Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Asfandare (bicara | kontrib)
sangat banyak
Asfandare (bicara | kontrib)
banyak hal, dan menulis hal baru
Baris 160:
# tertangkap tangan melakukan tindak pidana; atau
# berdasarkan bukti permulaan yang cukup disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati, tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara, atau tindak pidana khusus.
 
==== Kode Etik ====
Hakim Konstitusi memiliki Kode Etik yang disebut sebagai "Sapta Karsa Hutama", yang berisi sebagai berikut;
 
# Prinsip interdependensi;
# Prinsip ketidakberpihakan;
# Prinsip integritas;
# Prinsip kepantasan dan kesopanan;
# Prinsip kesetaraan;
# Prinsip kecakapan dan keseksamaan; dan
# Prinsip kearifan dan kebijaksanaan.
 
Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 09/PMK/2006.
 
=== Sekretariat Jenderal ===
Baris 168 ⟶ 181:
{{utama|Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia}}
Kepaniteraan MK memiliki tugas pokok memberikan dukungan di bidang administrasi justisial. Susunan organisasi kepaniteraan MK terdiri dari sejumlah jabatan fungsional Panitera. Kepaniteraan merupakan supporting unit hakim konstitusi dalam penanganan perkara di MK.
 
== Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi ==
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi adalah perangkat yang dibentuk oleh Mahkamah Konstitusi untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, dan kode etik Hakim Konstitusi. Berdasarkan Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2023 dalam Pasal 1 sampai 4, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi memiliki wewenang antara lain sebagai berikut;
 
# Majelis Kehormatan berwenang menjaga keluhuran martabat dan kehormatan Mahkamah.
# Majelis Kehormatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berwenang memeriksa dan memutus dugaan pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi.
# Dugaan pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diperiksa dan diputus paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak laporan dicatat dalam e-BRLTP.
# Dalam hal jangka waktu 30 (tiga puluh puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum selesai pemeriksaannya, dapat diperpanjang paling lama 15 (lima belas) hari kerja berikutnya.
 
Keanggotaan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi berisikan 3 (tiga) orang yang terdiri atas satu orang Hakim Konstitusi, satu orang tokoh masyarakat, dan satu orang akademisi yang berlatarbelakang di bidang hukum. Selain itu, terdapat beberapa catatan sebagai berikut;
 
* Calon anggota Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2023 adalah tokoh masyarakat yang ditunjuk oleh Rapat Permusyawaratan Hakim yang memenuhi syarat tertentu, yakni memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela; jujur, adil, tidak memihak, dan non partisan; berusia paling rendah enam puluh tahun; dan berwawasan luas dalam bidang etika, moral dan profesi hakim, serta memahami konstitusi dan putusan mahkamah konstitusi.
* Calon anggota Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2023 adalah akademisi yang ditunjuk oleh Rapat Permusyawaratan Hakim yang memenuhi syarat tertentu, yakni memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela; jujur, adil, tidak memihak, dan non partisan; berusia paling rendah enam puluh tahun; berwawasan luas dalam bidang etika, moral dan profesi hakim, serta memahami konstitusi dan putusan mahkamah konstitusi; dan menjadi guru besar dalam bidang hukum.
* Catatan diatas dapat dibaca dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi No. 1/2023 pada Pasal 5.
 
Anggota Majelis dapat dikategorikan telah melakukan pelanggaran apabila telah melakukan hal-hal yang disebutkan pada Pasal 10 dalam peraturan yang sama, diantaranya;
 
# melakukan perbuatan tercela;
# tidak menghadiri persidangan yang menjadi tugas dan kewajibannya selama 5 (lima) kali berturut-turut tanpa alasan yang sah;
# melanggar sumpah atau janji jabatan;
# dengan sengaja menghambat Mahkamah memberi putusan dalam waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7B ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
# melanggar Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi;
# melanggar larangan sebagai Hakim Konstitusi, diantaranya adalah; merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, anggota partai politik, pengusaha, advokat, atau pegawai negeri; menerima suatu pemberian atau janji dari pihak berperkara, dan mengeluarkan pernyataan di luar persidangan atas suatu perkara yang sedang ditanganinya mendahului putusan, dan/atau;
# tidak melaksanakan kewajiban sebagai Hakim Konstitusi.
 
== Persidangan ==