Poerbatjaraka: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Perbaikan tata bahasa dan tanda baca Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Perbaikan tata bahasa dan tanda baca Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
Baris 76:
Sekembalinya ke Batavia pada tahun 1927, ia diberi pekerjaan di Museum Gajah sebagai kurator naskah manuskrip dan diberi tugas untuk mengkatalogisasi semua naskah Jawa. Sebenarnya, ia ingin mengajar pada [[Algemeene Middelbare School|AMS]] Surakarta tetapi tidak diberi kesempatan, dan walaupun saat ketika fakultas sastra dibuka, kesempatan tersebut tetap tertutup baginya. Menurut Poerbatjaraka, pihak Belanda memang sengaja menyimpannya di museum, agar ia tidak dapat mengembangkan kemampuannya dengan mengajar.
Tetapi Poerbatjaraka tetap menantang batasan-batasan yang dikenakan padanya. Ia tekun menyelidiki buku-buku dan prasasti kuno dan hasil karyanya terus terbit berupa tulisn dalam majalah ilmiah atau berupa buku-buku. Tidak kurang dari 50 (lima
Poerbatjaraka juga merupakan salah satu anggota Kongres Bahasa Indonesia I di Surakarta, pada 25—27 Juni 1938. Pada tahun
Di Surakarta, Poerbatjaraka mengajarkan [[Prof. Dr. R.M. Soetjipto Wirjosoeparto|Prof. Dr. RM. Soetjipto Wirjosoeparto]] dan [[Koentjaraningrat|Prof. D.R. RM. Koentjaraningrat]]. Sambil bekerja di Museum Surakarta, mereka menerima pelajaran dari Poerbatjaraka mengenai Jawa Kuno dan Sansekerta. Kemudian Prof. Soetjipto pindah mendalami ilmu sejarah, sedangkan Prof. Koenjaraningrat mengambil jurusan antropologi.
Poerbatjaraka, yang ayahnya dulu merupakan sentono dalem (kerabat keluarga) kesayangan Pakubuwono X, menasehati penerusnya, [[Pakubuwana XI|Pakubuwono XI]], akrab waktu kecil dipanggil Raden Mas Antasena, yang ia sering dampingi ke sekolah ELS. Kedua anak Poerbatjaraka tumbuh besar bersama anak-anak Pakubuwuno XI. Kecantikan putri Poerbatjaraka, RAy. Ratna Himawati, yang luar biasa membuat para aristokrat keraton terpesona, dan menjulukinya sebagai ''Mawar Keraton Solo.'' Keluarga Poerbatjaraka hadir dalam penobatan [[Pakubuwana XII|Pakubuwuno XII]] pada 11 Juni 1945, penerus Pakubuwono XI yang gemar dipanggil ''Bobbie'' oleh RAy. Ratna Himawati dan kerabat dekat lainnya. Sampai tahun 1950, Poerbatjaraka dan keluarganya tinggal di kediaman keluarga ndalem Poerbodipoeran sampai selesainya Perang Kemerdekaan Indonesia pada 27 Desember 1949.
|