Etnoastronomi Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Aleirezkiette (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Aleirezkiette (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1:
'''Etnoastronomi''' adalah kajian yang membahas budaya yang memanfaatkan fenomena langit disebut sebagai etnoastronomi. Ini merupakan bagian dari kajian astronomi budaya yang merupakan perpanduan antara etnografi dan astronomi.<ref>{{Cite web|title=BRIN - Badan Riset dan Inovasi Nasional|url=https://brin.go.id/|website=BRIN - Badan Riset dan Inovasi Nasional|language=id|access-date=2024-05-04}}</ref> Sebagai negara agraris dan maritim, leluhur Indonesia telah banyak mengenali tentang astronomi atau perbintangan, baik itu digunakan sebagai patokan pertanian atau pelayaran. Masyarakat tradisional Indonesia belum bisa membedakan planet dan bintang, karena semua yang dilihatnya disebut sebagai bintang. Pengetahuan tentang planet pun hanya sampai Saturnus, karena Uranus, Neptunus, dan Pluto sangat sulit dan langka untuk diamati dengan mata telanjang.
 
== Pulau Sumatra ==
Baris 5:
{{main|Keuneunong}}
[[Berkas:Keunong.jpg|jmpl|Keuneunong Aceh yang dituiskan dalam tulisan Jawi]]
Ilmu astronomi di Aceh yang tercatat adalah ''Keunong''. ''Keunong'' atau ''Keuneunong'' adalah sebuah sistem [[kalender]] atau [[penanggalan]] oleh masyarakat [[Suku Kluet]] di provinsi [[Aceh]], berdasarkan arah angin, peredaran matahari, dan musim, dalam melakukan bercocok tanam.<ref name=KNG1>{{cite web|url=http://www.wacana.co/2012/09/keuneunong-sistem-kalender-persawahan-suku-kluet/#|title=Keuneunong, Sistem Kalende Persawahan Suku Kluet|last=Priscila|first=Agnes|website=www.wacana.co|accessdate=30 April 2019}}{{Pranala mati|date=Mei 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref> Sistem ini berkaitan dengan waktu bercocok tanam, melaut, prakiraan cuaca, dan penentuan waktu acara adat ''Keuneunong'' telah diawali pada ''Keuneunng dua ploh lhee'' (diartikan dengan tanggal 23 [[Jumadil Akhir]], merujuk pada tahun [[Hijriah]]). Pada ''Keuneunong'' ini, biasanya padi-padi di sawah mulai menguning, banyak yang mulai rebah dan menjadi puso karena angin timur yang sangat kencang. Artinya bahwa, situasi di sawah juga dijadikan sebagai acuan untuk melihat waktu yang tepat untuk melaut. Jadi, dengan menanam padi sesuai Keuneunong, maka bisa digunakan juga untuk melihat tanda-tanda yang baik pergi berburu ikan di laut.<ref>{{Cite web|title=Warisan Budaya Takbenda {{!}} Beranda|url=https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailTetap=1844|website=warisanbudaya.kemdikbud.go.id|access-date=2024-05-04}}</ref>
=== Nias ===
{{Main|Fanötöi ginötö}}
Masyarakat tradisional [[Suku Nias|Nias]] memoliki pembagian dan penamaan waktu mereka mengacu pada aktivitas sehari-hari seperti beternak, bertani, kerja domestik dan fenomena alam lainnya. Penamaan waktu ini mereka sebut sebagai penanggalan harian yaitu ''Fanötöi ginötö''. Selain kalender Masehi dan kalender ''Fanötöi ginötö'' masyarakat Nias mempunyai [[kalender]] periode senggang tahunan digunakan untuk kegiatan pertanian dan kegiatan adat istiadat suku Nias yang mengacu pada peredaran Bintang [[Orion]] atau Bintang Sara Wangahalo.<ref>{{Cite web|last=Laia|first=Ama Kristin Hilisataro|date=Jumat, 14 Agustus 2009|title=Tuha Harimaoduha: Onainö... Ami Li Moroi ba Gö: Penanggalan Waktu Tradisional Nias Tanöniha|url=https://niastanoniha.blogspot.com/2009/08/sara-wangahalo-bintang-tradisi.html|website=Tuha Harimaoduha|access-date=2024-05-04}}</ref>
 
Ada beberapa cerita mengenai Bintang Orion ini. Salah satunya adalah versi dongeng berkisah perihal ''Ndröma.'' ''Ndröma'' dan istrinya ''Simarimbaŵa'' memiliki sebelas orang anak. Pada suatu hari anak-anak ''Ndröma'' pergi berburu. Sepulang berburu, saat mereka tiba di rumah, pintu rumah tidak dibukakan. Anak sulung bertanya, mengapa ayahnya tidak membuka pintu. Karena tidak ada jawaban, maka dipotongnya jari-jarinya dan diletakkannya di atas tangga. Lalu mereka pergi seraya berseru, “Karena ayah tidak mengizinkan kami masuk, kami pergi, kami akan menjadi ''Sarawalaho''”. Setelah anaknya pergi, hati ''Ndröma'' iba. Sambil membawa obor, bersama istri dan budaknya, dia mencari anaknya. Namun mereka tak pernah bertemu, para anak telah menjelma menjadi ''ndröfi si Felezara'' (bintang Sebelas). ''Ndröma, sawuyu'' (budak), dan ''Simarimbaŵa'' menjelma pula menjadi ''ndröfi si Tölu'' (bintang Tiga). Tokoh versi lain ''Balugu Hatölu'' dan istrinya ''Boworia'' (Hämmerle, 1999: 137-8). Kesebelas anak mereka: ''Lölömatua Ita Bara, Lökhö Sitölu, Lökhö Famaigi, Lökhö Fangila, Lökhö Angi, Döfi Famaigi, Döfi Fangila, Mondröi, Döfi Balazi, Ondröita,'' dan F''agohi Döfi.'' Dalam versi ini: bintang Sebelas jelmaan para anak ''Hatölu'', sedang bintang Tiga jelmaan ''Hatölu, Boworia,'' dan ''Sibahu Barazo Laoya'' (istri Lölömatua Ita Bara).<ref>{{Cite web|last=Laia|first=Ama Kristin Hilisataro|date=Jumat, 14 Agustus 2009|title=Tuha Harimaoduha: Onainö... Ami Li Moroi ba Gö: Penanggalan Waktu Tradisional Nias Tanöniha|url=https://niastanoniha.blogspot.com/2009/08/sara-wangahalo-bintang-tradisi.html|website=Tuha Harimaoduha|access-date=2024-05-04}}</ref>
 
Bintang Tiga inilah Alnitak-Alnilam-Mintaka versi Nias. Sementara bintang Sebelas adalah sebelas bintang di dekatnya, disebut juga döfi Zara (döfi = bintang, tahun; zara dari felezara = sebelas) alias ndröfi Sara (bintang Sara). Dalam perspektif masyarakat Nias, bintang-bintang penyusun rasi Orion adalah representasi tokoh cerita, bukan citra benda sebagaimana imajinasi orang Yunani, Jawa, Sumeria, dan Mesir.
 
Masyarakat Nias ini hidup dalam lingkaran adat dan kebudayaan yang masih tinggi. Penanggalan tradisional Nias ini mengacu pada daur Bulan atau [[fase Bulan]]. Terdiri dari 15 hari pertama dinamakan Bulan terang dan 15 terakhir Bulan mati. Sistem penanggalan ini tergolong sebagai [[kalender suryacandra|penanggalan Luni-Solar]] dengan perhitungan Astronomik. Metode perhitungan Astronomik ini didasarkan pada pengamatan yang berkelanjutan serta didasarkan pada perhitungan Astronomi dan jelas lebih sulit.
 
Sistem penanggalan suku Nias (Sara Wangahalö) disebut juga sebagai kalender musim pertanian masyarakat tradisional Nias. Masyarakat tradisional Nias biasanya menyebut tanggal/hari dengan istilah bulan, berpatokan pada fase-fase Bulan selama 29/30 hari. Selama 29/30 bulan (hari) terdiri dari 15 pertama Bulan terang dan 15 terakhir Bulan mati. Selama 1 tahun pertanian terdiri dari 12 (biasa) 13 (interkelasi) siklus bulan sehingga jumlah harinya bisa terdiri dari 354/355/383/384/385. Awal bulannya mengacu pada kemunculan hilal atau mayarakat tradisional Nias menyebutnya dengan istilah Bulan Sabit Kecil. Penggunaan penanggalan ini oleh masyarakat Nias yaitu diantaranya, pertama adalah untuk melacak lahirnya kota [[Gunungsitoli]]. Kedua, penentuan hari baik dan hari buruk. Ketiga, Kegiatan Pertanian sebagai tanda musim pertanian.
 
Penggunaan penanggalan ini oleh masyarakat Nias yaitu diantaranya, pertama adalah untuk melacak lahirnya kota [[Gunungsitoli]]. Kedua, penentuan hari baik dan hari buruk. Ketiga, Kegiatan Pertanian sebagai tanda musim pertanian.
 
Dari dulu sampai sekarang masyarakat Nias masih berpedoman pada peredaran Bulan (bawa mbawa). Misalnya saat menanam bibit tanaman biasanya mempertimbangkan hitungan Bulan. Untuk jenis tanaman muda seperti [[cabai]], [[umbi]]- umbian biasanya ditanaman pada Bulan (tanggal) muda dan ganjil yaitu bulan ke-3 (tõlu desa'a), ke-5 (melima desa'a), dan ke-7 (mewitu desa'a). Sedangkan untuk [[tanaman]] tua seperti [[durian]], [[cengkeh]] dan lain-lain ditanaman pada tanggal (Bulan) yang lebih tua yaitu ke-8 (mewalu desa 'a) hingga ke-13 (feledőlu desa'a). Prakiraan musim telah digunakan oleh petani sejak zaman dulu kala. Hal ini terbukti dengan berkembangnya berbagai kearifan lokal dalam bentuk kalender tanam tradisional di kalangan masyarakat.
=== Batak ===
{{Main|Parhalaan}}
Parhalaan (ᯇᯒ᯲ᯂᯞᯀᯉ᯲) adalah ilmu perbintangan yang dianut oleh masyarakat batak tradisional yang berbentuk sistem penanggalan. Parhalaan terdiri dari dua belas bulan yang masing-masing berjumlah tiga puluh hari. Penggunaan kalender Batak tidak dalam rangka penanggalan, melainkan dipakai untuk meramalkan hari-hari ke depan (panjujuron ari). Inilah sebabnya Orang Batak kuno tidak pernah mengetahui angka tahun karena memang mereka tidak pernah menghitungnya, tidak seperti kalender Masehi, [[Kalender Hijriyah]] atau [[Kalender Cina]] yang kita kenal dan kita gunakan saat ini. Pada intinya Porhalaan merupakan manifestasi kesadaran orang Batak terhadap fenomena-fenomena alam, perbintangan, gerak [[matahari]], perjalanan [[bulan]] yang berputar mengelilingi [[bumi]]. Penanggalan tradisional Batak ini kuat dipengaruhi oleh budaya Hindu-Budhha, hal ini dicirikan oleh penggunaan akar kata [[bahasa Sansekerta]] dalam penggunaan nama hari dan astrologi.{{Sfn|Pelawi, dkk|(1992)|p=88 :"Parhalaan" dapat diartikan sebagai kalender atau penanggalan untuk mengetahui waktu, termasuk nama-nama hari dan nama-nama bulan yang dianggap oleh masyarakat Batak Toba mengandung arti baik maupun arti buruk ..."}}
 
Parhalaan berasal dari kata dasar "hala" yang berakar dari kata Sansekerta "kala" yang berarti serangga menyengat atau kalajengking. Tahun Batak dimulai ditandai dengan posisi utara [[Orion]] di langit Barat sampai tahun baru Lalu bulan purnama berikutnya yang diamati dari Timur, yang kemudian berada di area [[Scorpio]] (Hala) di langit sebelah Timur. Mereka melihat hubungan antara Bulan, Bintang, Bumi, dan Matahari dengan manusia yang menghuni bumi.{{Sfn|Pelawi, dkk|(1992)|p=88 : “Parhalaan" berasal dari kata ''hala" ditambah awalan par dan akhiran an ..."}}Nantinya, dalam pembacaan Parhalaan, hari yang harus dihindari adalah pada notasi kepala, punggung dan ekor kalajengking. Sedangkan untuk hari baik adalah pada bagian perut kalajengking.<ref>{{Cite web|last=|first=|date=|title=Bulu Parhalaan|url=http://naskahperpusnas.indonesiaheritage.org/site/detail-naskah?id=12&judul=Bulu+Parhalaan|website=naskahperpusnasindonesiaheritageonline|access-date=20 April 2019}}{{Pranala mati|date=Desember 2022|bot=InternetArchiveBot|fix-attempted=yes}}</ref>
{| class="wikitable"
|-
! colspan="2" style="text-align: center;" | Zodiak
! colspan="2" style="text-align: center;" | Parmesanan
! colspan="2" style="text-align: center;" | Badan langit
|-
!Nama
!Simbol
!Nama
!Simbol
!Bahasa Indo
!Bahasa Batak
|-
| Aries
| Domba
| Gorda
| Kambing
| Matahari
| Artia
|-
| Taurus
| Kambing-duyung
| Marsoba
| Kupu-kupu
| Merkurius
| Buda
|-
| Gemini
| Anak kembar
| Nituna
| Cacing tanah
| Mars
| Nggara
|-
| Kanser
| Kepiting
| Makara
| Kepiting
| Bulan
| Suma
|-
| Leo
| Singa
| Babiat
| Singa
| Bumi
| Sumenggo
|-
| Virgo
| Gadis
| Hania
| Elang
| Jupiter
| Boraspati
|-
| Libra
| Timbangan
| Tola
| Pohon
| Venus
| Singkora
|-
| Skorpio
| Kalajengking
| Martiha
| Batu karang
| Saturnus
| Belah naik
|-
| Sagitarius
| Panah
| Dano
| Sungai
| -
| -
|-
| Kaprikornus
| Kambing-duyung
| Harahata
| Katak sawah
| -
| -
|-
| Akurius
| Kendi air
| Marumba
| Kendi air
| -
| -
|-
| Pises
| Ikan
| Mena
| Ikan
| -
| -
|}
Parhalaan terdiri dari 12 bulan, yaitu: Sada (Januari), Sipaha Dua (Februari), Sipaha Tolu (Maret) , Sipaha Opat (April), Sipaha Lima (Mei), Sipaha Onom (Juni), Sipaha Pitu (Juli), Sipaha Ualu (Agustus), Sipaha Sia (September), dan Sipaha Sampulu (Oktober). Sedangkan bulan ke-11 (November) disebut dengan Bulan Li, bulan ke-12 (Desember) disebut dengan Hurung.
 
Parhalaan terdiri dari 12 bulan, yaitu: Sada (Januari), Sipaha Dua (Februari), Sipaha Tolu (Maret) , Sipaha Opat (April), Sipaha Lima (Mei), Sipaha Onom (Juni), Sipaha Pitu (Juli), Sipaha Ualu (Agustus), Sipaha Sia (September), dan Sipaha Sampulu (Oktober). Sedangkan bulan ke-11 (November) disebut dengan Bulan Li, bulan ke-12 (Desember) disebut dengan Hurung. Kelompok Batak yang sampai sekarang masih menggunakan Kalender Parhalaan adalah Parmalim. Parmalim merupakan penganut aliran kepercayaan yang ajarannya berdasarkan pada leluhur nenek moyang orang Batak.{{Sfn|Kozok|(2009)|p=52 : “Bulan dihitung dengan mengurutkannya sebagai bulan pertama (bulan sipaha sada), kedua (sipaha dua, dan seterusnya hingga bulam ke sepuluh..."}}{{Sfn|Gultom|(2014)|p=202 : “Meski di masa sekarang porhalaan jarang dipergunakan ..."}}<ref>{{Cite web|last=Nasution|first=Miftah|date=11 Desember 2018|title=Sipaha Lima: Ritual Bersyukur Para Penganut Ugamo Malim|url=https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbaceh/sipaha-lima-ritual-bersyukur-para-penganut-ugamo-malim/|website=kemdikbud|access-date=20 April 2019}}</ref>
Kelompok Batak yang sampai sekarang masih menggunakan Kalender Parhalaan adalah Parmalim. Parmalim merupakan penganut aliran kepercayaan yang ajarannya berdasarkan pada leluhur nenek moyang orang Batak.
 
=== Minangkabau dan Riau ===
Baris 228 ⟶ 131:
| -
| -
|-
|}
=== Jawa ===
Baris 324 ⟶ 226:
 
Dari segala banyak benda langit yang dikenali, ada dua benda langit yang paling utama, yaitu romangwandi ("naga air") atau Scorpius serta sawakoi ("burung") atau orion. Suku Biak menganggap bahwa musim teduh (wampasi) ditandai dengan konstelasi Romangkwandi yang berbentuk seperti naga. Sebaliknya, musim angin barat ditandai dengan konstelasi Sawakoi di cakrawala. Hingga kini, mereka memiliki 21 konstelasi bintang, yang juga termasuk berbagai gugus bintang dan planet. Suku Biak tidak menggunakan konstelasi bintang saja. Lainnya, matahari (ori) digunakan untuk menentukan penanggalan lewat peristiwa equinox. Bulan (paik) digunakan untuk menentukan waktu ritual doa inisiasi dan keselamatan ekspedisi laut.
 
== Referensi ==
 
<references />
 
== Pranala luar ==
 
* https://journal.uinmataram.ac.id/index.php/afaq/article/download/4770/1915/12509