Etnoastronomi Indonesia: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 98:
Dokumentasi dan pengetahuan tentang ilmu astronomi di Melayu, khususnya Minangkabau dan Riau sangatlah sedikit dan tidak terlalu diketahui. Astronomi Melayu ditampilkan dan diwariskan melalui manuskrip kuno yang sarat ilmu matematika yang rumit yang ditulis dalam [[tulisan Jawi]]. Kitab Ilmu Perbintangan Melayu ini setelah Islam masuk ke tanah Melayu, dimodifikasi dengan memasukkan nama nama malaikat dan jin yang dikenal dalam dunia Islam, sebagai penjaga semesta. Ilmu perbintangan yang dianut masyarakat Melayu dipengaruhi oleh Budaya Timur, dan dikenal sebagai ilmu falak, hal ini digunakan terutama untuk menentukan hilal. Hal ini didukung dengan nama-nama planet dan penanggalan hijriah yang digenggam erat oleh masyarakat melayu, khususnya di [[Malaysia]].
==Pulau Jawa==
=== Sunda ===
Ilmu astronomi dalam bahasa Sunda disebut juga palintangan. Orang Sunda sejak zaman duhulu telah mengetahui dunia perbintangan (palintangan), seperti adanya pranata mangsa (aturan musim) untuk menentukan perhitungan waktu sebagai pedoman bercocok tanam. Keterkaitan palintangan dengan tradisi agraris Sunda juga melahirkan penentuan musim dalam satu tahunnya.
=== Jawa ===
Palintangan jawa mengenali sistem penanggalan yang digunakan oleh Kesultanan Mataram dan berbagai kerajaan pecahannya serta daerah yang mendapat pengaruhnya. Penanggalan ini memadukan sistem penanggalan Islam, sistem Penanggalan Hindu, dan sedikit penanggalan Julian yang merupakan bagian budaya Barat.
Orang Jawa pada masa pra Islam mengenal pekan yang lamanya tidak hanya tujuh hari saja, tetapi dari 2 sampai 10 hari. Pekan-pekan ini disebut dengan nama-nama [[dwiwara]], [[triwara]], [[caturwara]], [[pancawara]], [[sadwara]], [[saptawara]], [[astawara]] dan [[sangawara]]. Zaman sekarang hanya pekan yang terdiri atas lima hari dan tujuh hari saja yang dipakai, tetapi di pulau Bali dan di Tengger, pekan-pekan yang lain ini masih dipakai.
Orang Nusantara tidak mengenali dan memahami konsep planet, semua benda bercahaya di langit disebut sebagai bintang. Venus dan Mars adalah dua planet yang lekat dengan kehidupan Jawa. Venus disebut panjer rina (ketika muncul di pagi hari) atau panjer sore (ketika muncul di sore hari) dan Mars disebut jaka belek, dimana kedua planet ini digunakan untuk menentukan musim, waktu penanggalan, pertanian dan melaut. Kata "jaka belek" dapat diartikan sebagai "anak laki-laki yang mengalami [[konjungtivitis]]", konjungtivitis sendiri adalah kondisi dimana mata mengalami infeksi dan memerah, hal ini memcerminkan cahaya sinar Mars yang kemerahan.
Berikut istilah astronomi dalam kebudayaan Jawa lainnya :
* Lintang kemukus (Komet) : Lintang kemukus ini dikatakan sebagai pembawa pesan, entah sebuah ontran-ontran atau gegeran, hingga awal atau berakhirnya sebuah peristiwa besar. Lintang kemukus berasal dari kata kukus yang diberi sisipan -em yang berarti asap atau uap.
* Lintang wuluh , lintang kerti atau lintang kartika (Pleiades) : Gugus bintang terbuka di rasi bintang Taurus, merupakan gugus bintang paling jelas dilihat dengan mata telanjang, dan salah satu yang terdekat dengan Bumi, dimana ia dikenal dengan nama bintang tujuh dalam kebudayaan Melayu.
* Gubuk penceng (Crux) : Rasi bintang ini memiliki makna penting dalam menunjukkan arah selatan saat melaut. Dikisahkan ada seorang gadis yang sedang membawa makanan pada pada pemuda yang membangun gubuk di tengah sawah. Kecantikan gadis itu membuat pemuda-pemuda itu teralihkan konsentrasinya dan membuat konstruksi gubuk menjadi miring.
* Waluku (Orion) : Masyarakat Jawa mempercayai bahwa rasi ini membentuk rupa seperti bajak sawah atau waluku, yang artinya waktu yang tepat untuk bertani dan menanam tanaman panen.
== Pranala luar ==
|