Ahmad Rasyid: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
||
Baris 37:
| death_place = [[Jakarta]], [[Indonesia]]
| resting_place = [[Taman Pemakaman Umum Tanah Kusir]]
| spouse = {{menikah|[[wikidata:Q107028280|Fatimah Karim Amrullah]]|1917|1985}}<br />{{menikah|[[wikidata:Q123999723|Fatimah Abdullah]]|1928|1984|end=d.}}
| relations = {{unbulleted list|[[Duski Samad]] (adik)|[[Abdul Karim Amrullah]] (ayah mertua)|[[Hamka]] (adik ipar)|[[Abdul Bari Karim Amrullah|Abdul Bari]] (adik ipar)|[[Rusydi Hamka]] (keponakan)|[[Irfan Hamka]] (keponakan)|[[Aliyah Hamka]] (keponakan)}}
| children =
| mother = Siti Abbasiyah
| father = Abdul Shamad Al-Kusai
Baris 57:
Ahmad Rasyid lahir di Kampung Air Hangat ({{lang-min|Kampuang Aie Angek}}), [[Maninjau, Tanjung Raya, Agam|Maninjau]], [[Kabupaten Agam|Afdeling Agam]], [[Dataran Tinggi Padang]], [[Pesisir Barat Sumatera]] pada [[15 Desember]] [[1895]] (dalam penanggalan [[Hijriah]]: Ahad, 27 Jumadil Akhir 1313) di malam hari. Ia merupakan anak ketiga dari delapan bersaudara dari pasangan Abdul Shamad Al-Kusai dan Siti Abbasyiyah atau lebih dikenal dengan Uncu Lumpur. Ayahnya adalah ulama terkenal di Maninjau, sedangkan ibunya bekerja sebagai guru agama.<ref name="biografi1">{{Cite news |url=https://m.republika.co.id/amp/qbspjk366 |title=Buya AR Sutan Mansur: Imam Muhammadiyah Sumatra |last=Nursalikah |first=Ani |date=2020-06-12 |website=[[Republika.co.id]] |access-date=2021-10-02 }}</ref> Nama "Achmad Rasjid" sebenarnya diberikan oleh ayahnya, Abdul Shamad Al-Kusai. Selama masa kecilnya, ia dibesarkan oleh [[Nenek|''andung''nya]], Bayang dengan penuh kasih sayang, dibedungnya dengan kain panjang dan dihangatkannya dengan air panas di dalam botol.
Ahmad Rasyid mengenyam pendidikan formal pertama di bangku [[Tweede Inlandsche School|Sekolah Kelas Dua III, Maninjau]]—setara dengan [[Sekolah Rakyat]]—pada tahun 1902 sampai tahun 1909. Pemerintah Nagari Maninjau memberikan beasiswa kepadanya untuk menjadi guru apabila ia meneruskan pendidikan di ''[[Kweekschool]]'' atau dalam {{lang-id|Sekolah Guru}}, [[Fort de Kock]]. Namun, tawaran itu ia abaikan karena ingin mendalami ilmu agama Islam dan sikapnya yang [[antikolonialisme]].<ref name="biografi1" /> Ia juga memiliki cita-cita untuk melanjutkan studinya di [[Universitas Al-Azhar]], [[Mesir]]. Gurunya, Abu Hanifah—dikenal sebagai Tuan Ismail, menyarankan agar Ahmad Rasyid mempelajari ilmu agama terlebih dahulu kepada [[Abdul Karim Amrullah]] alias Haji Rasul,
== Kiprah awal ==
Baris 68:
=== Kiprah di Muhammadiyah ===
Selain memimpin Muhammadiyah di Pekalongan, Ahmad Rasyid juga aktif mengajar sebagai guru agama Islam di Madrasah Muhammadiyah dalam kurun waktu dua tahun, antara 1923 sampai 1925. Ia juga turut serta dalam Kongres Al-Islam yang digelar pada akhir 1922 di [[Kota Cirebon|Cirebon]] dan [[Kota Surabaya|Surabaya]] yang diasaskan oleh [[Oemar Said Tjokroaminoto|Tjokroaminoto]] dan [[Agus Salim]].<ref>{{Cite web|last=|first=|date=2022-10-29|title=Gema Maulid Barzanji pada Kongres Ormas Islam di Indonesia Seabad Lalu|url=https://www.nu.or.id/fragmen/gema-maulid-barzanji-pada-kongres-ormas-islam-di-indonesia-seabad-lalu-fy09B|publisher=|work=Nahdlatul Ulama|language=id|access-date=2024-04-21}}</ref> Ketika tahun 1926, Ahmad Rasyid ditugaskan memimpin Muhammadiyah di Minangkabau dan setahun setelahnya ditugaskan ke Aceh dengan tugas yang sama. Ahmad Rasyid diutus oleh ''Hoofdbestuur Moehammadijah'' ({{lang-id|Pengurus Besar Muhammadiyah}}) semasa pemberontakan antara kelompok komunis dengan Muhammadiyah pada akhir 1925 untuk memimpin dan menata organisasi Islam tersebut yang mulai tumbuh di Minangkabau. Tidak hanya bertugas di Minangkabau, ia mendirikan cabang Muhammadiyah di [[Aceh Timur]], [[Pidie]], dan [[Aceh Utara]] pada 1928 bersama dengan [[Muhammad Yunus Anis]].<ref>{{cite news|url=https://mpn.kominfo.go.id/arsip/storage/resize/cb75cb23669283222d3d3fbebef4325160eea269.jpg |title=Aceh Miliki 91 Cabang dan 41 Ranting Muhammadiyah |date=1995-07-06 |access-date=2024-05-18 |publisher=Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia |newspaper=Analisa |page=7 | first= |last= |editor-first= |editor-last=}}</ref> Salah satu kalimat populernya semasa memimpin Muhammadiyah di Minangkabau: "Muhammadiyah dinagarikan, nagari di Muhammadiyahkan."
Ahmad Rasyid juga diberi tugas sebagai mubalig Muhammadiyah untuk menjadi guru ''kuliatul mubaligin'' atau ''kuliatul mualimin'' Muhammadiyah di [[Kota Padang|Padang]], antara tahun 1932 hingga 1942. Seringkali Ahmad Rasyid diminta untuk menjadi penasihat dalam perihal agama, baik secara pribadi maupun institusi.
=== Mengembangkan Muhammadiyah ===
[[Berkas:Museum Rumah Kelahiran Buya Hamka 2020.jpg|jmpl|kiri|Terpasang foto Ahmad Rasyid bersama istri, Fatimah
Rasyid mulai menjadi dai Muhammadiyah pada 1923.{{efn|Ahmad Rasyid kembali ke kampung halamannya sebagai mubalig Muhammadiyah untuk Sumatera pada 1925. Rasyid ditugaskan untuk kembali menjadi dai di Pekalongan pada 1928 sebelum akhirnya dipindahtugaskan ke Kalimantan setahun kemudian.}} Muridnya terdiri dari berbagai kalangan, bahkan bangsawan Jawa, seperti Raden Ranuwihardjo, Raden Tjitrosuwarno, dan Raden Usman Pudjutomo. Tidak hanya itu, dari kalangan [[Arab-Indonesia|Arab]] dan perantau Minangkabau juga menjadi muridnya di [[Keresidenan Pekalongan|Pekalongan]]. Di tahun yang sama, ia didapuk oleh Ahmad Dahlan sebagai Ketua Muhammadiyah cabang Pekalongan—{{lang-nl|Voorzitter Moehammadijah van Pekalongan}}—menggantikan pendahulu yang mundur karena tekanan dari pihak-pihak antimuhammadiyah. Rasyid merangkap Ketua Muhammadiyah cabang Pekajangan dan [[Kedungwuni, Pekalongan|Kedungwuni]].
Pada 1924, datang ayah mertuanya, Haji Rasul dari [[Padang Panjang]] ke Pekalongan untuk menemui Rasyid dan istrinya ihwal meminta bantuan terhadap Sandi Aman—sebuah [[madrasah]] yang didirikan Haji Rasul pada Oktober 1924—di [[Sungai Batang, Tanjung Raya, Agam|Sungai Batang]]. Lalu, Rasyid mengajak Haji Rasul untuk menyertai Muhammadiyah dan madrasah tersebut dimitrakan dengan Muhammadiyah sekaligus melebarkan sayap organisasi Muhammadiyah ke luar [[Pulau Jawa]].<ref name="muhsumatera">{{Cite web|author=Afandi|date=Februari 2022|title=AR Sutan Mansur, Pembuka Dakwah Muhammadiyah di Tanah Sumatera|url=https://muhammadiyah.or.id/2022/02/ar-sutan-mansur-pembuka-dakwah-muhammadiyah-di-tanah-sumatera/|work=Muhammadiyah|language=id|access-date=2024-04-21}}</ref> Usaha tersebut disetujui oleh pimpinan Muhammadiyah, [[Ibrahim bin Fadlil]], dan selanjutnya menjadi Madrasah Ibtidaiah Muhammadiyah Minangkabau, serta mengangkat Rasyid sebagai wakil Muhammadiyah di Minangkabau dan istri,
Di tahun yang sama, adik iparnya, [[Hamka]] mendatangi Pekalongan untuk belajar agama Islam kepada Ahmad Rasyid.<ref>{{Cite book|last=Shobahussurur|date=2008|url=https://books.google.com/books?id=uvHXAAAAMAAJ|title=Mengenang 100 tahun Haji Abdul Malik Karim Amrullah, Hamka|publisher=Yayasan Pesantren Islam al-Azhar|isbn=978-979-17785-0-3|language=id}}</ref> Saat itu, Hamka berusia remaja merantau ke [[Yogyakarta]] pada 1921 sebelum akhirnya hijrah ke Pekalongan.<ref>{{Cite web|last=|first=|date=2008-08-21|title=Objek wisata Rumah Kelahiran Buya Hamka|url=https://sumbar.antaranews.com/berita/132211/objek-wisata-rumah-kelahiran-buya-hamka|work=Antara News|language=id|access-date=2023-03-22}}</ref> Di Pekalongan, Hamka diperkenalkan dengan tokoh-tokoh religius yang juga perintis kemerdekaan, salah satunya [[
Dakwah Muhammadiyah turut disiarkan oleh Haji Rasul hingga berdirinya Muhammadiyah di [[Maninjau, Tanjung Raya, Agam|Maninjau]] dan [[Kota Padang Panjang]].{{efn|Kantor cabang Muhammadiyah pertama di Minangkabau, saat ini telah diubah fungsinya sebagai Madrasah Sanawiah Swasta Muhammadiyah Sungai Batang.<ref>{{Cite news |url=https://prokabar.com/menggali-sejarah-lahirnya-muhammadiyah-di-pulau-sumatra-dan-ketokohan-a-r-sutan-mansur/ |title=Menggali Sejarah Lahirnya Muhammadiyah di Pulau Sumatra dan Ketokohan A.R Sutan Mansur |last=Yudistira |first=Rudi |work=123dok |date=2019-05-12 |access-date=2021-10-04 }}</ref>}} Ini memberi jalan bagi Rasyid untuk mengembangkan [[Muhammadiyah di Sumatera Barat|Muhammadiyah di Minangkabau]] sekaligus mendapat dukungan dari kaum reformis Islam sehingga perkembangannya semakin pesat. Sebagai mubalig, ia ditugaskan Muhammadiyah untuk tablig di [[Sumatera Tengah]] dan [[Sumatera Selatan]] dalam melatih kaum muda dalam lembaga kuliatul mubaligin sebagai pengaderan Muhammadiyah. Usaha yang dilakukan adalah ''mujadalah'' atau kelompok diskusi. Beberapa muridnya, yaitu [[Duski Samad]], [[Malik Ahmad]], [[Marzuki Yatim]], [[Hamka]], dan lain-lain.
Baris 135:
[[Berkas:Hanif Rasyid.JPG|jmpl|kiri|Hanif Rasyid, putra Ahmad Rasyid dari pernikahannya dengan Fatimah Karim Amrullah.]]
Pada tahun 1917 oleh gurunya, [[Abdul Karim Amrullah]] atau lebih dikenal dengan nama Haji Rasul memperkenalkan putri sulungnya, yaitu Fatimah dari [[Suku Tanjung]].{{sfn|Aisyah Rasyid|2009|loc=|pp=24}} Ia lahir dari pernikahan Haji Rasul dengan Raihanah binti Haji Zakaria yang mewariskan Suku Tanjung.<ref name=":0">{{Cite book|author=Amrullah, Abdul Wadud Karim|date=2016-05-23|url=https://books.google.co.id/books?id=R19ADAAAQBAJ|title=Sumatran Warrior: Mighty Man of Love and Courage|publisher=WestBow Press|isbn=|pages=|language=id}}</ref> Di usia yang masih remaja,
Ia sebenarnya memiliki dua istri dengan nama yang hampir sama, yaitu [[wikidata:Q107028280|Fatimah]] binti [[Abdul Karim Amrullah|
== Karya sastra ==
|