Batavia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Adnan Chaldun (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Adnan Chaldun (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Baris 56:
 
== Sejarah ==
[[Berkas:Andries Beeckman - The Castle of Batavia.jpg|jmpl|300x300px|''Kastil Batavia, dilihat dari Kali Besar Barat'' oleh [[Andries Beeckman]], sekitar tahun 1656-16581656–1658]]
=== Sunda Kelapa ===
Bukti tertua mengenai eksistensi permukiman penduduk yang sekarang bernama Jakarta adalah Prasasti Tugu yang tertanam di desa Batu Tumbuh, Jakarta Utara. Prasasti tersebut berkaitan dengan 4 prasasti lain yang berasal dari zaman kerajaan Hindu, [[Tarumanegara]] ketika diperintah oleh [[Raja Purnawarman]]. Berdasarkan [[Prasasti Kebon Kopi]], nama [[Sunda Kalapa]] (Sunda Kelapa) sendiri diperkirakan baru muncul abad sepuluh.
Baris 63:
 
=== Jayakarta ===
Pelabuhan Sunda Kalapa diserang oleh tentara [[Kesultanan Demak]] pada [[1526]], yang dipimpin oleh [[Fatahillah]], Panglima Perang asal [[Gujarat]], [[India]], dan jatuh pada [[22 Juni]] [[1527]], dan setelah berhasil direbut, namanyapunnamanya pun diganti menjadi '''Jayakarta'''. Setelah Fatahillah berhasil mengalahkan dan mengislamkan Banten, Jayakarta berada di bawah kekuasaan Banten, yang kini menjadi kesultanan. Orang Sunda yang membelanya dikalahkan dan mundur ke arah [[Bogor]]. Sejak itu, dan untuk beberapa dasawarsa abad ke-16, [[Jayakarta]] dihuni orang [[Banten]] yang terdiri dari orang yang berasal dari Demak dan [[Cirebon]].
 
Sampai [[Jan Pieterszoon Coen]] menghancurkan [[Jayakarta]] ([[1619]]), orang Banten bersama saudagar Arab dan [[Tionghoa]] tinggal di muara [[Ciliwung]]. Selain orang Tionghoa, semua penduduk ini mengundurkan diri ke daerah kesultanan Banten waktu Batavia menggantikan Jayakarta ([[1619]]).
Baris 75:
Ketika Jan Pieterszoon Coen menjadi Gubernur Jenderal ([[1618]]–[[1623]]), ia mendirikan lagi bangunan serupa Nassau Huis yang dinamakan ''Mauritius Huis'', dan membangun tembok batu yang tinggi, di mana ditempatkan beberapa meriam. Tak lama kemudian, ia membangun lagi tembok setinggi 7 meter yang mengelilingi areal yang mereka sewa, sehingga kini benar-benar merupakan satu benteng yang kokoh, dan mulai mempersiapkan untuk menguasai Jayakarta.
 
Dari basis benteng ini pada [[30 Mei]] [[1619]] Belanda menyerang Jayakarta, yang memberi mereka izin untuk berdagang, dan membumihanguskan keraton serta hampir seluruh pemukimanpermukiman penduduk. Berawal hanya dari bangunan separuh kayu, akhirnya Belanda menguasai seluruh kota. Semula Coen ingin menamakan kota ini sebagai ''Nieuwe Hollandia'', namun ''De Heeren Zeventien'' di Belanda memutuskan untuk menamakan kota ini menjadi '''Batavia''', untuk mengenang orang Batavia.
 
Jan Pieterszoon Coen menggunakan semboyan hidupnya “Dispereert niet, ontziet uw vijanden niet, want God is met ons” menjadi semboyan atau motto kota Batavia, singkatnya “Dispereert niet” yang berarti “Jangan putus asa”.
 
Pada [[4 Maret]] [[1621]], pemerintah ''Stad Batavia'' (kota Batavia) dibentuk{{ref|sejarahpemerintah}}. Jayakarta dibumiratakan dan dibangun [[benteng]] yang bagian depannya digali parit. Di bagian belakang dibangun gudang juga dikitari parit, pagar besi dan tiang-tiang yang kuat. Selama 8 tahun kota Batavia sudah meluas 3 kali lipat. Pembangunannya selesai pada tahun [[1650]]. Kota Batavia sebenarnya terletak di selatan Kastilkastil yang juga dikelilingi oleh tembok-tembok dan dipotong-potong oleh banyak parit.
 
Pada awal abad ke-17 perbatasan antara wilayah kekuasaan [[Banten]] dan Batavia mula-mula dibentuk oleh [[Kali Angke]] dan kemudian [[Kali Cisadane]]. Kawasan sekitar Batavia menjadi kosong. Daerah di luar benteng dan tembok kota tidak aman, antara lain karena gerilya Banten dan sisa prajurit [[Mataram]] ([[1628]]-[[1629]]) yang tidak mau pulang.
 
Beberapa persetujuan bersama dengan Banten ([[1659]] dan [[1684]]) dan Mataram ([[1652]]) menetapkan daerah antara Cisadane dan [[Citarum]] sebagai wilayah kompeni. Baru pada akhir abad ke-17 daerah Jakarta sekarang mulai dihuni orang lagi, yang digolongkan menjadi kelompok budak belian dan orang [[pribumi]] yang bebas.