Pengguna:Haikal FK 1705/Bak artikel: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 19:
'''Bahasa Sunda Klasik{{sfnp|Sumarlina|Permana|Darsa|2019|pp=277}}{{sfnp|Sumarlina|2009|pp=70}}''' atau '''Bahasa Sunda Peralihan{{sfnp|Sumarlina|Permana|Darsa|2019|pp=277}}''' (juga disebut sebagai '''''Basa Sunda Mangsa II''''' atau dapat dialihbahasakan menjadi '''Bahasa Sunda Masa II''') adalah sebuah bentuk transisi bahasa Sunda antara [[bahasa Sunda Kuno]] dengan [[Bahasa Sunda|bahasa Sunda Modern]]. Bahasa Sunda Klasik mulai dipertuturkan dan digunakan dalam penulisan naskah-naskah pada abad ke-17 hingga abad ke-18 (sekitar 1600-1800 Masehi).{{sfnp|Sumarlina|Permana|Darsa|2019|pp=277}}
Bahasa Sunda Zaman Klasik (Peralihan) merupakan tahapan lanjutan dari bahasa Sunda Kuno.{{sfnp|Priyanto|2019|pp=40}} Hal ini dapat dilihat di antaranya dalam naskah ''[[Carita Waruga Guru]]''. Kosakata yang digunakan dalam naskah tersebut bukanlah [[wikt:Kategori:Kata bahasa Sunda kuno|kosakata yang arkais (kuno)]] sebagaimana terdapat dalam bahasa Sunda Kuno. Bahasa Sunda Klasik sangat dipengaruhi oleh bahasa Arab sebagai akibat dari dominasi [[agama Islam]] pada masyarakat Sunda masa itu.{{sfnp|Priyanto|2019|pp=42}}
== Sejarah ==
Baris 27:
=== Pasca-Pajajaran ===
Setelah keruntuhan kerajaan Pajajaran, penggunaan bahasa Sunda Kuno mulai tergeser dan [[Kosakata|kosakatanya]] bertambah dengan kosakata bahasa Arab dan bahasa Jawa. Penggunaan bahasa Sunda kuno yang dikatakan masih bersih hanya dijumpai di lingkungan [[Desa|pedesaan]] yang masih setia menggunakan bahasa tersebut. Sementara itu, di [[Pesantren|lingkungan pesantren]], bahasa Arab mulai tumbuh subur dan berkembang setelah berkuasanya kekuatan [[Islam]], sedangkan bahasa Jawa sendiri tumbuh di lingkungan [[sekolah]] dan lingkungan yang cenderung [[Feodalisme|feodal]].{{sfnp|Priyanto|2019|pp=41-42}}
== Ciri-ciri ==
|