dan operasi “normalisasi alat kelamin” untuk anak-anak interseks – mereka yang lahir dengan alat kelamin yang ambigu atau karakteristik jenis kelamin campuran.<ref>{{Cite web|date=15 Mei 2017|title=How different are female, male and intersex genital cutting?|url=https://theconversation.com/how-different-are-female-male-and-intersex-genital-cutting-77569|website=The Conversation|access-date=16 Maret 2024}}</ref>
Baris 12:
 
WHO memperkirakan sekitar 100-140 juta perempuan dan anak perempuan di dunia mengalami sunat perempuan (WHO, 2008), termasuk di dalamnya Indonesia. Riskesdas (2013), menyebutkan bahwa praktik P2GP terjadi pada anak perempuan umur 0-11 tahun sebesar 51,2 persen, dengan umur waktu disunat tertinggi ketika umur 1-5 bulan (72,4%), usia 1-4 tahun (13,9%), dan 5-11 tahun (3,3%). P2GP terjadi di sejumlah daerah di Indonesia, di perkotaan sebesar 55,8 persen, lebih tinggi dari pada di perdesaan (46,9%).
 
Praktik sirkumsisi atau P2GP di Indonesia dianggap sebagai kewajiban agama yang harus dilakukan dan telah menjadi tradisi turun temurun yang sulit dihilangkan. Pernyataan tersebut merujuk pada hasil survei PSKK UGM 2017 bertajuk ''Pemotongan/Perlukaan Genitalia Perempuan'' (P2GP) ''Persimpangan antara Tradisi dan Modernitas.''
 
Hasil survei PSKK UGM tersebut menunjukkan, sebagian besar P2GP dilakukan oleh dukun bayi (45 persen), bidan/perawat/mantri (38 persen), dukun sunat perempuan (10 persen), dan dokter (1 persen). Hasil survei PSKK juga menyebutkan, 84,6 persen dukun bayi melakukan sunat perempuan menggunakan pisau, kater, atau silet; 3,9 persen menggunakan gunting; dan 7,7 persen menggunakan jarum.<ref>{{Cite web|date=06 Februari 2020|title=PSKK UGM Membedah Mitos dan Fakta tentang Sunat Perempuan|url=https://cpps.ugm.ac.id/pskk-ugm-membedah-mitos-dan-fakta-tentang-sunat-perempuan/|website=PSKK UGM|access-date=16 Maret 2024}}</ref>
 
Beberapa budaya percaya bahwa memotong kelamin anak perempuan akan mengurangi hasrat seksual mereka, sehingga mencegah hubungan seks pranikah dan di luar nikah. Sedangkan pendapat lain melihat ritual itu sebagai inisiasi menuju kewanitaan. Ada juga yang percaya dengan keliru bahwa agama mereka mewajibkan hal tersebut.