Kesultanan Buton: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Envapid (bicara | kontrib)
Warga Manorian (bicara | kontrib)
Baris 45:
Sejarah yang umum diketahui orang, bahwa [[Kerajaan Bone]] di [[Sulawesi]] lebih dulu menerima agama [[Islam]] yang dibawa oleh [[Datuk ri Bandang]] yang berasal dari [[Minangkabau]] sekitar tahun 1605 M. Sebenarnya [[Sayid Jamaluddin al-Kubra]] lebih dulu sampai di Pulau [[Buton]], yaitu pada tahun 815 H/1412 M. Ulama tersebut diundang oleh [[Raja]] [[Mulae Sangia i-Gola]] dan baginda langsung memeluk [[agama]] [[Islam]]. Lebih kurang seratus tahun kemudian, dilanjutkan oleh [[Syeikh Abdul Wahid]] bin [[Syarif Sulaiman al-Fathani]] yang dikatakan datang dari [[Johor]]. Ia berhasil mengislamkan [[Raja]] [[Buton]] yang ke-6 sekitar tahun 948 H/ 1538 M.
 
Riwayat lain mengatakan tahun 1564 M. Walau bagaimanapun masih banyak pertikaian pendapat mengenai tahun kedatangan [[Syeikh Abdul Wahid]] di [[Buton]]. Oleh itu dalam artikel ini dirasakan perlu dikemukakan beberapa perbandingan. Dalam masa yang sama dengan kedatangan [[Syeikh Abdul Wahid]] bin [[Syarif Sulaiman al- Fathani]], diriwayatkan bahwa di Callasusung (Kulisusu), salah sebuah daerah kekuasaan [[Kerajaan]] [[Buton]], didapati semua penduduknya beragama [[Islam]].<ref>{{Cite book|last=mubarok|first=frenky|date=2023|title=fungsi, jejaring, & budaya naskah nusantara|location=depok|publisher=Manassa|isbn=9786026018267|pages=122|url-status=live}}</ref>
 
Selain pendapat yang menyebut bahwa [[Islam]] datang di [[Buton]] berasal dari [[Johor]], ada pula pendapat yang menyebut bahwa [[Islam]] datang di [[Buton]] berasal dari [[Ternate]]. Dipercayai orang-orang [[Melayu]] dari berbagai daerah telah lama sampai di Pulau [[Buton]]. Mengenainya dapat dibuktikan bahwa walaupun [[Bahasa]] yang digunakan dalam [[Kerajaan]] [[Buton]] ialah [[bahasa]] [[Wolio]], namun dalam masa yang sama digunakan [[Bahasa]] [[Melayu]], terutama [[bahasa]] [[Melayu]] yang dipakai di [[Malaka]], [[Johor]] dan [[Patani]]. Orang-orang [[Melayu]] tinggal di Pulau [[Buton]], sebaliknya orang-orang [[Buton]] pula termasuk kaum yang pandai belayar seperti orang [[Bugis]] juga. Orang-orang [[Buton]] sejak lama merantau ke seluruh pelosok dunia [[Melayu]] dengan menggunakan perahu berukuran kecil yang hanya dapat menampung lima orang, hingga perahu besar yang dapat memuat barang sekitar 150 ton.
 
Kerajaan Buton secara resminya menjadi sebuah kerajaan Islam pada masa pemerintahan Raja Buton ke-6, iaituyaitu Timbang Timbangan atau Lakilaponto atau [[Halu Oleo]]. Bagindalah yang diislamkan oleh [[Syeikh Abdul Wahid]] bin [[Syarif Sulaiman al-Fathani]] yang datang dari [[Johor]]. Menurut beberapa riwayat bahwa [[Syeikh Abdul Wahid]] bin [[Syarif Sulaiman al-Fathani]] sebelum sampai di [[Buton]] pernah tinggal di [[Johor]]. Selanjutnya bersama isterinya pindah ke [[Adonara]]. Kemudian dia sekeluarga berhijrah pula ke Pulau [[Batu atas]] yang termasuk dalam pemerintahan [[Buton]].
[[Berkas:Rajaterakhir4.jpg|jmpl|300px|Sultan Buton ke 38, Muhamad Falihi Kaimuddin bersama Presiden RI Pertama [[Soekarno]]]]
Di Pulau [[Batu atas]], [[Buton]], [[Syeikh Abdul Wahid]] bin [[Syarif Sulaiman al-Fathani]] bertemu [[Imam Pasai]] yang kembali dari [[Maluku]] menuju [[Pasai]] ([[Aceh]]). [[Imam Pasai]] menganjurkan [[Syeikh Abdul Wahid]] bin [[Syarif Sulaiman al-Fathani]] pergi ke [[Pulau Buton]], menghadap Raja [[Buton]]. [[Syeikh Abdul Wahid]] setuju dengan anjuran yang baik itu. Setelah [[Raja]] [[Buton]] memeluk [[Islam]], Baginda langsung ditabalkan menjadi [[Sultan Buton]] oleh [[Syeikh Abdul Wahid]] pada tahun 948 H/1538 M.
Baris 70:
Kampung Parit Murhum berdekatan dengan Kerisik, iaitu pusat seluruh aktivitas Kesultanan Fathani Darus Salam pada zaman dahulu. Semua yang tersebut itu sukar untuk dijawab. Apakah semuanya ini secara kebetulan saja ataupun memang telah terjalin sejarah antara Patani dan Buton sejak lama, yang memang belum diketahui oleh para penyelidik.
 
Namun walau bagaimanapun jauh sebelum ini telah ada orang yang menulis bahwa ada hubungan antara [[Patani]] dengan Ternate. Dan cukup terkenal legenda bahwa orang Buton sembahyang Jum'at di Ternate.
 
Jika kita bandingkan dengan semua sistem pemerintahan, sama ada yang bercorak Islam maupun sekular, terdapat perbedaan yang sangat kental dengan pemerintahan Islam Buton. Kerajaan Islam Buton berdasarkan [[Martabat Tujuh]]. Daripada kenyataan ini dapat diambil kesimpulan bahwa kerajaan Islam Buton lebih mengutamakan ajaran tasawuf daripada ajaran yang bercorak zahiri. Namun ajaran syariat tidak diabaikan.
Baris 219:
# 1928-1937: Sultan Muh. Hamidi
# 1937-1960: Sultan Muh. Falihi Qaimuddin Khalifatul Khamis
 
== Budaya ==
Meskipun menganut agama islam, masyarakat buton memiliki kepercaan akan adanya reinkarnasi pada seorang ulama. Salah satu kisahnya adalah kisah pada masa pemerintahan raja Mulae (Akhir Abad 15), terjadi percakapan antara syekh Abdul Wahid dan gurunya, [[Ahmed bin Chais]]. Yang terakhir menyuruh Abdul Wahid pergi dari [[Kesultanan Samudera Pasai|Pasai]] ke Buton. Dia bilang "Nanti di masa cucu kalian, saya akan datang ke Buton untuk menyempurnakan adat istiadat kalian". Ketika masa cucu Abdul Wahid hidup, yang bernama [[Imam Malanga]], datanglah ulama kedua ke Buton, yakni [[Firus Muhammad]]. Pada saat bersamaan lahirlah Mardana Ali, yang akan menjadi sultan pada 1647 hingga 1654.Lantas ulama tersebut mencari bayi dan menyakini sebagai reinkarnasi dari Ahmed bin Chais.<ref>{{Cite journal|last=Schoorl|first=J. W.|date=1985|title=Belief in Reincarnation on Buton, S.e. Sulawesi, Indonesia|url=https://www.jstor.org/stable/27863639|journal=Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde|volume=141|issue=1|pages=103–134|issn=0006-2294}}</ref>
 
== Pranala luar ==