Bahasa Makassar: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Swarabakti (bicara | kontrib)
Swarabakti (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Baris 228:
Tekanan umumnya diberikan pada suku kata [[ultima|penultima]] (kedua dari akhir) dari sebuah kata dasar. Dalam kata ulang, tekanan sekunder akan diberikan pada unsur pertama, contohnya pada kata ''ammèkang-mékang'' {{IPA|/amˌmekaŋˈmekaŋ/}} 'memancing-mancing (secara tidak serius)'.{{sfnp|Tabain|Jukes|2016|p=108}}{{sfnp|Jukes|2005|p=651–652}} Sufiks umumnya dihitung sebagai bagian dari unsur fonologis yang diberikan tekanan, sementara enklitik tidak dihitung (ekstrametrikal).{{sfnp|Tabain|Jukes|2016|p=108}}{{sfnp|Jukes|2020|p=101}} Kata ''gássing'' 'kuat', misalnya, jika ditambah sufiks benefaktif ''-ang'' akan menjadi ''gassíngang'' 'lebih kuat dari' dengan tekanan pada suku kata penultima, tetapi jika diberi enklitik pemarkah persona pertama ''=aʼ'' akan menjadi ''gássingaʼ'' 'saya kuat', dengan tekanan pada suku kata antepenultima (ketiga dari akhir).{{sfnp|Basri|Broselow|Finer|1999|pp=25–26}}
 
[[Morfem]] lainnya yang dihitung sebagai bagian dari unsur yang diberi tekanan adalah klitik afiksal{{efn|"Klitik afiksal" atau "afiks frasa" merupakan sekumpulan [[morfem]] dalam bahasa Makassar yang memiliki sifat serupa afiks (karena dihitung untuk menentukan tekanan) maupun klitik (karena terikat dengan frasa alih-alih kata). Batas antara klitik afiksal dan morfem yang diimbuhinya ditandai dengan simbol ≡.{{sfnp|Jukes|2020|p=133–134}}}} pemarkah kepunyaan, seperti pada kata ''tedóng≡ku'' (kerbau≡{{gcl|1}}.{{gcl|POSS}}) 'kerbau saya'.{{sfnp|Jukes|2020|p=101}} Khusus untuk pemarkah [[ketakrifan|takrif]] (''definite marker'') ''≡a'', morfem ini dihitung sebagai bagian dari unsur yang diberi tekanan hanya jika kata dasar yang diimbuhinya berakhiran vokal seperti pada kata ''batúa'' 'batu (itu)'—bandingkan dengan pola tekanan pada ''kóngkonga'' 'anjing (itu)' yang kata dasarnya berakhiran konsonan.{{sfnp|Jukes|2005|pp=652, 656, 659}}{{sfnp|Basri|Broselow|Finer|1999|pp=27}} Sebuah kata dapat memiliki tekanan pada suku kata keempat terakhir jika kata tersebut diimbuhi kombinasi enklitik dwisilabis seperti ''=mako'' (''=ma'' {{gcl|PFV}} ''=ko'' {{gcl|2}}), contoh: ''náiʼmako'' 'naiknaiklah!'.{{sfnp|Jukes|2020|p=101}} Posisi tekanan juga dapat dipengaruhi proses degeminasi vokal, yaitu peleburan vokal identik lintas morfem menjadi satu. Misalnya, kata ''jappa'' 'jalan' jika ditambah imbuhan ''-ang'' akan menjadi ''jappáng'' 'berjalan dengan', dengan tekanan pada suku kata ultima (akhir).{{sfnp|Jukes|2005|p=652–653}}
 
Tekanan pada kata-kata dasar dengan VK-gema selalu terletak pada suku kata antepenultima, contohnya ''lápisiʼ'' 'lapis', ''bótoloʼ'' 'botol', ''pásaraʼ'', dan ''Mangkásaraʼ'' 'Makassar', karena suku kata dengan VK-gema bersifat ekstrametrikal.{{sfnp|Tabain|Jukes|2016|p=107}}{{sfnp|Jukes|2020|pp=107, 109}}{{sfnp|Basri|Broselow|Finer|1999|p=26}} Akan tetapi, pengimbuhan sufiks ''-ang'' dan ''-i'' akan menghapus suku kata epentetis ini dan memindahkan tekanannya ke posisi penultima, seperti pada kata ''lapísi'' 'lapisi'.{{sfnp|Jukes|2005|p=653}} Penambahan klitik afiksal pemarkah kepunyaan juga memindahkan tekanan ke posisi penultima, tetapi tidak menghapus suku kata epentetis ini, seperti pada kata ''botolóʼna'' 'botolnya'. Sementara, penambahan pemarkah takrif dan enklitik tidak menghapus suku kata ini maupun mengubah posisi tekanan, seperti pada kata ''pásaraka'' 'pasar (itu)' dan ''appásarakaʼ'' 'saya pergi ke pasar'.{{sfnp|Jukes|2020|p=108}}{{sfnp|Basri|Broselow|Finer|1999|pp=26–27}}