Abdul Wahab Bugis: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Menghapus Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Menghapus Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
Baris 25:
| religion = [[Islam Sunni]]}}
'''Syekh Abdul Wahab Bugis''' (atau '''Syekh Abdul Wahab Bugis al-Banjari''') yang bergelar '''''Sadenreng Bunga Wariyah '''''adalah salah seorang [[ulama]] [[suku Bugis]] berasal dari Bugis, Makasar, Sulawesi Selatan. Tepatnya, menurut Abu Daudi (1996: 28), Abdul Wahab adalah seorang berdarah bangsawan, ia keturunan seorang raja yang berasal dari daerah Sadenreng Pangkajene, dan dilahirkan di sana. Sebagai seorang yang berdarah bangsawan ia diberi gelar Sadenring Bunga Wariyah. Jadi nama lengkapnya adalah Abdul Wahab Bugis Sadenreng Bunga Wariyah., tetapi ia banyak berkiprah hingga wafatnya di Tanah Banjar. Kelahiran Syekh persisnya tidak diketahui, tetapi diperkirakan antara tahun 1725-1735 Masehi, mengingat usianya yang masih lebih muda dari Syekh [[Muhammad Arsyad al-Banjari]].<ref>{{Web|url = http://pustakamuhibbin.blogspot.com/2011/04/syekh-abdul-wahab-bugis-mengungkap.html|title = Syekh Abdul Wahab Bugis: Mengungkap Riwayat dan Perjuangan Dakwah Syekh Abdul Wahab Bugis|date =2011-04-03|author = Sya'roni As-Samfuriy}}</ref> Ia juga dikenal sebagai ''Empat Serangkai dari Tanah Jawi (Melayu)''<ref name=":0">{{Web|url = http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/13/07/18/mq3twd-muhammad-arsyad-albanjari-sang-matahari-agama-dari-kalimatan|title = Muhammad Arsyad al-Banjari Sang Matahari Agama dari Kalimantan|date = 18 Juli 2013|author = [[Republika (surat kabar)|Republika]]}}</ref>yang menuntut ilmu di [[Madinah]] dan [[Mesir]] bersama 3 sahabat lainnya yaitu [[Muhammad Arsyad al-Banjari|Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari]], [[Abdus Samad al-Palimbani|Syekh Abdus Shamad al-Palimbani]], dan [[Syekh Abdurrahman Mashri al-Jawi|Syekh Abdurrahman Mishri al-Jawi.]]<ref name=":0" /> Jika Syekh [[Muhammad Arsyad al-Banjari]] dan Syekh Abdus Samad al-Palimbani lebih banyak menghabiskan waktu menuntut ilmu di Kota Makkah, maka Syekh Abdul Wahab Bugis bersama dengan sahabatnya Syekh Abdurrahman Misri lebih banyak menghabiskan waktu mereka menuntut ilmu di Mesir. Syekh Abdul Wahab tercatat sebagai salah seorang murid dari Syaikhul Islam, Imam al-Haramain Allimul Allamah Syekh Muhammad bin Sulaiman al-Kurdi. Itulah sebabnya ia mengiringi gurunya itu ke Kota Madinah ketika gurunya itu hendak mengajar, mengembangkan pengetahuan agama dan Ilmu Adab serta mengadakan pengajian umum. Di sinilah empat serangkai kemudian bertemu. Selama di Madinah, 4 Serangkai juga sempat belajar ilmu tasawuf kepada Syekh Muhammad bin Abdul Karim as-Samman al-Madani, seorang ulama besar dan Wali Quthub di Madinah, sehingga akhirnya mereka berempat mendapat gelar dan ijazah khalifah dalam tarekat Sammaniyah Khalwatiyah. Syekh Abdul Wahab Bugis pulang ke Kerajaan Banjar beriringan dengan kepulangan Syekh [[Muhammad Arsyad al-Banjari]]. '''Oleh Sultan, Syekh Abdul Wahab diangkat menjadi penasihat dan guru spiritual istana''', Ia juga mengkader umat, dan ikut membantu membuka kawasan kosong bersama-sama dengan Syekh [[Muhammad Arsyad al-Banjari]] untuk dijadikan sentral pendidikan agama. Syekh Abdul Wahab Bugis memiliki jasa, peranan, dan perjuangan yang besar terhadap perkembangan dakwah, terutama di Kerajaan Banjar (sekarang: Kota Banjarmasin). Walaupun ia bukan orang Banjar, tetapi ilmu, amal, dan perjuangan hidupnya telah dibaktikan untuk kejayaan Islam di Tanah Banjar. Di samping Syekh [[Muhammad Arsyad al-Banjari]] sebagai motor penggerak utama kegiatan dakwah Islam di Tanah Banjar, Abdul Wahab juga memiliki peranan yang penting dalam mengembangkan Islam di Tanah Banjar, mengingat kedudukan dan figur Abdul Wahab sebagai seorang ulama yang dikenal alim dan sekian lama menuntut ilmu di Mesir dan daerah Timur Tengah. Perjuangan utama Abdul Wahab Di Tanah Banjar sendiri adalah membantu Syekh [[Muhammad Arsyad al-Banjari]] mendakwahkan Islam di wilayah kerajaan Banjar yang waktu itu belum begitu berkembang. Mulai dari mengajarkan Islam kepada keluarga kerajaan, mendidik kader-kader dakwah, sampai dengan membangun desa Dalam Pagar, yang kemudian berkembang menjadi pusat penyebaran dan pengajaran Islam di Kalimantan.
|