A.P.T. Pranoto: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
PeragaSetia (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
PeragaSetia (bicara | kontrib)
Baris 26:
 
== Awal kehidupan ==
Pranoto lahir di [[Tenggarong, Kutai Kartanegara|Tenggarong]] pada tanggal 14 September 1906 dengan nama Aji Addin. Dia merupakan putra ketujuh dari Sultan [[Aji Muhammad Alimuddin]] dan saudara tiri dari [[Aji Muhammad Parikesit]], sultan Kutai yang terakhir.<ref name=":1" /><ref name=":0">{{Cite news|last=Khaidir|first=Muh.|date=2007-03-11|title=APT Pranoto, Gubernur Kaltim yang Terlupakan|url=https://web.archive.org/web/20070311082216/http://www.tribunkaltim.com/viewweb2.php?id=12225/|work=Tribun Kaltim|access-date=21 Februari 2024}}</ref> Pranoto menjalani studi di [[Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren|OSVIA]] (''Opleiding School voor Inlandsche Ambtenaren'')'' di [[Kota Makassar|Makassar]] dan setelah lulus, bekerja sebagai juru tulis pemerintah kesultanan di Tenggarong. Kemudian, Pranoto menjadi kepala distrik di [[Kota Bangun, Kutai Kartanegara|Kota Bangun]] dan [[Sangasanga, Kutai Kartanegara|Sangasanga]] dari tahun 1927 hingga 1930.<ref name=":5">{{Cite news|date=1930-10-20|title=Raad van Justitie: Mishandeling|url=https://www.delpher.nl/nl/kranten/view?query=%22Adji+Adin%22&coll=ddd&sortfield=date&identifier=ddd:010279592:mpeg21:a0077&resultsidentifier=ddd:010279592:mpeg21:a0077&rowid=1|work=De Indische Courant|access-date=9 April 2024}}</ref> Dia diangkat menjadi Tumenggung (perdana menteri) pada tahun 1935.{{sfn|Magenda|2010|p=149}}<ref name=":0" />
 
== Kehidupan di Masa Revolusi ==
Baris 40:
Berkat simpatinya terhadap kemerdekaan Indonesia, Pranoto dapat menaiki tangga birokrasi dengan mudah. Dia diangkat sebagai Bupati yang diperbantukan kepada Gubernur [[Kalimantan (provinsi)|Kalimantan]] pada tanggal 26 Agustus 1952.<ref name=":1" /><ref name=":0" /> Dia kemudian bergabung dan menjadi pengurus Partai PIR ([[Partai Persatuan Indonesia Raya|Persatuan Indonesia Raya]]) di Kalimantan Timur, memberi dukungan terhadap [[Adji Raden Djokoprawiro|Aji Raden Djokoprawiro]] yang saat itu menjadi anggota [[Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia|DPR]] mewakili partai tersebut dan juga sesama bangsawan Kutai. Saat terjadi perpecahan di tubuh PIR, Pranoto bergabung dengan fraksi [[Hazairin]].{{sfn|Magenda|2010|p=74}}
[[Berkas:IndonesiaBorneoProvince.png|jmpl|Peta [[Kalimantan (provinsi)|Provinsi Kalimantan]] sebelum dimekarkan menjadi tiga provinsi pada tahun 1957.]]
Melalui bantuan dari [[Adji Raden Djokoprawiro|Djokoprawiro]] dan [[Hazairin]] dan kedudukannya sebagai pejabat senior dalam jajaran pamong praja, dia ditunjuk menjadi Residen Kalimantan Timur pada tahun 1954 oleh [[Daftar Gubernur Kalimantan|Gubernur Kalimantan]], [[R.T.A. Milono]], yang juga seorang anggota PIR.<ref name=":4">{{Cite news|last=Soelaiman|first=A.|date=1954-09-10|title=Heboh Sekitar Pengangkatan Residen Kalimantan Timur Adji Pangeran Temenggung Pranoto|url=https://gpa.eastview.com/crl/sean/?a=d&d=inra19540910-01.1.3&srpos=1&e=------195-en-25-inra-1--img-txIN-%22Kaltim%22---------|work=Indonesia Raya|access-date=30 Maret 2024}}</ref>{{sfn|Magenda|2010|p=72,74}} Pengangkatan tersebut ditentang oleh banyak pihak. Semua partai politik kecuali PIR menolak pengangkatan tersebut. A.Anang SoelaimanSulaiman, seorang pimpinan [[Partai Nasional Indonesia|PNI]] di Samarinda, menganggap Pranoto tidak cakap dalam mengurus wilayah [[Kabupaten Kutai|Kutai]] dan meragukan kapasitasnya sebagai residen. Sikap Pranoto yang dipandang pro-swaprajaproswapraja dan menganaktirikan [[Kabupaten Bulungan|Bulungan]] dan [[Kabupaten Berau|Berau]] juga menjadi faktor lain ketidakpopulerannya.<ref name=":4" /> Meski demikian, karirnya tidak surut. Dia kemudian ditunjuk sebagai pelaksana tugas (Plt) [[Gubernur Kalimantan Timur]] yang pertama pada tanggal 9 Januari 1957 dan baru secara resmi dilantik menjadi gubernur pada tahun 1959.<ref name=":1" />{{sfn|Magenda|2010|p=149}}
 
=== Karir sebagai Gubernur ===
Baris 50:
 
=== Persaingan kekuasaan ===
Kedudukan Pranoto sebagai Gubernur sangat menguntungkan golongan bangsawan Kutai. Dia mengangkat [[Aji Raden Padmo]], sesama bangsawan dan anggota PIR, sebagai Bupati [[Kabupaten Kutai]] yang pertama pada tanggal 20 Januari 1960. Pada hari yang sama, Pranoto juga mengangkat beberapa kepala daerah yang hampir semua berasal dari kalangan bangsawan, seperti [[Aji Raden Sayid Mohammad]] sebagai [[Daftar Wali Kota Balikpapan|Wali Kota Balikpapan]], [[Aji Raden Muhammad Ayub|Aji Raden Muhammad Ajub]] sebagai [[Daftar Bupati Berau|Bupati Berau]], dan [[Andi Tjatjo]] gelar Datuk Wihardja sebagai [[Daftar Bupati Bulungan|Bupati Bulungan]]. Hanya Kapten [[Soedjono AJ|Soedjono A.J.]] selaku [[Daftar Wali Kota Samarinda|Wali Kota Samarinda]] yang bukan berasal dari golongan bangsawan.{{sfn|Magenda|2010|p=77}} Setelah pembubaran PIR-Hazairin pada masa [[Demokrasi Terpimpin (1959–1965)|Demokrasi Terpimpin]], Pranoto bergabung dengan Partai NU ([[Nahdlatul Ulama|Nahdhatul Ulama]]).{{sfn|Magenda|2010|p=149}} Selain itu, sebagaiselaku Gubernur, Pranoto juga menjabat sebagai pengurus daerah [[Front Nasional (Orde Lama)|Front Nasional]] di Kalimantan Timur pada tahun 1961.{{sfn|Deppen|1961|p=412}}
 
Menguatnya kedudukan bangsawan tidak disukai oleh golongan pejuang yang antifeodal dan terpusat di [[Kota Balikpapan|Balikpapan]] dan [[Kota Samarinda|Samarinda]]. Mereka terlibat dalam persaingan politik dengan para bangsawan. Sebagian besar dari para pejuang di Samarinda tergabung dalam PNI, sedang di Balikpapan didominasi oleh [[Partai Musyawarah Rakyat Banyak|Murba]]. Untuk menandingi Pranoto, PNI menunjuk [[Inche Abdoel Moeis|Inche Abdul Muis]], yang juga seorang anggota partai, sebagai [[Daftar Gubernur Kalimantan Timur|Kepala Daerah Kalimantan Timur]]. Penunjukkan ini dipermudah dengan dominasi PNI di [[Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Kalimantan Timur|DPRDparlemen Provinsi Kalimantan Timurprovinsi]]. PNI menggunakan UU Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, yang mewajibkan Gubernur bekerja sama dengan seorang Kepala Daerah dalam menjalankan pemerintahan, sebagai dasar hukum untuk penunjukkan ini.<ref name=":1" />{{sfn|Magenda|2010|p=81}}
 
== Pemenjaraan dan kematian ==
Baris 58:
Selain golongan pejuang, Pranoto juga tidak disukai oleh pihak militer, terutama [[Komando Daerah Militer VI/Mulawarman|Pangdam IX/Mulawarman]], Brigjen [[Soehario Padmodiwirio]] yang antifeodal dan dekat dengan golongan kiri. Jenderal [[Abdul Haris Nasution]] juga memandang negatif Pranoto, menganggapnya "menyeleweng" sejak dia hendak mengangkat Pangdam sebelumnya, Kolonel [[Hartojo]], menjadi seorang pangeran. Izin yang diberikan oleh Pranoto kepada [[Daftar Bupati Bulungan|Bupati Bulungan]] saat itu, [[Andi Tjatjo]], untuk bebas bepergian ke [[Tawau]] juga menambah rasa curiga Soehario padanya.{{sfn|Kecik|2009|p=178}} Soehario juga menganggap Pranoto bertanggung jawab atas nasib malang para transmigran dari Jawa Tengah di [[Petung, Penajam, Penajam Paser Utara|Petung]], yang alih-alih mengerjakan lahan pertanian, terpaksa mengerjakan proyek pemasangan pipa minyak [[Bataafsche Petroleum Maatschappij|BPM]] dari [[Tanjung, Tabalong|Tanjung]] ke [[Kota Balikpapan|Balikpapan]] dan diterlantarkan begitu saja sehingga sebagian besar terpaksa mengemis di Balikpapan.{{sfn|Kecik|2009|p=188-189}}
 
AtasAkibat tuntutan [[Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Kalimantan Timur|DPRD Kalimantan Timur]], pada tahun 1961, Pranoto ditahan oleh pihak kepolisian atas tuduhan tindak pidana korupsi penggelapan uang negara sebesar Rp 13 juta. Kasusnya ditangani oleh [[Kejaksaan Agung Republik Indonesia|Kejaksaan Agung]] dan Pranoto menjalani persidangan di [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]].{{sfn|Kecik|2009|p=177}} Untuk menggantikan Pranoto, Soehario mengusulkan [[Abdoel Moeis Hassan]], salah seorang calon yang diusung PNI, kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) [[Ipik Gandamana]].{{sfn|Kecik|2009|p=181}} Dia kemudian ditahan di markas [[Komando Daerah Militer VI/Mulawarman|Kodam Mulawarman]] di Balikpapan, sebelum dipindahkan ke RTM (Rumah Tahanan Militer) di [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]]. Pranoto akhirnya meninggal pada tanggal 19 Juni 1976 sebagai tahanan akibat kondisi penjara yang buruk.{{sfn|Magenda|2010|p=93-94}} Adapun sumber lain menyebutkan bahwa Pranoto meninggal di kediaman anaknya di Samarinda.<ref name=":0" />
 
Meskipun tuduhan tersebut terbukti benar, namun menurut [[Harun Nafsi]], yang sebenarnya dilakukan Pranoto adalah membagi-bagikan uang tersebut kepada kawan-kawan dan sekutunya yang benar-benar memerlukan uang. Hal ini sudah menjadi kebiasaannya sejak masih menjadi pejabat kesultanan, sehingga dapat disimpulkan bahwa Pranoto tidak pernah memperkaya diri melalui uang tersebut.{{sfn|Magenda|2010|p=93-94}}
 
== Kehidupan pribadi ==
Baris 70:
Saat masih menjabat sebagai kepala distrik [[Kota Bangun, Kutai Kartanegara|Kota Bangun]], Pranoto terlibat dalam penganiayaan seorang mandor bernama Salman bin Hadji Demang di [[Tenggarong, Kutai Kartanegara|Tenggarong]]. Kejadian tersebut berlangsung pada malam tanggal 14 Februari 1928 di kediaman seorang Raden Soedjono sekitar pukul delapan hingga sembilan malam.<ref name=":5" /> Saat kejadian, Salman hendak mencari anak buahnya untuk mengangkut muatan perahu seperti yang diperintahkan atasannya. Sebab itu, dia hendak menemui salah seorang kenalannya, Soemo, di kediaman Raden Soedjono. Setibanya di sana, dia ditahan oleh empat orang, termasuk Pranoto yang saat itu membawa sebilah [[mandau]]. Mereka menahannya dengan dalih perselisihan di masa lalu antara Salman dengan keluarga sultan.<ref name=":6">{{Cite news|date=1930-11-04|title=Laffe mishandeling|url=https://www.delpher.nl/nl/kranten/view?query=%22Adji+Adin%22&coll=ddd&sortfield=date&identifier=MMKB15:000102053:mpeg21:a00021&resultsidentifier=MMKB15:000102053:mpeg21:a00021&rowid=5|work=Deli Courant|access-date=9 April 2024}}</ref>
 
Tak lama kemudian, terjadi bentrok antara kedua belah pihak. Salman ditahan oleh salah seorang tersangka, lalu dipukul oleh [[Aji Pangeran Soemantri]] (bernama asli Aji Mohammad Ilyasin), dengan sebalok kayu hingga kakinya patah. Setelah jatuh ke tanah, dia ditendang lagi oleh tersangka yang lain, Aji Bambang Mohammad Saleh. Kemudian, datang beberapa orang ke lokasi, termasuk [[Aji Muhammad Parikesit|sultan]] sendiri dan seorang bernama Bambang Djanidin. Djanidin mengejek Salman dengan mengatakan bahwa dia akan mati pada malam itu, dan seandainya mereka bertemu pada hari kemarin, dia seharusnya mati saat itu juga. Salman lalu tak sadarkan diri, sebelum akhirnya dibawa ke rumah sakit dan berhasil siuman.<ref name=":5" /><ref name=":6" />
 
Setelah dua tahun berlalu, kasus ini akhirnya dibawa ke meja hijau. Saat persidangan, Soemantri berdalih bahwa dia hanya menahan Salman, bukan memukulnya. Soemantri juga mengatakan bahwa dia mendengar dari Pranoto bahwa ada seorang tahanan yang kabur dan bersembunyi di kolong rumah Raden Soedjono. Karena itu, dia langsung bergegas untuk mencari Salman dan keduanya terlibat cekcok. Pranoto lalu pergi mencari bantuan dan setelah kembali, menemui keduanya sudah jatuh ke tanah. Dia membangunkan Soemantri dan karena tidak mengenali Salman di kegelapan, menendangnya berkali-kali.<ref name=":6" />
Baris 108:
[[Kategori:Politikus Indonesia]]
[[Kategori:Gubernur Kalimantan Timur]]
[[Kategori:Kelahiran 1906]]
[[Kategori:Kematian 1976]]