Perang Diponegoro: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Kanzcech (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Kanzcech (bicara | kontrib)
Baris 71:
Serangan-serangan besar rakyat pribumi selalu dilaksanakan pada bulan-bulan [[hujan|penghujan]]. Bila musim penghujan tiba, gubernur Belanda akan melakukan usaha-usaha untuk gencatan senjata dan berunding, karena hujan tropis yang deras membuat gerakan pasukan mereka terhambat. Penyakit [[malaria]], [[disentri]], dan sebagainya merupakan "musuh yang tak tampak", melemahkan moral dan kondisi fisik bahkan merenggut nyawa pasukan mereka. Ketika gencatan senjata terjadi, Belanda akan mengonsolidasikan pasukan dan menyebarkan mata-mata dan provokator mereka bergerak di desa dan kota; menghasut, memecah belah dan bahkan menekan anggota keluarga para pengeran dan pemimpin perjuangan rakyat yang berjuang di bawah komando Pangeran Diponegoro. Namun pejuang pribumi tersebut tidak gentar dan tetap berjuang melawan Belanda.
 
Selain sosok Pangeran Diponegoro, diawaldi awal perang terdapat seorang bangsawan pendukung Diponegoro, lain yang bernamayakni Pangeran Serang II. Pada bulan Agustus hingga September 1825, ia menyerang posisi posisi pertahanan Belanda di sepanjang Pantai Utara Jawa, terutama di daerah Serang-Demak.{{Sfn|Carey|2014|p=308}} Adik ipar Diponegoro yang bernama Raden Tumenggung Ario Sosrodilogo ikut memberontak di Bojonegoro (1827-1828){{Sfn|Carey|2014|p=192}} menuju pesisir utara di mana ia berhasil merebut Rembang, Lasem, dan Tuban. Sayangnya pada Oktober 1828, Raden Sosrodilogo terpaksa menyerah kepada Belanda setelah ia kehabisan pasukan.[[Berkas:Aankomst van Dipo Negoro te Magelang.jpg|jmpl|Pencarian Diponegoro di Magelang.]]
Pada tahun [[1827]], Belanda melakukan penyerangan terhadap Diponegoro dengan menggunakan sistem benteng sehingga Pasukan Diponegoro terjepit. Pada tahun [[1829]], [[Kyai Madja|Kyai Mojo]], pemimpin spiritual pemberontakan, ditangkap. Menyusul kemudian Pangeran [[Mangkubumi]] dan panglima utamanya [[Sentot Prawirodirdjo|Alibasah Sentot Prawirodirjo]] menyerah kepada Belanda. Setelah perang terus berkelanjutan, akhirnya padaBelanda tanggal [[28 Maret]] [[1830]], Jenderal De Kock mengundangmenangkap Diponegoro untuk melakukan perundingan di Wisma Karesidenan Magelang. Namunpada Diponegoro28 justruMaret ditangkap1830, dankemudian Demengasingkan Kockke menghianatiBatavia kodeselama etik perundingan. Pangeran Diponegoro lalu diasingkan ke [[Manado]]sebulan, kemudiansebelum dipindahkan ke MakassarSulawesi hingga wafatnya di Benteng Rotterdam tanggal [[8 Januari]]akhir [[1855]].hayatnya
 
Adik ipar Diponegoro yang bernama Raden Tumenggung Ario Sosrodilogo ikut memberontak di Bojonegoro (1827-1828){{Sfn|Carey|2014|p=192}} menuju pesisir utara di mana ia berhasil merebut Rembang, Lasem, dan Tuban. Sayangnya pada Oktober 1828, Raden Sosrodilogo terpaksa menyerah kepada Belanda setelah ia kehabisan pasukan.
[[Berkas:Aankomst van Dipo Negoro te Magelang.jpg|jmpl|Pencarian Diponegoro di Magelang.]]
Pada tahun [[1827]], Belanda melakukan penyerangan terhadap Diponegoro dengan menggunakan sistem benteng sehingga Pasukan Diponegoro terjepit. Pada tahun [[1829]], [[Kyai Madja|Kyai Mojo]], pemimpin spiritual pemberontakan, ditangkap. Menyusul kemudian Pangeran [[Mangkubumi]] dan panglima utamanya [[Sentot Prawirodirdjo|Alibasah Sentot Prawirodirjo]] menyerah kepada Belanda. Setelah perang terus berkelanjutan, akhirnya pada tanggal [[28 Maret]] [[1830]], Jenderal De Kock mengundang Diponegoro untuk melakukan perundingan di Wisma Karesidenan Magelang. Namun Diponegoro justru ditangkap, dan De Kock menghianati kode etik perundingan. Pangeran Diponegoro lalu diasingkan ke [[Manado]], kemudian dipindahkan ke Makassar hingga wafatnya di Benteng Rotterdam tanggal [[8 Januari]] [[1855]].
 
[[Berkas:Gevecht bij Ploentaran.jpg|jmpl|Pertempuran di Pluntaran.]]
Berakhirnya Perang Jawa merupakan akhir perlawanan bangsawan Jawa. Perang Jawa ini banyak memakan korban dipihak pemerintah Hindia sebanyak 8.000 serdadu berkebangsaan Eropa, 7.000 [[pribumi]], dan 200.000 orang Jawa.<ref name="Ricklefs">M.C. Ricklefs: ''A History of modern Indonesia since 1300'', p.&nbsp;117.</ref> Setelah perang berakhir, jumlah penduduk Yogyakarta menyusut separuhnya.
 
Karena bagi sebagian orang Keraton Yogyakarta Diponegoro dianggap pemberontak, konon keturunan Diponegoro tidak diperbolehkan lagi masuk ke keraton hingga [[Sri Sultan Hamengkubuwono IX]] memberi amnesti bagi keturunan Diponegoro dengan mempertimbangkan semangat kebangsaan yang dipunyai Diponegoro kala itu. Kini anak cucu Diponegoro dapat bebas masuk keraton, terutama untuk mengurus silsilah bagi mereka, tanpa rasa takut akan diusir.
 
=== Peran kaum santri ===
Diponegoro menjalin hubungan erat dengan kaum santri melalui hubungan kekerabatan dan pernikahan. Nenek buyut Diponegoro, Ratu Ageng, yang mengasuhnya di Tegalrejo cenderung dekat dengan komunitas santri dan alim ulama di Yogyakarta dan sekitarnya. Didikan nenek buyutnya dan ulama yang mengajari agama Islam menjadikan Diponegoro muslim yang taat. Istri pertama Diponegoro yang dinikahi pada 1803 adalah [[Raden Ayu Madubrongto]], putri [[Kyai Gede Dadapan]], ulama terkemuka dari Desa Dadapan.{{Sfn|Carey|2017|p=26}}
Baris 99 ⟶ 92:
 
== Penangkapan dan pengasingan Diponegoro ==
Pada September 1829 terlihat jelas bahwa pasukan Diponegoro akan menderita kekalahan. Diponegoro pun bercerita ke Mangkubumi bahwa tak ada pilihan lain selain menjadi martir. Sebagian komandannya sudah menyerah atau dipaksa menyerahditangkap oleh pihak Belanda, sehingga hanya tersisa sedikit pengikutnya yang setia.
 
Namun, sang pangeran dan pengikutnya tidak menyerah begitu saja. Pangeran terus bergerilya selama 3 bulan sejak November 1829, keluar masuk hutan, menghindari kejaran Belanda. Belanda bahkan rela membayar 20 ribu gulden bagi siapa saja yang bisa menangkap Diponegoro. Meski demikian, Diponegoro dan pengikutnya selalu berhasil lolos. Belanda tak kehabisan akal, salah satu perwira Belanda, Kolonel Cleerens mendekati orang-orang kepercayaan Diponegoro untuk berunding. Di bulan Februari hingga Maret 1830 Diponegoro mulai terbuka terhadap negosiasi dengan pihak Belanda. Sayangnyapada tanggal [[28 Maret]] [[1830]], BelandaJenderal malahDe menangkapKock mengundang Diponegoro untuk melakukan perundingan di Wisma Karesidenan Magelang. padaNamun 28Diponegoro Maretjustru 1830ditangkap, kemudiandan mengasingkanDe keKock Bataviamenghianati selamakode sebulanetik perundingan. Pangeran Diponegoro lalu diasingkan ke [[Manado]], sebelumkemudian dipindahkan ke SulawesiMakassar hingga akhirwafatnya di Benteng Rotterdam tanggal [[8 Januari]] hayatnya[[1855]].{{Sfn|Carey|2017|p=344}}
 
Mengenai penangkapannya ini, Diponegoro merasa dikhianati oleh pihak Belanda, terutama Kolonel Cleerens dan Letnan Jenderal De Kock. Diponegoro sebenarnya sudah menduga penangkapannya akan terjadi. Namun, ia merasa kecewa dengan sikap pihak Belanda yang awalnya bersedia memenuhi tuntutan-tuntutannya, tetapi akhirnya berbalik arah menangkapnya. Ia datang ke Magelang dengan maksud untuk berunding dan ia seharusnya diberi kebebasan penuh untuk pergi jika tidak mencapai kesepakatan. Nyatanya, Belanda sebenarnya tidak pernah bermaksud membiarkan Pangeran Diponegoro lolos karena ia telah menjadi sumber ancaman besar bagi Belanda selama 5 tahun perang.{{Sfn|Carey|2017|p=362-368}}
 
== Dampak perang ==
Berakhirnya Perang Jawa merupakan akhir perlawanan bangsawan Jawa. Perang Jawa ini banyak memakan korban dipihak pemerintah Hindia sebanyak 8.000 serdadu berkebangsaan Eropa, 7.000 [[pribumi]], dan 200.000 orang Jawa.<ref name="Ricklefs">M.C. Ricklefs: ''A History of modern Indonesia since 1300'', p.&nbsp;117.</ref> Setelah perang berakhir, jumlah penduduk Yogyakarta menyusut separuhnya.
 
Setelah perang Diponegoro, pada tahun 1832 seluruh raja dan bupati di Jawa tunduk menyerah kepada Belanda kecuali bupati Ponorogo Warok Brotodiningrat III, justru hendak menyerang seluruh kantor Belanda yang berada di kota-kota karesidenan Madiun dan di jawa tengah seperti Wonogori, karanganyar yang banyak di huni oleh Warok<ref>{{Cite web|date=2014-05-11|title=Warok Ponorogo, dari rebutan gemblak lalu merebut kemerdekaan|url=https://www.merdeka.com/peristiwa/warok-ponorogo-dari-rebutan-gemblak-lalu-merebut-kemerdekaan.html|website=merdeka.com|language=en|access-date=2022-08-31}}</ref>.
 
Dalam catatan Belanda, para Warok yang memiliki kemampuan berperang sangat tangguh bagi pasukan Belanda. Maka dari itu untuk menghindari yang merugikan pihak Belanda, terjadi sebuah kesepakatan untuk di buatkanlah kantor Bupati di pusat Kota Ponorogo, serta fasilatas penunjang seperti jalan beraspal, rel kereta api, kendaran langsung dari Eropa seperti Mobil, motor hingga sepeda angin berbagai merek, maka tidak heran hingga saat ini kota dengan jumlah sepeda tua terbanyak berada di Ponorogo yang kala itu di gunakan oleh para Warok juga.<ref>{{Cite web|title=Ponorogo Tempatnya Sepeda Onthel Kuno|url=https://www.tribunnews.com/regional/2014/06/10/ponorogo-tempatnya-sepeda-onthel-kuno|website=Tribunnews.com|language=id-ID|access-date=2022-08-31}}</ref>
 
Karena bagi sebagian orang Keraton Yogyakarta Diponegoro dianggap pemberontak, konon keturunan Diponegoro tidak diperbolehkan lagi masuk ke keraton hingga [[Sri Sultan Hamengkubuwono IX]] memberi amnesti bagi keturunan Diponegoro dengan mempertimbangkan semangat kebangsaan yang dipunyaidimiliki Diponegoro kala itu. Kini anak cucu Diponegoro dapat bebas masuk keraton, terutama untuk mengurus silsilah bagi mereka, tanpa rasa takut akan diusir.
 
=== Perang Padri II ===