Garuda Indonesia Penerbangan 206: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
k Membatalkan 1 suntingan oleh Ria Maz (bicara) ke revisi terakhir oleh Gcporisdc9(Tw)
Tag: Pembatalan
Cool25vibe (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 44:
|mapname= Indonesia
}}
'''Garuda Indonesia Penerbangan 206''' atau juga dikenal dengan sebutan '''Peristiwa''' '''''Woyla''''' adalah sebuah penerbangan [[maskapai penerbangan|maskapai]] [[Garuda Indonesia]] dari [[pelabuhan udara sipil Talangbetutu]], [[Kota Palembang|Palembang]] ke [[Bandara Polonia]], [[Kota Medan|Medan]] yang mengalami insiden [[pembajakan pesawat]] pada [[28 Maret]] [[1981]] oleh lima orang [[teroris]] yang dipimpin [[Imran bin Muhammad Zein]], dan mengidentifikasi diri sebagai anggota kelompok ekstremis "[[Komando Jihad]]". Penerbangan dengan pesawat [[DC-9]] ''Woyla'' tersebut berangkat dari [[Jakarta]] pada pukul 08.00 [[pagi]], [[transit]] di Palembang, dan akan terbang ke Medan dengan perkiraan sampai pada pukul 10.55. Dalam penerbangan, pesawat tersebut tiba-tiba dibajak oleh lima orang teroris yang menyamar sebagai penumpang. Setelah mendarat sementara untuk mengisi bahan bakar di [[Bandar Udara Internasional Pulau Pinang|Bandara Penang]], [[Malaysia]], akhirnya pesawat tersebut terbang dan mengalami drama puncaknya di [[Bandara Don Mueang]] di [[Bangkok]], [[Muang Thai]] tanggal [[31 Maret]].
 
Imran bin Muhammad Zein, pemimpin sel kelompok [[Komando Jihad]] yang melakukan peristiwa teror ini menuntut agar para rekannya yang ditahan pasca [[Peristiwa Cicendo]] di [[Bandung]], [[Jawa Barat]], supaya dibebaskan. Dalam Peristiwa Cicendo, 14 anggota Komando Jihad membunuh empat anggota [[polri|polisi]] di [[Kosekta 65]] pada [[11 Maret]] [[1981]] dini hari. Usai peristiwa itu, sejumlah anggota Komando Jihad ditahan dan terancam hukuman mati.<ref name="oke">[http://news.okezone.com/read/extend/2009/10/15/343/265886/woyla-terorisme-pertama-di-indonesia "Woyla, Terorisme Pertama di Indonesia"] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20120428102050/http://news.okezone.com/read/extend/2009/10/15/343/265886/woyla-terorisme-pertama-di-indonesia |date=2012-04-28 }} - Okezone.com, diakses 4 Mei 2010.</ref>
 
Peristiwa pembajakan pesawat Garuda DC-9 ''Woyla'' ini menjadi peristiwa terorisme bermotif "[[jihad]]" pertama yang menimpa [[Indonesia]] dan satu-satunya dalam sejarah [[Daftar maskapai penerbangan Indonesia|maskapai penerbangan Indonesia]].<ref name="oke"/>
 
== Kronologi peristiwa ==
Pembajakan bermula saat pesawat yang dikemudikan Kapten Herman Rante baru saja terbang dari [[Pelud Sipil Talang Betutu]], [[Palembang]] seusai transit untuk menuju [[Bandara Polonia]], [[Medan]]. Setelah lepas landas, dua penumpang bangkit dari tempat duduk mereka, satu menuju ke [[kokpit]] dan menodongkan senjata. Satu lagi berdiri di gang antara tempat-duduk pesawat. Pada pukul 10.10 pesawat tersebut dikuasai oleh lima pembajak, semuanya ber[[senjata api]]. Pembajak di kokpit memerintahkan [[pilot]] untuk terbang ke [[Kolombo]], [[Sri Lanka]], tetapi pilot berkata bahwa pesawat tersebut tidak memiliki cukup [[Avtur|bahan bakar pesawat]]. Pesawat dialihkan ke [[Penang]], [[Malaysia]], untuk pengisian bahan bakar sebelum kemudian terbang lagi ke [[Thailand]] atas paksaan teroris dan penerimaaan pemerintah Thailand untuk mengizinkan pesawat tersebut mendarat di wilayahnya. Drama pembajakan pesawat Garuda DC-9 ''Woyla'' tersebut berlangsung empat hari di [[Bandara Don Mueang]] [[Bangkok]] dan berakhir pada tanggal [[31 Maret]] setelah serbuan kilat [[Grup-1 Para-Komando]] yang dipimpin [[Letnan Kolonel]] [[Infanteri]] [[Sintong Panjaitan]]. Pilot pesawat Garuda, [[Kapten]] Herman Rante, dan [[Achmad Kirang]], salah satu anggota satuan Para-Komando [[Kopassandha]], meninggal dalam baku tembak yang berlangsung selama operasi kilat pembebasan pesawat tersebut.
 
Para teroris mengaku berasal dari kelompok ekstremis bernama [[Komando Jihad]]. Pada saat terjadinya peristiwa ini, pasukan komando Indonesia belum memiliki pengalaman dalam menangani peristiwa terorisme pembajakan pesawat. Kelompok khusus militer Indonesia yang baru dibentuk saat itu, [[Komando pasukan khusus|Kopassandha]] (Nama satuan Kopassus saat itu), meminjam sebuah pesawat DC-9 untuk mempelajari situasi.
Baris 73:
|casualties3=
}}
Operasi pembebasan pesawat DC-9 dikenal dengan sebutan '''Operasi Woyla''' yang dimulai sehari setelah tersiarnya kabar pembajakan tersebut. Pada pukul 21.00, [[29 Maret]], 35 anggota [[Kopassandha]] meninggalkan Indonesia dalam sebuah [[DC-10]] yang disewa, mengenakan pakaian [[sipil]]. Penggunaan DC-10 dikarenakan terdapat kemungkinan bahwa para pelaku akan menerbangkan pesawat tersebut sampai ke [[Libya]]. Pemimpin [[CIA]] di [[Thailand]] menawarkan pinjaman [[jaket anti peluru]], tetapi ditolak karena pasukan Kopassandha telah membawa perlengkapan mereka sendiri dari [[Jakarta]]. Namun CIA meminjamkan "''Special Audio Gear''" yang digunakan untuk mendengarkan percakapan di dalam kabin DC-09 ''Woyla.''
 
Pukul 02.30 tanggal [[31 Maret]], prajurit bersenjata mendekati pesawat secara diam-diam. Mereka merencanakan agar Tim Merah dan Tim Biru memanjat ke [[sayap pesawat]] dan menunggu di pintu samping. Semua [[jendela pesawat]] telah ditutup. Tim Hijau akan masuk lewat pintu belakang. Semua tim akan masuk ketika kode diberikan. Pada pukul 02.43, tim Komando Angkatan Udara Thailand ikut bergerak ke landasan, menunggu di landasan agar tidak ada teroris yang lolos.
 
Kode untuk masuk diberikan, ketiga tim masuk, dengan Tim Hijau terlebih dahulu, mereka berpapasan dengan seorang teroris yang berjaga di pintu belakang. Teroris tersebut menembak dan mengenai [[Achmad Kirang]], salah seorang anggota Tim Hijau di bagian bawah [[perut]] yang tidak terlindungi. Teroris tersebut kemudian ditembak dan tewas di tempat. Tim Biru dan Tim Merah masuk, menembak dua teroris lain, sementara penumpang menunduk. Para penumpang kemudian disuruh keluar. Seorang teroris dengan [[granat tangan]] tiba-tiba keluar dan mencoba melemparkannya tetapi gagal meledak karena pin pengaman yang tidak ditarik sempurna. Lalu anggota tim menembak dan melukainya sebelum dia sempat keluar. Teroris terakhir dinetralisir di luar pesawat. [[Imran bin Muhammad Zein]] selamat dalam peristiwa baku tembak tersebut dan ditangkap oleh Satuan Para Komando Kopassandha.
 
Tim medis kemudian datang untuk menyelamatkan [[pilot]] pesawat DC-9 ''Woyla'', Kapten [[Herman Rante]], yang tanpa sengaja tertembak anggota komando dalam serangan tersebut. Namun Kapten Herman Rante meninggal di [[Rumah Sakit]] di Bangkok beberapa hari setelah kejadian tersebut. Kedua korban peristiwa terorisme ini kemudian dimakamkan di [[TMP Kalibata]].
 
Operasi [[kontra terorisme]] ini dilakukan oleh [[Grup-1 Para-Komando]] di bawah pimpinan [[Letnan Kolonel]] [[Infanteri]] [[Sintong Panjaitan]] yang kemudian beserta tim-nya dianugerahi [[Bintang Sakti]] dan dinaikkan pangkatnya satu tingkat, kecuali Achmad Kirang yang gugur di dalam operasi tersebut dinaikkan pangkatnya dua tingkat secara [[anumerta]].
 
== Pasca peristiwa pembajakan ==
[[Imran bin Muhammad Zein]] selaku otak peristiwa pembajakan pesawat DC-9 ini kemudian dijatuhi [[hukuman mati]] oleh [[Pengadilan Negeri Jakarta Pusat]] pada tahun [[1981]]. Imran merupakan salah seorang yang terlibat dalam [[Peristiwa Cicendo]] bersama [[Maman Kusmayadi]], [[Salman Hafidz]], serta 11 orang lainnya. Maman dan Salman bernasib sama dengan Imran dan dieksekusi dalam hukuman mati.
 
== Lihat pula ==