Soekanto Tjokrodiatmodjo: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Laurentino99 (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 29:
 
== Kehidupan pribadi ==
Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo merupakan anak sulung dari enam bersaudara dari pasangan R. Martomihardjo, seorang [[pamong praja]] yang berasal dari [[Ketangi Daleman, Purworejo]], [[Jawa Tengah]] dan Kasmirah dari [[Ciawi, Bogor]], [[Jawa Barat]]. Soekanto lahir di rumah uak dari ibunya yang menikah dengan [[Ermeling]], perwira [[KNIL]] yang tinggal di [[Bogor]]. Pada tahun [[1908]], Martomihardjo bekerja di [[Jasinga, Bogor]], sebagai asisten wedana bersama keluarga kecilnya. Mereka tinggal di rumah keluarga [[Ermeling]]. Belum genap setahun usianya, Soekanto bersama orang tuanya meninggalkan Bogor dan pindah ke [[Balaraja, Tangerang|Balaraja, Serang]], karena Martomihardjo diangkat sebagai [[wedana]] di sana. Pada tahun [[1910]], Wedana Martomihardjo berpindah lagi ke tempat tugasnya yang baru di [[Kabupaten Tangerang|Tangerang]]. Tumbuh kembang Soekanto diwarnai oleh kehidupan penuh disiplin yang diterapkan ayahnya. Jabatan ayahnya sebagai [[pamong praja]], terutama [[wedana]], memberikan pengaruh besar bagi kehidupan Soekanto karena ayahnya memiliki kewibawaan tersendiri di mata masyarakat setempat.
 
Soekanto menikah dengan [[Lena Mokoginta|Bua Hadjijah Lena Mokoginta]], teman sekolah adik Soekanto di [[MULO]], yakni Soenarti. Lena Mokoginta gadis [[Manado]] dari [[Bolaang Mongondow]], menetap di [[Jakarta]] setelah orang tuanya dikucilkan [[Belanda]] dari daerahnya. Lena Mokoginta adalah putri mantan [[Jogugu]] (pepatih dalam) [[Kerajaan Bolaang Mongondow]], [[Sulawesi Utara]] (Korteverklaring), yang dikenal tidak menyukai kebijakan-kebijakan pemerintah [[kolonialisme]] [[Belanda]]. Mereka menikah pada tanggal [[21 April]] [[1932]].
Baris 127:
 
 
 
Pada tahun [[1961]], Soekanto mendapat penghargaan berupa Satya LencanaSatyalancana berdasarkan Keputusan Presiden RI tertanggal [[18 Mei]] [[1961]], yakni Satya LencanaSatyalancana Peringatan Perjuangan, Satya LencanaSatyalancana Karya Bhakti, Satya LencanaSatyalancana Jana Utama dan Satya LencanaSatyalancana Karya Setia Kelas I. Menjelang peringatan [[Hari Bhayangkara]] [[1 Juli]] [[1968]], Sekretaris Presiden menemui Soekanto di kediamannya untuk menyampaikan Keputusan Presiden No.168/ABRI/1968 tanggal [[28 Juni]] [[1968]] tentang Kenaikan Pangkat Kehormatan bagi Soekanto menjadi Jenderal Polisi. Juga Keputusan Presiden No.025/TK/1968 tanggal [[1 Juni]] [[1968]] tentang penganugerahan Bintang Mahaputra Adipradana bagi jasa-jasa Soekanto selama ini. Sekretaris Presiden, [[Moehono]], menyampaikan berita bahwa penyematan bintang tersebut akan dilaksanakan bertepatan dengan [[Hari Bhayangkara]] [[1 Juli]] [[1968]]. Namun, Soekanto menyatakan bahwa dirinya sudah tidak memiliki baju dinas dan sipil yang baru, yang layak untuk dikenakan dalam upacara besar. Dan ketika hal itu disampaikan kepada [[Soeharto|Presiden Soeharto]], beliau juga menyatakan bahwa akan menggunakan baju dinas lama dalam upacara tersebut.
 
Bertepatan dengan Peringatan [[Hari Bhayangkara]] XXII pada [[1 Juli]] [[1968]] di Lapangan MABAK, [[Soeharto|Presiden Soeharto]] menyematkan Bintang Mahaputra Adipradana kepada Jenderal Polisi Kehormatan R.S. Soekanto Tjokrodiatmodjo. Sebagai ungkapan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa, Soekanto menundukkan kepala dan mengucap syukur pada-Nya. Ironisnya, orang pertama setelah upacara tersebut yang memberikan selamat adalah Djen Mohammad, mantan Kepala Komisariat Polisi Jakarta yang saat menjelang pemberhentian Soekanto adalah pejabat yang berapi-api mengadakan perubahan pimpinan Kepolisian Negara RI.
 
Pengakuan pemerintah pada jasa-jasa Soekanto selanjutnya diberikan dalam Keputusan Menhankam/Pangab No. Kep/B/367.1968 tanggal [[17 September]] [[1968]] tentang Penganugerahan Satya LencanaSatyalancana PK I dan Satya LencanaSatyalancana PK II, Satya LencanaSatyalancana GOM I sampai VII dan Satya LencanaSatyalancana Sapta Marga. Pada tanggal [[5 Oktober]] [[1968]], bertepatan dengan Hari [[ABRI]], melalui Keputusan Presiden No.94/43/1968 tanggal [[4 Oktober]] [[1968]], Soekanto dianugerahi [[Bintang Dharma]] sebagai penghormatan atas darma baktinya terhadap bangsa dan negara. Pada tanggal [[1 Juli]] [[1969]], berdasarkan Keputusan Presiden RI No.020/TK/69 dan 022/TK/69 tanggal [[1 Juli]] [[1969]], Soekanto dianugerahi Bintang Bhayangkara Utama Kelas I dan Satya Lencana Dasa Warsa yang disematkan oleh [[Hoegeng Imam Santoso]] selaku [[Kapolri]] waktu itu. Demikianlah pengembalian nama baik Soekanto yang akhirnya diperoleh setelah menerima perlakuan kurang wajar selaku [[Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia]] pertama.
 
Pada tanggal 10 November 2020 secara anumerta Soekanto memperoleh anugerah gelar [[Pahlawan Nasional Indonesia]] dari Presiden RI [[Joko Widodo]].
Baris 154 ⟶ 155:
{{Kapolri}}
{{Pahlawan Nasional Indonesia}}
[[Kategori:Pahlawan nasional Indonesia]]
 
[[Kategori:Tokoh dari BogorPolri]]
[[Kategori:Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia]]
[[Kategori:Tokoh dari Bogor]]
[[Kategori:Tokoh Jawa Barat]]
[[Kategori:Tokoh Jawa]]
[[Kategori:Tokoh Jawa Barat]]
[[Kategori:Tokoh dari Bogor]]
[[Kategori:Penerima Bintang Mahaputera Adipradana]]
[[Kategori:Penerima Bintang Dharma]]
[[Kategori:Penerima Bintang Gerilya]]