Psikosis pascapersalinan: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Naval Scene (bicara | kontrib)
k +kotak info
Naval Scene (bicara | kontrib)
+refs
Tag: halaman dengan galat kutipan VisualEditor
Baris 24:
}}
 
'''Psikosis pascapersalinan''' (PPP), yang juga dikenal sebagai '''psikosis nifas''' atau '''psikosis peripartum''', adalah kondisi di mana [[Psikosis|gejala psikotik]] muncul secara tiba-tiba segera setelah persalinan, umumnya dalam dua minggu pertama tetapi kurang dari empat minggu setelahnya.<ref name=":0">{{cite journal|date=September 2018|title=Recognizing and Managing Postpartum Psychosis: A Clinical Guide for Obstetric Providers|journal=Obstetrics and Gynecology Clinics of North America|volume=45|issue=3|pages=455–468|doi=10.1016/j.ogc.2018.04.005|pmc=6174883|pmid=30092921|vauthors=Osborne LM}}</ref> PPP tergolong dalam "''Brief Psychotic Disorder''" dalam [[Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental]], Volume V (DSM-V).<ref name=":1">{{Cite book|author=American Psychiatric Association. DSM-5 Task Force|year=2017|url=https://www.worldcat.org/oclc/1030754444|title=Diagnostic and statistical manual of mental disorders: DSM-5.|location=New Delhi|publisher=American Psychiatric Association Publishing|isbn=978-93-86217-96-7|edition=Fifth|oclc=1030754444}}</ref> Gejalanya meliputi [[delusi]], halusinasi, gangguan dalam bicara (seperti bicara yang tidak koheren), dan/atau perilaku motorik yang tidak normal (seperti [[katatonia]]).<ref name=":12" /> Gejala lain yang sering terkait dengan PPP termasuk kebingungan, ketidakaturan pikiran, gangguan tidur yang parah, fluktuasi suasana hati (termasuk depresi, agitasi, [[mania]], atau kombinasi di antaranya), serta ciri-ciri kognitif seperti perubahan kesadaran (''waxing and waning'') atau disorientasi.<ref name=":02" /><ref name=":2">{{cite journal|date=September 2018|title=Psychiatric Emergencies in Pregnancy and Postpartum|journal=Clinical Obstetrics and Gynecology|volume=61|issue=3|pages=615–627|doi=10.1097/GRF.0000000000000377|pmc=6143388|pmid=29794819|vauthors=Rodriguez-Cabezas L, Clark C}}</ref>
 
Penyebab PPP masih belum dipahami sepenuhnya, meskipun bukti untuk kategori besar gangguan kejiwaan pascapersalinan (misalnya, [[depresi pascapersalinan]]) semakin menunjukkan bahwa perubahan hormonal dan respons imun tubuh mungkin berperan,<ref seiringname=":3">{{cite denganjournal|date=2021|title=Immune System Alterations and Postpartum Mental Illness: Evidence From Basic and Clinical Research|journal=Frontiers in Global Women's Health|volume=2|pages=758748|doi=10.3389/fgwh.2021.758748|pmc=8866762|pmid=35224544|vauthors=Dye C, Lenz KM, Leuner B|doi-access=free}}</ref> sebagaimana faktor genetik dan gangguan irama sirkadian.<ref name=":6">{{Cite book|date=2021|url=https://www.worldcat.org/oclc/1289371393|title=Textbook of Women's Reproductive Mental Health|location=Washington, D.C.|publisher=American Psychiatric Association Publishing|isbn=978-1-61537-386-4|veditors=Hutner LA, Catapano LA, Nagle-Yang SM, Williams KE, Osborne LM|oclc=1289371393}}</ref> Meskipun faktor-faktor risikorisikonya belum pastidipastikan, beberapa penelitian menyarankan bahwa kurangnya tidur, kehamilan pertama (primiparitas), dan riwayat PPP sebelumnya dapat berkontribusi.<ref name=":04" /> Tinjauan terkini menambahkan bukti bahwa riwayat diagnosis psikiatrik sebelumnya, khususnya [[gangguan bipolar]], baik pada individu maupun keluarganya, dapat meningkatkan risiko PPP setelah persalinan.<ref name=":03" /><ref name=":62" /><ref name=":7">{{cite journal|display-authors=6|date=September 2022|title=Peripartum Complications as Risk Factors for Postpartum Psychosis: A Systemic Review|journal=Cureus|volume=14|issue=9|pages=e29224|doi=10.7759/cureus.29224|pmc=9495292|pmid=36159350|vauthors=Nguyen K, Mukona LT, Nalbandyan L, Yar N, St Fleur G, Mukona L, Hernandez E, Lamberty N|doi-access=free}}</ref><ref name=":8">{{cite journal|date=January 2021|title=Phenomenology, Epidemiology and Aetiology of Postpartum Psychosis: A Review|journal=Brain Sciences|volume=11|issue=1|pages=47|doi=10.3390/brainsci11010047|pmc=7824357|pmid=33406713|vauthors=Perry A, Gordon-Smith K, Jones L, Jones I|doi-access=free}}</ref> Saat ini, belum ada alat skrining atau penilaian standar untuk mendiagnosis PPP; diagnosis biasanya ditetapkan oleh dokter yang merawat berdasarkan gejala yang dialami pasien, dengan menggunakan kriteria diagnostik DSM-V sebagai panduan (lihat '''Diagnosis''').<ref name=":05" /><ref name=":63" />
 
Meskipun kejadian PPP hanya sekitar 1 hingga 2 dari setiap 10001.000 kelahiran,<ref name=":06" /><ref name=":22" /> perkembangan cepat gejala psikotik, terutama yang melibatkan delusi kesalahan identifikasi atau paranoia,<ref name=":9">{{cite journal|date=September 2022|title=Delusional Misidentification Syndromes in Postpartum Psychosis: A Systematic Review|journal=Psychopathology|volume=56|issue=4|pages=285–294|doi=10.1159/000526129|pmid=36116435|vauthors=Lewis G, Blake L, Seneviratne G|s2cid=252341410|doi-access=free}}</ref> meningkatkan kekhawatiran terhadap keselamatan ibu dan bayi. Oleh karena itu, PPP dianggap sebagai keadaan darurat psikiatri, sering kali memerlukan perawatan rawat inap segera.<ref name=":07" /><ref name=":23" /><ref name=":64" /> Perawatan mungkin mencakup penggunaan obat-obatan seperti [[benzodiazepin]], [[litium]], dan [[antipsikotik]], serta prosedur seperti [[terapi elektrokonvulsif]] (ECT).<ref name=":08" /><ref name=":24" /><ref name=":65" /> Dalam kasus-kasus di mana seorang wanita hamil memiliki riwayat gangguan bipolar atau episode PPP sebelumnya, penggunaan obat profilaksis (terutama lithium) selama atau segera setelah melahirkan telah terbukti dapat mengurangi kejadian episode psikotik atau bipolar pada periode pasca melahirkan.<ref name=":09" /><ref name=":25" /><ref name=":66" />
 
== Referensi ==