Kabinet Natsir: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Abiedestar (bicara | kontrib) Terjemahan dari Wikipedia Bahasa Inggris (Belum Selesai) |
Abiedestar (bicara | kontrib) Terjemahan dari Wikipedia Bahasa Inggris |
||
Baris 1:
| cabinet_name = Kabinet Natsir
| cabinet_number =ke-12
Baris 10:
| date_formed = 7 September 1950
| date_dissolved = 21 Maret 1951
| political_party = {{
| government_head = [[Mohammad Natsir]]
| state_head = [[Soekarno]]
Baris 16:
| ministerial_level_members_numbers=
| deputy_members_number =
| deputy_government_head =[[Sri Sultan Hamengkubuwana IX]]
| opposition_party ={{color box|{{party color|Indonesian National Party}}|border=darkgray}} [[Partai Nasional Indonesia|PNI]]
| election =
| last_election =
Baris 36 ⟶ 31:
{{Politics of Indonesia}}
{{Seri Soekarno}}
'''+Kabinet Natsir'''<ref>Kabinet Natsir dibentuk dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1950 tertanggal [[6 September]] [[1950]].</ref><ref>Dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1951 tanggal [[21 Maret]] [[1951]], Kabinet Natsir demisioner sejak [[21 Maret]] [[1951]].</ref> adalah kabinet pertama yang dibentuk setelah pembubaran negara [[Republik Indonesia Serikat]], dan kembali menjadi [[Negara Kesatuan]] [[Republik Indonesia]]. Kabinet ini diumumkan pada [[6 September]] [[1950]] dan bertugas sejak [[7 September]] [[1950]] hingga [[21 Maret]] [[1951]].
[[Mohammad Natsir]] dilantik pada 7 September 1950 di [[Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat]] oleh Presiden Soekarno sebagai Perdana Menteri pertama [[Negara Kesatuan Republik Indonesia]].<ref>{{Cite book|last=Dzulfikridin|first=Mohammad|year=2010|title=Mohammad Natsir—Dalam Sejarah Politik Indonesia—Peran dan Jasa Natsir dalam Dua Orde Indonesia|location=Bandung, Indonesia|publisher=PT Mizan Pustaka|pages=18}}</ref> Pada masa Kabinet Natsir, terjadi beberapa pemberontakan di seluruh Indonesia dan permasalahan keamanan dalam negeri, seperti [[Gerakan DI/TII]], [[Peristiwa Andi Azis]], [[Pemberontakan APRA]], dan separatis [[Republik Maluku Selatan]]. Negosiasi terhadap [[Irian Barat]] juga dilakukan namun menemui kebuntuan. Pada 22 Januari 1951, parlemen mengajukan [[mosi tidak percaya]] dan menang, yang berakibat Perdana Menteri Natsir harus mengembalikan mandatnya kepada Presiden Soekarno pada 21 Maret 1951. Penyebab lain dibubarkannya Kabinet Natsir adalah diterimanya mosi dari [[Hadikusumo]], yang mengajukan pembubaran [[Dewan Perwakilan Rakyat Daerah]] (DPRD) yang telah dibentuk. Menurut pemerintah, mosi tersebut seharusnya tidak dapat diajukan karena alasan hukum formil.
Baris 127 ⟶ 122:
| align="center" | 21 Maret 1951
| bgcolor=#B79164|
| align="center" | [[Persatuan Indonesia Raya|
|-
| align="center" | 7
Baris 181 ⟶ 176:
| align="center" | 21 Maret 1951
| bgcolor=#B79164|
| align="center" | [[Persatuan Indonesia Raya|
|-
| align="center" | 13
Baris 190 ⟶ 185:
| align="center" | 21 Maret 1951
| bgcolor=#B79164|
| align="center" | [[Partai Indonesia Raya|
|-
| align="center" | 14
Baris 199 ⟶ 194:
| align="center" | 21 Maret 1951
| bgcolor={{Partai Katolik/meta/color}}|
| align="center" | [[Partai Katolik (Indonesia)|
|-
| align="center" | 15
Baris 279 ⟶ 274:
=== Permasalahan Aceh ===
Satu permasalahan besar lainnya yang harus diselesaikan oleh Natsir ketika menjabat sebagai Perdana Menteri adalah permintaan wilayah [[Aceh]] sebagai daerah otonomi penuh. Permasalahan tersebut memerlukan perhatian khusus dan hati-hati. Permasalahan awalnya adalah adanya pergantian pemerintahan dari [[Republik Indonesia Serikat|serikat]] menjadi [[NKRI|persatuan]]. Wilayah Aceh dijadikan bagian dari Provinsi [[Sumatera Utara]], padahal sebelumnya sejak Desember 1949 Aceh telah menjadi provinsi tersendiri yang berstatus [[Wilayah administrasi khusus di Indonesia|Daerah Istimewa]] yaitu pada masa [[Kabinet Hatta II]]. Reintegrasi wilayah Aceh ke Provinsi Sumatera Utara menimbulkan kekecewaan yang besar dan mendalam dari masyarakat Aceh. Mereka tidak menerima keputusan penggabungan dan menuntut dibentuk kembali provinsi Aceh.
Natsir dalam sambutannya menjelaskan, pemerintah pusat tidak berkeberatan untuk memenuhi keinginan Aceh, hanya saja untuk implementasinya diperlukan undang-undang yang perlu disiapkan, kemudian diserahkan ke parlemen untuk disahkan.
===
Gagasan Natsir mengenai integrasi nasional tidak hanya terbatas pada struktur negara saja tetapi juga pada bidang lain, salah satunya adalah bidang pendidikan. Natsir melihat salah satu permasalahan besar dalam sistem pendidikan saat itu adalah dualisme antara pendidikan agama dan sistem pendidikan umum. Secara struktural, sistemnya masing-masing berada di bawah [[Kementerian Agama]] dan [[Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia|Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan]]. Natsir mencoba memberantas dualisme tersebut, namun tidak dengan pendekatan struktural seperti penggabungan dua partai, melainkan dengan pendekatan dari sudut pendidikan itu sendiri. Kabinet Natsir tampil sebagai penggerak proses konvergensi pendidikan umum dan pendidikan agama di Indonesia. Melalui kedua menteri tersebut, Kabinet Natsir mengemukakan gagasan bahwa pendidikan agama harus dilengkapi dengan pendidikan agama dan pendidikan agama harus dilengkapi dengan pelajaran ilmu pengetahuan umum.
===
Salah satu program yang dinilai baik oleh Kabinet Natsir adalah di bidang ekonomi dan pembangunan. Pendukungnya antara lain adalah dua ekonom terkemuka Indonesia saat itu, yakni Sjafruddin Prawiranegara sebagai Menteri Keuangan dan [[Soemitro Djojohadikoesoemo|Soemitro Djojohadikusumo]] sebagai [[Menteri Perdagangan dan Perindustrian Indonesia|Menteri Perdagangan dan Perindustrian]]. Kabinet Natsir memandang Indonesia yang baru selesai dari perang mempertahankan kemerdekaan tidaklah mudah untuk melaksanakan pembangunan dan pembangunan tidak dapat dilaksanakan dengan semangat romantisme kebangkitan nasional belaka. Untuk itu diperlukan pengkajian mendalam terhadap segala aspek, baik kelemahan maupun kelebihannya agar pembangunan dapat membuahkan hasil.
Kabinet Natsir menugaskan perusahaan riset asal Amerika Serikat, J.C. White Engineering Corp untuk melakukan studi kelayakan pembentukan Badan Perancang Nasional (BPN). Perusahaan juga diminta mencermati potensi ekonomi yang terdapat di Indonesia. Namun karena Kabinet Natsir berumur pendek, penelitian tersebut tidak dapat diselesaikan melainkan dilanjutkan oleh menteri kabinet lainnya. Belakangan, BPN yang dirancang Kabinet Natsir berkembang menjadi [[Badan Perencanaan Pembangunan Nasional]] (Bappenas) yang sangat berperan dalam pembangunan Indonesia, khususnya pada masa [[Orde Baru]].
===
Kabinet Natsir mengirimkan delegasi yang dipimpin oleh Menteri Luar Negeri, [[Mohamad Roem|Mohammad Roem]] pada konferensi tentang [[Irian Barat]] yang diselenggarakan di [[Den Haag]] pada tanggal 4 Desember 1950. Namun konferensi tersebut gagal karena Belanda menolak mengembalikan kedaulatan atas Irian Barat kepada Indonesia. Perundingan yang menemui jalan buntu dilanjutkan kembali pada 13-16 Desember 1950, setelah masing-masing delegasi berkonsultasi dengan pemerintah. Delegasi Indonesia mengajukan tiga rumusan, yaitu:
# Penyerahan pada waktu tertentu yaitu pada pertengahan tahun 1951.
# Sebelum penyerahan dilakukan terlebih dahulu diadakan konferensi dalam rangka menjaga berbagai kepentingan Belanda di Irian Barat.
Ketiga rumusan tersebut ditolak Belanda sehingga perundingan kembali gagal. Memperhatikan bahwa Belanda tidak berniat menyerahkan kedaulatan Irian Barat kepada Indonesia, Perdana Menteri Natsir menyatakan di hadapan DPR bahwa status Persatuan Belanda-Indonesia perlu ditinjau ulang. Upaya yang terus digagas Kabinet Natsir dilanjutkan oleh menteri kabinet lainnya namun bernasib sama dengan Belanda yang ingin terus menguasai wilayah Irian Barat.{{citation needed|date=December 2020}}
== Pencapaian ==
Rencana Sumitro merupakan program pengembangan ekonomi dan industri. Sasaran program ini adalah berkonsentrasi pada pengembangan industri dasar, seperti pabrik semen, perusahaan percetakan, pabrik karung, dan pabrik pemintalan.{{citation needed|date=December 2020}}
====
# Berhasil melakukan reorganisasi [[Bank Indonesia]] menjadi Bank Devisa Pertama.
▲=== The Sumitro Plan ===
# Melaksanakan reorganisasi [[Bank Rakyat Indonesia]] sehingga dapat membantu kegiatan baru di bidang perdagangan dan produksi dalam negeri.
# Untuk mendirikan bank baru, [[Bank Industri Negara]] untuk membiayai pembangunan jangka panjang. Bank tersebut kemudian berganti nama menjadi [[Bank Pembangunan Indonesia]] (Bapindo).
# Dapat memberikan petunjuk pendirian perusahaan baru dalam memajukan industri kecil di bidang pertanian seperti pengolahan kulit, pembuatan payung, batu bata, ubin dan keramik.
#
=== Bergabungnya Indonesia ke Perserikatan Bangsa-Bangsa ===
Indonesia diterima sebagai anggota [[Perserikatan Bangsa-Bangsa]] (PBB) ke-60 pada tanggal 28 September 1950.<ref>{{Cite journal|last=Qodariah|first=Khasanah|title=Demokrasi Liberal|url=https://www.academia.edu/8162221|journal=Versi Materi Oleh D. Endarto|volume=1|pages=5|via=academia.edu}}</ref>
== Pembubaran kabinet ==
▲# Successfully built medium and large industries, such as printing, remailing gum, paper mills, and fertilizer factories.<ref>{{Cite journal|last=Glassburner|first=Bruce|date=1962|title=Economy Policy-Making in Indonesia,1950-57|journal=Economic Development and Cultural Change|volume=10|issue=2|pages=113–133|doi=10.1086/449948|jstor=1151906}}</ref>
# PNI tidak menyetujui berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1950 tentang DPRD yang dianggap hanya menguntungkan Masyumi saja.
==
* [[Daftar Kabinet Indonesia]]▼
== Referensi ==▼
* {{Citation | first = P. N. H. | last = Simanjuntak | title = Kabinet-Kabinet Republik Indonesia: Dari Awal Kemerdekaan Sampai Reformasi | publisher = Djambatan | place = Jakarta | year = 2003 | language = Indonesian | pages = 116–124 | isbn = 979-428-499-8 | postscript = .}}▼
▲* [[Daftar Kabinet Indonesia]]
== Catatan ==
{{reflist}}
▲== Referensi ==
▲* {{Citation | first = P. N. H. | last = Simanjuntak | title = Kabinet-Kabinet Republik Indonesia: Dari Awal Kemerdekaan Sampai Reformasi | publisher = Djambatan | place = Jakarta | year = 2003 | language = Indonesian | pages = 116–124 | isbn = 979-428-499-8 | postscript = .}}
== Pranala luar ==
|