Diponegoro: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Kanzcech (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Kanzcech (bicara | kontrib)
Baris 59:
Pangeran Diponegoro mulai menaruh perhatian pada masalah keraton ketika dirinya ditunjuk menjadi salah satu anggota perwalian untuk mendampingi Sultan [[Hamengkubuwana V]] (1822) yang saat itu baru berusia 3 tahun. Karena baru berusia 3 tahun, pemerintahan keraton sehari-hari dikendalikan oleh Patih [[Danureja IV]] dan Residen Belanda. Pangeran Diponegoro tidak menyetujui cara perwalian seperti itu, sehingga dia melakukan protes.<ref name=":9" />
 
== Nama dan gelar kepangeranan ==
Raden Mas Muntahar menerima nama dewasa dan gelar Raden Antawirya pada 3 September 1805 di usia 20 tahun.{{Sfn|Carey|2017|p=18}} Di usia 20 tahun itu Diponegoro memulai perjalanan spiritual ke Pantai Selatan. Selama perjalanan itu ia mengganti namanya menjadi Syekh Ngabdurahim yang diambil dari bahasa Arab Shaykh 'Abd al-Rahim yang kemungkinan diusulkan oleh penasihat spiritualnya di Tegalrejo. Nama samaran ini digunakannya agar tidak dikenali orang dan sebagai tanda bahwa ia ingin menjadi santri.{{Sfn|Carey|2017|p=56}}
 
Nama Islamnya adalah Abdul Hamid atau Ngabdulkamit.<ref name=":5" /> Dalam Babad Dipanegara disebutkan bahwa Diponegoro mendengar suara gaib yang memanggilnya dengan Ngabdulkamit. Nama Ngabdulkamit ini disandang oleh Diponegoro dan digabungkan dengan gelar Sultan Erucokro (Ratu Adil) selama Perang Jawa untuk menampilkan sosok dirinya sebagai Ratu Adil dan pemimpin agama. Selama pengasingannya di Manado, Diponegoro ingin dipanggil sebagai "Pangeran Ngabdulkamit". Dalam refleksi yang ditulis di Makassar, ia menyebut dirinya sebagai 'fakir' Ngabdulkamit.{{Sfn|Carey|2017|p=68-69}}
Nama Islamnya adalah Abdul Hamid.<ref name=":5" />
 
Setelah ayahnya naik takhta, Bendara Raden Mas Antawirya diwisuda sebagai pangeran dengan nama Bendara Pangeran Harya Dipanegara.
 
== Kehidupan pribadi ==
Dalam kehidupan sehari-harinya, Pangeran Diponegoro adalah pribadi yang menyukai sirih dan rokok sigaret Jawa yang dilinting khusus dengan tangan, mengoleksi emas, dan berkebun. Bahkan, di tempat persemediannya di [[Selorejo, Girimarto, Wonogiri|Selarejo]] dan Selarong, kebun yang dimilikinya ditanami bunga, sayur-sayuran, buah-buahan, ikan, kura-kura, burung tekukur, buaya hingga harimau.<ref name=":1">{{Cite web|url=https://historia.id/kuno/articles/tujuh-kebiasaan-pangeran-diponegoro-yang-belum-diketahui-banyak-orang-DwR8O|title=Tujuh Kebiasaan Pangeran Diponegoro yang Belum Diketahui Banyak Orang|last=|first=|date=|website=Historia.id|language=id|access-date=2020-03-20}}</ref>