Ahmad Rasyid: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
||
Baris 47:
}}
[[Buya]] [[Haji (gelar)|Haji]] '''Ahmad Rasyid''' [[Daftar gelar Datuk|Sutan Mansyur]]{{efn|[[Ejaan Lama]]: Ahmad Rasjid Soetan Mansjoer; [[Abjad Jawi|Jawi]]: أحمد رشيد سوتان منصور}} ({{lahirmati|[[Kabupaten Agam|Afdeling Agam]], [[Pesisir Barat Sumatra]]|15|12|1895|[[Jakarta]]|25|3|1985}}), atau lebih dikenal dengan nama '''A. R. Sutan Mansyur''' adalah seorang [[dai]] dan [[penulis]] berkebangsaan [[Bangsa Indonesia|Indonesia]] yang juga merupakan tokoh dan pemimpin [[Muhammadiyah]].<ref>{{cite book |last1=Al-Hamdi |first1=Ridho |last2= |first2= |last3= |first3= |last4= |first4= |title=Paradigma Politik Muhammadiyah |date=Juli 2020 |publisher=Diva Press |page=185 |url=https://books.google.co.id/books?id=YQD3DwAAQBAJ&pg |language=id|quote=Setelah masa kepemimpinannya di Muhammadiyah, A. R. Sutan Mansyur terpilih sebagai Penasihat PP Muhammadiyah selama lima periode berturut-turut dari 1962 sampai dengan 1977.}}</ref> Pascakemerdekaan Indonesia, ia ditunjuk untuk menduduki kursi [[Konstituante Republik Indonesia|Konstituante]] dari [[Partai Masyumi]].<ref>{{cite book |last1= |first1= |last2= |first2= |last3= |first3= |last4= |first4= |title=Kumpulan peraturan-peraturan untuk pamilihan Konstituante |date=1956 |publisher=[[Kementerian Penerangan Republik Indonesia]] |page=238 |url=https://books.google.co.id/books?id=DvxZQtmFr4cC |language=id|quote=}}</ref> Di partai, ia diberi mandat menjadi wakil ketua majelis syura dari 1949 sampai 1952. Ahmad Rasyid juga seorang [[akademisi]] sekaligus yang meresmikan Fakultas Falsafah dan Hukum [[Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat]] di [[Padang Panjang]].<ref>{{Cite news |url=https://umsb.ac.id/berita/info/49-sejarah |title=Sejarah |date=17 Maret 2022 |access-date=19 April 2024 |work=[[Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat]] |location= |author1= |quote=Dalam sebuah catatan riwayat hidup oleh Konstituante, Ahmad Rasyid menjadi dosen di Fakultas Falsafah dan Hukum dalam rentang tahun 1953 sampai 1956. |author2= |language=id |archive-date= |archive-url= |dead-url=no }}</ref>
== Kehidupan
Ahmad Rasyid lahir di Kampung Air Hangat ({{lang-min|Kampuang Aie Angek}}), [[Maninjau, Tanjung Raya, Agam|Maninjau]], [[Kabupaten Agam|Afdeling Agam]], [[Dataran Tinggi Padang]], [[Pesisir Barat Sumatera]] pada [[15 Desember]] [[1895]] (dalam penanggalan [[Hijriah]]: Ahad, 27 Jumadil Akhir 1313) di malam hari. Ia merupakan anak ketiga dari delapan bersaudara dari pasangan Abdul Samad Al Kusai dan Siti Abbasyiyah atau lebih dikenal dengan Uncu Lumpur. Ayahnya adalah ulama terkenal di Maninjau, sedangkan ibunya bekerja sebagai guru agama.<ref name="biografi1">{{Cite news |url=https://m.republika.co.id/amp/qbspjk366 |title=Buya AR Sutan Mansur: Imam Muhammadiyah Sumatra |last=Nursalikah |first=Ani |date=2020-06-12 |website=[[Republika.co.id]] |access-date=2021-10-02 }}</ref> Nama "Ahmad Rasyid" sebenarnya diberikan oleh ayahnya, Abdul Samad Al Kusai. Selama masa kecilnya, ia dibesarkan oleh [[Nenek|''andung''nya]], Bayang dengan penuh kasih sayang, dibedungnya dengan kain panjang dan dihangatkannya dengan air panas di dalam botol.
Baris 65:
=== Hijrah ke Jawa dan mengenal Muhammadiyah ===
Rasyid merantau ke [[Kota Pekalongan|Pekalongan]] bersama dengan
Melalui pengajian
Rasyid mulai menjadi dai Muhammadiyah pada 1923.{{efn|Ahmad Rasyid kembali ke kampung halamannya sebagai mubalig Muhammadiyah untuk Sumatera pada 1925. Rasyid ditugaskan untuk kembali menjadi dai di Pekalongan pada 1928 sebelum akhirnya dipindahtugaskan ke Kalimantan setahun kemudian.}} Muridnya terdiri dari berbagai kalangan, bahkan bangsawan Jawa, seperti Raden Ranuwihardjo, Raden Tjitrosuwarno, dan Raden Usman Pudjutomo. Tidak hanya itu, dari kalangan [[Arab-Indonesia|Arab]] dan perantau Minangkabau juga menjadi muridnya di [[Keresidenan Pekalongan|Pekalongan]]. Di tahun yang sama, ia didapuk oleh Ahmad Dahlan sebagai Ketua Muhammadiyah cabang Pekalongan menggantikan pendahulu yang mundur karena tekanan dari pihak-pihak antimuhammadiyah. Rasyid merangkap Ketua Muhammadiyah cabang Pekajangan dan [[Kedungwuni, Pekalongan|Kedungwuni]].▼
Pada 1924, datang adik iparnya, [[Hamka]] dari Minangkabau ke Pekalongan untuk belajar agama Islam kepada Ahmad Rasyid. Saat itu, Hamka berusia remaja merantau ke [[Yogyakarta]] pada 1921 sebelum akhirnya mendatangi Pekalongan.<ref>{{Cite web|last=|first=|date=2008-08-21|title=Objek wisata Rumah Kelahiran Buya Hamka|url=https://sumbar.antaranews.com/berita/132211/objek-wisata-rumah-kelahiran-buya-hamka|work=Antara News|language=id|access-date=2023-03-22}}</ref> Di Pekalongan, Hamka diperkenalkan dengan tokoh-tokoh religius yang juga perintis kemerdekaan, salah satunya [[Mohammad Rum]]. Hamka kembali ke [[Padang Panjang]] pada tahun 1925.<ref name="muhammadiyah">{{Cite web|last=Nurfatoni|first=Mohammad|date=2020-08-28|title=AR Sutan Mansur Ideolog Muhammadiyah|url=https://pwmu.co/160151/08/28/ar-sutan-mansur-ideolog-muhammadiyah/amp/|work=PWMU|language=id|access-date=2021-10-04}}</ref> Setahun setelahnya, Hamka menulis [[novel]] pertamanya dengan tajuk ''Si Sabariah''.<ref>{{Cite web|last=|first=|date=2023-02-08|title=Hamka|url=https://sumbar.antaranews.com/berita/132211/objek-wisata-rumah-kelahiran-buya-hamka|publisher=Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa|work=[[Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia]]|language=id|access-date=2023-03-22}}</ref>▼
=== Kiprah di Muhammadiyah ===
Selain memimpin Muhammadiyah di Pekalongan, Ahmad Rasyid juga aktif mengajar sebagai guru agama Islam di Madrasah Muhammadiyah dalam kurun waktu dua tahun, antara 1923 sampai 1925. Ia juga
Ahmad Rasyid juga diberi tugas sebagai mubalig Muhammadiyah untuk menjadi guru ''kuliatul mubaligin'' atau ''kuliatul mualimin'' Muhammadiyah di [[Kota Padang|Padang]], antara tahun 1932 hingga 1942. Seringkali Ahmad Rasyid diminta untuk menjadi penasihat dalam perihal agama, baik secara pribadi maupun institusi.
=== Mengembangkan Muhammadiyah ===▼
Pada saat [[Soekarno]] diasingkan oleh koloni Hindia Belanda ke [[Bengkulu]] pada 1938, ia bertemu dengan Ahmad Rasyid.<ref name="penasehat">{{Cite news |url=https://123dok.com/document/ynenl7ky-buya-ar-sutan-mansur.html |title=Buya AR Sutan Mansur |last= |first= |work=123dok |access-date=2021-10-03 }}</ref> Ia diamanatkan untuk menjadi penasihat bagi Soekarno. Lalu, ia berguru kepada Ahmad Rasyid mengenai ajaran agama Islam. Pada saat itulah ia bertemu dengan [[Fatmawati]] yang kemudiannya menikah dan dinikahkan oleh Ahmad Rasyid sebagai penghulu dari pernikahan mereka.▼
▲Rasyid mulai menjadi dai Muhammadiyah pada 1923.{{efn|Ahmad Rasyid kembali ke kampung halamannya sebagai mubalig Muhammadiyah untuk Sumatera pada 1925. Rasyid ditugaskan untuk kembali menjadi dai di Pekalongan pada 1928 sebelum akhirnya dipindahtugaskan ke Kalimantan setahun kemudian.}} Muridnya terdiri dari berbagai kalangan, bahkan bangsawan Jawa, seperti Raden Ranuwihardjo, Raden Tjitrosuwarno, dan Raden Usman Pudjutomo. Tidak hanya itu, dari kalangan [[Arab-Indonesia|Arab]] dan perantau Minangkabau juga menjadi muridnya di [[Keresidenan Pekalongan|Pekalongan]]. Di tahun yang sama, ia didapuk oleh Ahmad Dahlan sebagai Ketua Muhammadiyah cabang
Pada 1924, datang ayah mertuanya, Haji Rasul dari [[Padang Panjang]] ke Pekalongan untuk menemui Rasyid dan istrinya ihwal meminta bantuan terhadap Sandi Aman—sebuah [[madrasah]] yang didirikan Haji Rasul pada Oktober 1924—di [[Sungai Batang, Tanjung Raya, Agam|Sungai Batang]]. Lalu, Rasyid mengajak Haji Rasul untuk menyertai Muhammadiyah dan madrasah tersebut dimitrakan dengan Muhammadiyah sekaligus melebarkan sayap organisasi Muhammadiyah ke luar [[Pulau Jawa]].<ref name="muhsumatera">{{Cite web|author=Afandi|date=Februari 2022|title=AR Sutan Mansur, Pembuka Dakwah Muhammadiyah di Tanah Sumatera|url=https://muhammadiyah.or.id/2022/02/ar-sutan-mansur-pembuka-dakwah-muhammadiyah-di-tanah-sumatera/|work=Muhammadiyah|language=id|access-date=2024-04-21}}</ref> Usaha tersebut disetujui oleh pimpinan Muhammadiyah, [[Ibrahim bin Fadlil]] dan selanjutnya menjadi Madrasah Ibtidaiah Muhammadiyah Minangkabau, serta mengangkat Rasyid sebagai wakil Muhammadiyah di Minangkabau dan istri, Fathimah Karim Amrullah sebagai wakil [[Aisyiyah]] di Minangkabau.
=== Kiprah perjuangan ===▼
Ahmad Rasyid bersama Haji Rasul turut menentang koloni Belanda dalam kebijakan [[Ordonansi Guru|ordonansi guru]].<ref>{{Cite news |url=https://historia.id/agama/articles/ordonansi-ulama-guru-DOxVv/page/1 |title=Ordonansi (Ulama) Guru |last= |first= |date=2012-09-10 |website=Historia.id |access-date=2024-04-17 }}</ref> Menurutnya, hal ini akan membatasi kebebasan ulama dalam menyebarkan agama Islam dan akan dimanfaatkan secara semena-mena oleh pemerintah kolonial. Bahkan, teman seperjuangan Haji Rasul, seperti [[Abdullah Ahmad]] justru menyetujui aturan tersebut setelah dibujuk oleh utusan Belanda, Dr. de Vries.<ref>{{Cite book|last=Hamka|date=2024-04-20|url=https://books.google.com/books?id=LFzhDwAAQBAJ|title=Ayahku|publisher=Gema Insani|isbn=978-602-250-701-7|pages=195-197|language=id}}</ref> Kebijakan ini sebenarnya telah dijalankan di [[Pulau Jawa|Jawa]] sejak 1905 dan akan dijalankan di Minangkabau pada 1928. Selain itu, ia pun menolak Undang-Undang Pancang Hutan ({{lang-nl|Boswesen}}) pada tahun 1920.▼
▲
Ahmad Rasyid juga berhasil berunding dengan [[Charles Olke van der Plas|Van der Plas]], Vise Vooreitte Kood van Indie, mengenai pembatalan peraturan-peraturan Belanda bagi kaum [[Pribumi-Nusantara|bumiputra]], dan lain-lain, dalam menghadapi [[Perang Dunia kedua]] pada tahun 1942. Ketika [[Sejarah Nusantara (1942-1945)|masa pendudukan Jepang]], mereka berusaha agar para muridnya tidak melakukan kegiatan ibadah seperti puasa dan menghalangi pelaksanaan salat dengan mengadakan pertemuan di waktu menjelang Magrib. Bahkan, sehari setelah Jepang menduduki Indonesia, Ahmad Rasyid berunding dengan [[Pendudukan Jepang di Sumatera Barat|Syu Co Kung]]—otoritas Jepang di Padang—untuk meminta agar kegiatan agama tidak diganggu.{{butuh rujukan}}▼
Pada masa [[Pendudukan Jepang di Indonesia|pemerintahan militer Jepang]], ia ditunjuk untuk menjadi anggota [[Chuo Sangi-In|''Tsuo Sangi-in'']] ({{lang-id|Dewan Pertimbangan Pusat}}){{sfn|Reid|1971|pp=43-44}} dan juga sebagai anggota ''Tsuo Sangi-kai'' untuk daerah Minangkabau.▼
Ketika berdirinya Muhammadiyah
== Pascakemerdekaan Indonesia ==▼
Rasyid menerima kabar [[kemerdekaan Indonesia]] dan diumumkannya di tanah Minangkabau ketika sedang berceramah pascasubuh tepat dua hari setelah proklamasi.<ref>{{Cite news |url=https://ibtimes.id/resolusi-jihad-buya-sutan-mansur/ |title=Resolusi Jihad Buya Sutan Mansur |date=2019-10-22 |last=Sufyan |first=Fikrul Hanif |work=IBTimes.id |access-date=2023-03-22 }}</ref> Ia menyadari bahwa proklamasi merupakan langkah awal bagi bangsa dalam meraih kemerdekaan seutuhnya. Oleh karenanya, ia menggelorakan resolusi jihad kepada umat Islam di Minangkabau demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia. ▼
Pada akhir 1925, Rasyid dipercayai Pengurus Besar Muhammadiyah untuk memimpin Muhammadiyah di Pesisir Barat Sumatera ketika munculnya pengaruh komunis yang berkonflik dengan Muhammadiyah. Ia juga menyiarkan tablig Muhammadiyah bersama [[Abdul Rozak Fachruddin]] di [[Kota Medan|Medan]] dan [[Kutaraja]] pada 1927. Melalui sikapnya yang [[moderat]] sehingga Muhammadiyaj dapat didirikan di Kutaraja, [[Sigli]], dan [[Lhokseumawe]]. Selanjutnya, pada 1929, Muhammadiyah berhasil didirikan di [[Banjarmasin]], [[Kabupaten Kuala Kapuas|Kuala Kapuas]], Mendawai, dan [[Amuntai (kota)|Amuntai]].
Setelah kemerdekaan Indonesia, oleh [[Mohammad Hatta]], Ahmad Rasyid diangkat menjadi Imam (pemuka agama Islam) bagi [[Tentara Nasional Indonesia|TNI Komandemen Sumatra]] yang berkedudukan di [[Kota Bukittinggi]], antara tahun 1947 hingga 1949. Ahmad Rasyid lagi-lagi diminta menjadi Penasihat [[TNI Angkatan Darat]] dan berkantor di Markas Besar TNI Angkatan Darat usai [[Konferensi Meja Bundar|pengakuan kedaulatan RI]] pada tahun 1950. Namun, permintaan tersebut ditolak, karena ia harus berkeliling semua daerah di [[Sumatra]] untuk bertablig selaku pemuka [[Muhammadiyah]]. Pada tahun 1952, Soekarno pernah memintanya lagi menjadi penasihatnya dengan syarat harus memindahkan dan memboyong keluarganya dari [[Kota Bukittinggi]] ke [[Jakarta]]. Justru permintaan tersebut lagi-lagi ditolaknya dengan alasan hanya ingin menjadi penasihat secara tidak resmi.▼
Pada tahun 1930, diselenggarakan Kongres ke-19 Muhammadiyah di Minangkabau. Salah satu
▲== Mengembangkan Muhammadiyah ==
▲Sejatinya, sebelum Ahmad Rasyid, pikiran-pikiran dari [[Muhammadiyah]] sudah lebih dahulu disebarluaskan oleh Haji Rasul, bahkan beberapa cabang Muhammadiyah sudah berdiri di [[Maninjau, Tanjung Raya, Agam|Maninjau]] dan [[Kota Padang Panjang]].{{efn|Kantor Cabang Muhammadiyah pertama di Minangkabau, saat ini telah diubah fungsinya sebagai Madrasah Tsanawiyah Swasta Muhammadiyah Sungai Batang.<ref>{{Cite news |url=https://prokabar.com/menggali-sejarah-lahirnya-muhammadiyah-di-pulau-sumatra-dan-ketokohan-a-r-sutan-mansur/ |title=Menggali Sejarah Lahirnya Muhammadiyah di Pulau Sumatra dan Ketokohan A.R Sutan Mansur |last=Yudistira |first=Rudi |work=123dok |date=2019-05-12 |access-date=2021-10-04 }}</ref>}} Dengan kata lain, Haji Rasul telah membuka jalan bagi Ahmad Rasyid untuk dapat mengembangkan [[Muhammadiyah di Sumatera Barat|Muhammadiyah di Minangkabau]]. Perkembangan organisasi Islam ini justru semakin pesat, setelah dia mendapat dukungan dari tokoh-tokoh masyarakat setempat dan sejumlah alim ulama "kaum mudo", yakni kelompok reformasi Islam di ranah Minangkabau. Penyebaran Muhammadiyah dilakukan Ahmad Rasyid melalui pengajian-pengajian yang sesuai dengan metode dakwah.
▲Melalui pengajian yang disampaikan oleh [[Ahmad Dahlan]] di [[Pekajangan, Kedungwuni, Pekalongan|Pekajangan]] membuat Ahmad Rasyid mengenal Muhammadiyah, seusai salah satu jemaah bertanya mengenai pembahasan tentang tafsir [[Surah Al-Ma’un]] dilakukan secara berulang-ulang.{{sfn|Aisyah Rasyid|2009|loc=|pp=26}} Pada saat itulah, Ahmad Dahlan menyampaikan [[Surah Ali Imran]] ayat 104, bahwa untuk menjelaskan maksud tafsir Surah Al-Ma’un dibutuhkan gerakan yang bersifat sistematis dan terencana, yaitu melalui Persyarikatan Muhammadiyah. Konon, penjelasan rasional inilah yang telah menarik hati Ahmad Rasyid untuk bergabung dalam Muhammadiyah.<ref>{{Cite web|date=2018-12-07|title=AR Sutan Mansur: Buya Tuo dari Maninjau|url=https://ibtimes.id/ar-sutan-mansur-buya-tuo-dari-maninjau/|first=Mu'arif |last= |access-date=2021-10-05 |website=ibtimes.id |language=id}}</ref>
▲Pada saat [[Soekarno]] diasingkan oleh koloni Hindia Belanda ke [[Bengkulu]] pada 1938, ia bertemu dengan Ahmad Rasyid.<ref name="penasehat">{{Cite news |url=https://123dok.com/document/ynenl7ky-buya-ar-sutan-mansur.html |title=Buya AR Sutan Mansur |last= |first= |work=123dok |access-date=2021-10-03 }}</ref> Ia diamanatkan untuk menjadi penasihat bagi Soekarno. Lalu, ia berguru kepada Ahmad Rasyid mengenai ajaran agama Islam. Pada saat itulah ia bertemu dengan [[Fatmawati]] yang kemudiannya menikah dan dinikahkan oleh Ahmad Rasyid sebagai penghulu dari pernikahan mereka.
▲Ahmad Rasyid bersama Haji Rasul turut menentang koloni Belanda dalam kebijakan [[Ordonansi Guru|ordonansi guru]].<ref>{{Cite news |url=https://historia.id/agama/articles/ordonansi-ulama-guru-DOxVv/page/1 |title=Ordonansi (Ulama) Guru |last= |first= |date=2012-09-10 |website=Historia.id |access-date=2024-04-17 }}</ref> Menurutnya, hal ini akan membatasi kebebasan ulama dalam menyebarkan agama Islam dan akan dimanfaatkan secara semena-mena oleh pemerintah kolonial. Bahkan, teman seperjuangan Haji Rasul, seperti [[Abdullah Ahmad]] justru menyetujui aturan tersebut setelah dibujuk oleh utusan Belanda, Dr. de Vries.<ref>{{Cite book|last=Hamka|date=2024-04-20|url=https://books.google.com/books?id=LFzhDwAAQBAJ|title=Ayahku|publisher=Gema Insani|isbn=978-602-250-701-7|pages=195-197|language=id}}</ref> Kebijakan ini sebenarnya telah dijalankan di [[Pulau Jawa|Jawa]] sejak 1905 dan akan dijalankan di Minangkabau pada 1928. Selain itu, ia pun menolak Undang-Undang Pancang Hutan ({{lang-nl|Boswesen}}) pada tahun 1920.
▲Ahmad Rasyid juga berhasil berunding dengan [[Charles Olke van der Plas|Van der Plas]], Vise Vooreitte Kood van Indie, mengenai pembatalan peraturan-peraturan Belanda bagi kaum [[Pribumi-Nusantara|bumiputra]], dan lain-lain, dalam menghadapi [[Perang Dunia kedua]] pada tahun 1942. Ketika [[Sejarah Nusantara (1942-1945)|masa pendudukan Jepang]], mereka berusaha agar para muridnya tidak melakukan kegiatan ibadah seperti puasa dan menghalangi pelaksanaan salat dengan mengadakan pertemuan di waktu menjelang Magrib. Bahkan, sehari setelah Jepang menduduki Indonesia, Ahmad Rasyid berunding dengan [[Pendudukan Jepang di Sumatera Barat|Syu Co Kung]]—otoritas Jepang di Padang—untuk meminta agar kegiatan agama tidak diganggu.{{butuh rujukan}}
▲Pada masa [[Pendudukan Jepang di Indonesia|pemerintahan militer Jepang]], ia ditunjuk untuk menjadi anggota [[Chuo Sangi-In|''Tsuo Sangi-in'']] ({{lang-id|Dewan Pertimbangan Pusat}}){{sfn|Reid|1971|pp=43-44}} dan juga sebagai anggota ''Tsuo Sangi-kai'' untuk daerah Minangkabau.
▲Ketika berdirinya Muhammadiyah Cabang Padang Panjang yang didirikan oleh [[Saalah Yusuf Sutan Mangkuto]], Ahmad Rasyid, selaku perwakilan ''Hoofdbestuur'' ({{lang-id|Pengurus Besar}}) Muhammadiyah Hindia Timur, untuk memimpin sidang peresmian pada tanggal 2 Juni 1926, meskipun saat itu, Padang Panjang sedang dipengaruhi oleh ideologi komunis yang berbasis "Groep Sarekat Rakjat" Padang Panjang. Pada awalnya, Muhammadiyah Cabang Padang Panjang ini dinamakan sebagai "Perkoempoelan Tani".<ref>{{Cite web|date=2020-09-15|title=Tokoh Naqsyabandiyah Bergabung ke Muhammadiyah Demi Lawan Komunis|url=https://rm.id/baca-berita/nasional/47677/kisah-di-balik-diresmikannya-muhammadiyah-padang-panjang-1926-tokoh-naqsyabandiyah-bergabung-ke-muhammadiyah-demi-lawan-komunis|first= |last= |access-date=2021-10-05 |work=Rakyat Merdeka |language=id}}</ref> Setelah diresmikannya, organisasi Naqsyabandiyah ramai berbondong-bondong menjadi anggota Muhammadiyah.
▲=== Pascakemerdekaan Indonesia ===
▲Pada tahun 1930, diselenggarakan Kongres ke-19 Muhammadiyah di Minangkabau. Salah satu keputusannya adalah perlunya jabatan Konsul Besar Muhammadiyah di setiap keresidenan. Maka berdasarkan Konferensi Daerah di [[Kota Payakumbuh]] tahun 1931, dipilihlah Ahmad Rasyid sebagai Konsul Besar Muhammadiyah untuk wilayah Minangkabau hingga 1943. Kemudian atas usul Konsul Aceh dan konsul-konsul seluruh Sumatra setuju untuk mengangkat Ahmad Rasyid sebagai Imam Muhammadiyah Sumatra. Selain itu, ia mendirikan sekaligus memimpin ''Kulliyah Al-Muballighin'' Muhammadiyah di Padang Panjang sebagai tempat membina mubalig tingkat atas. Disinilah tempat para kader muda Muhammadiyah diberikan pengetahuan agama dengan bertugas memperkenalkan Muhammadiyah dan ajaran agama Islam di Minangkabau dan daerah-daerah sekitarnya. Kelak, para mubalig tersebut akan memainkan peran penting untuk memimpin dan menggerakkan roda Persyarikatan Muhammadiyah di [[Yogyakarta]].
▲Rasyid menerima kabar [[kemerdekaan Indonesia]] dan diumumkannya di tanah Minangkabau ketika sedang berceramah pascasubuh tepat dua hari setelah proklamasi.<ref>{{Cite news |url=https://ibtimes.id/resolusi-jihad-buya-sutan-mansur/ |title=Resolusi Jihad Buya Sutan Mansur |date=2019-10-22 |last=Sufyan |first=Fikrul Hanif |work=IBTimes.id |access-date=2023-03-22 }}</ref> Ia menyadari bahwa proklamasi merupakan langkah awal bagi bangsa dalam meraih kemerdekaan seutuhnya. Oleh karenanya, ia menggelorakan resolusi jihad kepada umat Islam di Minangkabau demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
▲Setelah kemerdekaan Indonesia, oleh [[Mohammad Hatta]], Ahmad Rasyid diangkat menjadi Imam (pemuka agama Islam) bagi [[Tentara Nasional Indonesia|TNI Komandemen Sumatra]] yang berkedudukan di [[Kota Bukittinggi]], antara tahun 1947 hingga 1949. Ahmad Rasyid lagi-lagi diminta menjadi Penasihat [[TNI Angkatan Darat]] dan berkantor di Markas Besar TNI Angkatan Darat usai [[Konferensi Meja Bundar|pengakuan kedaulatan RI]] pada tahun 1950. Namun, permintaan tersebut ditolak, karena ia harus berkeliling semua daerah di [[Sumatra]] untuk bertablig selaku pemuka [[Muhammadiyah]]. Pada tahun 1952, Soekarno pernah memintanya lagi menjadi penasihatnya dengan syarat harus memindahkan dan memboyong keluarganya dari [[Kota Bukittinggi]] ke [[Jakarta]]. Justru permintaan tersebut lagi-lagi ditolaknya dengan alasan hanya ingin menjadi penasihat secara tidak resmi.
== Ketua Umum Pengurus Besar Muhammadiyah ==
Ia juga mendirikan "Djihad" untuk mengembalikan dan meluruskan umat Islam kembali kepada agamanya dalam rentang tahun 1949 sampai 1952. Kemudian pada tahun 1943, Ahmad Rasyid selaku Konsul Besar Muhammadiyah melebarkan sayap wilayahnya untuk seluruh Indonesia saat itu, hingga 1953. Ia berperan dalam membentuk Muhammadiyah Cabang Lubuk Jambi, ketika Dasin Jamal dan Sulaiman Khatib meminta mandatnya pada awal September 1933.<ref>{{Cite news |url=http://riau.muhammadiyah.or.id/content-3-sdet-sejarah.html |title=Sejarah Muhammadiyah Riau |last= |first= |work=Muhammadiyah Riau |access-date=2021-10-04 }}</ref>
Baris 111 ⟶ 110:
Ahmad Rasyid dalam dua periode kepemimpinan di Muhammadiyah berhasil merumuskan ''khittah'' (garis perjuangan) Muhammadiyah atau biasa disebut ''Khittah Palembang''. Kandungan dari ''Khittah Muhammadiyah'', yaitu hakikat Muhammadiyah, lalu Muhammadiyah dan masyarakat, Muhammadiyah dan politik, Muhammadiyah dan ''Ukhuwah Islamiyah'', serta dasar dan program Muhammadiyah. Antara poin-poin ''Khittah Palembang'' yang dijabarkannya adalah menanamkan setiap anggota dan pimpinan Muhammadiyah dengan memperdalam tauhid, menyempurnakan ibadah dengan khusyuk dan [[tawadhu']], meningkatkan mutu akhlak, meningkatkan wawasan dalam ilmu pengetahuan, dan memajukan Muhammadiyah dengan penuh tanggung jawab. Dirincikan pula bahwa setiap anggota harus menjalankan kemuliaan akhlak, menjaga keutuhan organisasi dan menata birokrasi, meningkatkan amal, membentuk kader dengan mempertinggi kualitas anggota, menjaga tali persaudaraan, dan menuntun penghidupan bagi seluruh anggota Muhammadiyah.<ref>{{Cite news|url=https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5725714/7-butir-khittah-palembang-muhammadiyah-siswa-madrasah-perlu-tahu/amp |title=7 Butir Khittah Palembang Muhammadiyah, Siswa Madrasah Perlu Tahu |last=Aisyah |first=Novia |work=[[Detik.com|detikcom]] |date=2021-09-16 |access-date=2021-10-04 }}</ref><ref>{{Cite news |url=https://www.sumbartoday.net/2018/01/31/buya-h-ahmad-rasyid-sutan-mansur-adalah-guru-dan-ulama-besar-minangkabau/#:~:text=Buya%20AR%20Sutan%20Mansur%20menjadi,PB%20Muhammadiyah%20periode%201956-1959. |title=Buya H. Ahmad Rasyid Sutan Mansur Adalah Guru dan Ulama Besar Minangkabau |last= |first= |work=Sumbar Today |date=2018-01-31 |access-date=2021-10-05 }}</ref>
Ahmad Rasyid dikenal mempunyai sifat toleran dalam bidang fikih, misalnya ketika adanya perbedaan pendapat terkait ''furu'iyyah'' atau hukum agama yang tidak pokok, akan tetapi ia tidak terlalu mempermasalahkan. Hasil Putusan Tarjih (HPT) Muhammadiyah dipandangnya hanya sebagai sikap organisasi Muhammadiyah terhadap suatu masalah agama, itu pun sepanjang belum ditemukan pendapat yang lebih kuat, sehingga tidak mengikat anggota-anggota Muhammadiyah.
|