Rumah Jew: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 26:
== Fungsi Rumah Jew ==
Sebagai rumah yang disakralkan oleh suku [[Asmat]], Rumah Jew selain dijadikan tempat tinggal para laki-laki yang belum menikah alias bujang juga dijadikan sebagai tempat untuk bermusyawarah mengenai urusan kehidupan warga, menyelesaikan perselisihan antar warga, merencanakan suatu pesta adat, rapat adat, perdamaian, perang, bahkan untuk pelaksanaan upacara-upacara adat.<ref name="litbang">[http://www.pusat4.litbang.depkes.go.id/buku/2014/nomphoboas.pdf {{Cite book|title=Nomphoboas yang Mengganas di Mumugu|last=|first=Tumaji, Nurcahyo Tri Arianto, Amelia Rizky, Rachmalina Soerachman|publisher=Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan Dan Pemberdayaan Masyarakat & LEMBAGA PENERBITAN BALITBANGKES|year=2014|isbn=9786021099087|location=Surabaya|pages=38}}]</ref> Selain itu, Rumah Jew juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan seperti ukiran-ukiran yang menggambarkan kerabat atau roh nenek moyang mereka yang sudah mati. Bahkan pada zaman dahulu Rumah Jew pernah digunakan sebagai tempat tengkorak-tengkorak yang sudah dikayau, perahu roh atau biasa disebut ''Wuramon'', baju-baju roh atau biasa disebut ''ifi'' atau ''yipawer'', ''ase'' (kantung [[noken]]), tombak perang, perisai-perisai kepala perang, ''eme'' ([[tifa]] suku
Di dalam Rumah Jew, para bujang yang lebih muda memperoleh berbagai pendidikan dari secara luas dari para bujang bahkan laki-laki yang sudah berkelurga. Pendidikan yang mereka peroleh antara lain mengolah sumber daya yang terdapat di lingkungan sekitar mereka dengan teknologi yang ada, mengembangkan keterampilan, pendidikan budaya seperti memukul tifa, menari, menyanyi. Selain itu, mereka juga diperkenalkan dengan tokoh-tokoh pahlawan suku [[Asmat]] seperti ''Fumiripits'' atau yang mereka kenal sebagai ''Pengayau Agung'' yang dianggap sebagai leluhur atau cikal bakal suku [[Asmat]]. Bahkan pada zaman dahulu mereka juga diajari tata cara mengayau mayat, tata cara melakukan upacara adat, dan menyanyikan lagu-lagu suci.<ref>{{Cite book|title=Sistem Pemerintahan Tradisional Masyarakat Asmat di Irian Jaya|last=|first=Andonis, T. and Hidayah, Z. and Gurning, E.T.|publisher=Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya|year=1994|isbn=9794165972|location=Jakarta|pages=25}}</ref> Selain itu para pemuda tersebut akan diajari cara memahat sesuai dengan ketentuan adat suku [[Asmat]]. Umumnya hanya laki-lakilah yang diperbolehkan untuk mengukir kayu dan biasanya mereka tidak membuat sketsa ketika mengukir patung karena dengan mengukirlah mereka dapat berkomunikasi dengan para leluhur sesuai dengan tiga konsep dunia yang mereka kenal yaitu ''Amat ow capinmi'' (alam kehidupan sekarang), ''Dampu ow campinmi'' (alam pesinggahan roh yang sudah meninggal), dan ''Safar'' (surga).<ref name="papuaview">{{Cite web|url=https://papuaview.com/2017/11/24/mengukir-tradisi-leluhur-yang-masih-dilestarikan/|title=Mengukir, Tradisi Leluhur yang Masih Dilestarikan|last=admin|language=id-ID|access-date=2019-03-22|archive-date=2017-11-29|archive-url=https://web.archive.org/web/20171129175358/http://papuaview.com/2017/11/24/mengukir-tradisi-leluhur-yang-masih-dilestarikan/|dead-url=yes}}</ref> Selain itu, suku [[Asmat]] mengidentikkan diri mereka sebagai pohon. Bagi mereka kaki adalah sama dengan bagian akar pohon, tubuh mereka sama dengan bagian batang pohon, lengan mereka sama dengan bagian cabang atau ranting pohon, dan kepala mereka sama dengan buah dari pohon tersebut.<ref name="papuaview"/>
|