Formasi falangs: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Rescuing 4 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.9.5
menghapus kotak gambar dengan gambar terhapus
 
Baris 18:
 
Teori lain kelahiran peperangan phalanx Yunani berasal dari ide bahwa beberapa aspek dasar phalanx telah hadir lebih awal tetapi belum sepenuhnya dapat dikembangkan karena kurangnya teknologi yang tepat. Dua dari strategi dasar yang terlihat dalam peperangan sebelumnya meliputi prinsip kohesi dan penggunaan kelompok besar tentara. Ini menunjukkan bahwa phalanx Yunani merupakan titik kulminasi dan penyempurnaan ide yang perlahan-lahan telah dikembangkan bertahun-tahun sebelumnya. Seiring dengan semakin majunya teknologi persenjataan dan baju pelindung selama bertahun-tahun di negara-negara kota yang berbeda, formasi phalanx menjadi makin kompleks dan efektif.<ref>Victor Davis Hanson, Hoplites: The Classical Greek Battle Experience. 1991. p. 66-67</ref>
[[Berkas:01 macedonian phalanx.jpg|ka|jmpl|360px|Ilustrasi Formasi Phalanx Macedonia]]
 
== Ikhtisar ==
[[Berkas:Greek Phalanx.jpg|ka|jmpl|310px|Sebuah rekonstitusi ilustrasi dari hoplites Yunani berbaris dalam formasi phalanx.]]
Baris 106 ⟶ 104:
Setelah mencapai puncaknya dalam perang penaklukan [[Aleksander Agung|Alexander Agung,]] pemakaian phalanx sebagai formasi militer mulai berkurang secara perlahan, sejalan dengan makin turunnya pamor negara-negara penerus Macedonia itu sendiri. Taktik senjata gabungan yang digunakan oleh Alexander dan ayahnya secara bertahap digantikan dengan kembali ke taktik sederhana serangan frontal phalanx hoplite.
 
Turunnya pamor para ''diadochi'' dan phalanx terkait erat dengan naiknya pamor Romawi dan [[legiun Romawi]], dari abad ke-3 SM. Sebelum pembentukan [[Republik Romawi]], bangsa Romawi pada awalnya memakai juga sistem phalanx,<ref>Lendon, JE, ''Soldiers &amp#x26; Ghosts: A History of Battle in Classical Antiquity,'' Yale University Press (2005), ISBN 0-300-11979-8, 9780300119794, hal 182: phalanx itu dikenal oleh Roma pada masa-masa pra-Republik, dimana prajurit terbaik dipersenjatai seperti hoplite.</ref> namun secara bertahap mengembangkan taktik yang lebih fleksibel yang menghasilkan [[legiun Romawi]] yang terdiri dari tiga baris pada zaman pertengahan Republik Romawi. Formasi phalanx terus digunakan oleh bangsa Romawi sebagai taktik untuk baris ketiga militernya atau pasukan cadangan veteran ''triarii'' yang bersenjatakan hastae atau tombak.<ref>Lendon, JE, ''Soldiers &amp#x26; Ghosts: A History of Battle in Classical Antiquity,'' Yale University Press (2005), ISBN 0-300-11979-8, 9780300119794, hal 182-183</ref> Romawi akhirnya menaklukkan sebagian besar negara-negara penerus Macedonia, dan berbagai negara-kota serta liga Yunani. Wilayah-wilayah ini digabungkan kedalam Republik Romawi, dan karena negara-negara Yunani sudah tidak ada, begitu juga tentara yang menggunakan formasi phalanx tradisional. Karena itu, pasukan yang direkrut dari daerah tersebut oleh Romawi akan dilengkapi dan bertempur dengan formasi model Romawi.
 
Namun, phalanx sama sekali tidak menghilang sebagai taktik militer. Ada beberapa pertanyaan mengenai apakah phalanx itu benar-benar menjadi usang pada akhir sejarahnya. Dalam beberapa pertempuran besar antara tentara Romawi dan phalanxes Helenistik, Pydna (168 SM), Cynoscephalae (197 SM) dan Magnesia (190 SM), phalanx bertempur cukup baik melawan tentara Romawi, pada awalnya memukul mundur infanteri Romawi. Namun, di Cynoscephalae dan Magnesia, kegagalan mempertahankan kedua sayap dari Phalanx menyebabkan kekalahan, sementara di Pydna, hilangnya kerapatan barisan Phalanx ketika mengejar tentara Romawi yang mundur memungkinkan Roma untuk menembus formasi, di mana keterampilan tarung jarak dekat Romawi terbukti menentukan.