Rumah adat Aceh: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Pengembalian manual VisualEditor
menambahkan pranala
 
Baris 4:
'''''Rumoh Acèh''''' {{in lang|ace}} merupakan [[rumah adat]] khas [[suku Aceh]]. Rumah ini bertipe [[rumah panggung]] dengan 3 bagan utama dan 1 bagian tambahan. Tiga bagian utama dari rumah Aceh yaitu ''seuramoë keuë'' (serambi depan), ''seuramoë teungoh'' (serambi tengah) dan ''seuramoë likôt'' (serambi belakang). Sedangkan 1 bagian tambahannya yaitu ''rumoh dapu'' (rumah dapur). Atap rumah berfungsi sebagai tempat penyimpanan pusaka keluarga.<ref>{{Cite web |url=https://www.kolomwarta.com/index.php/2017/05/22/mengenal-rumah-adat-aceh/ |title="Mengenal Rumah Adat Aceh" |access-date=2018-09-26 |archive-date=2018-09-26 |archive-url=https://web.archive.org/web/20180926093031/https://www.kolomwarta.com/index.php/2017/05/22/mengenal-rumah-adat-aceh/ |dead-url=yes }}</ref>
 
Bagi suku bangsa Aceh, segala sesuatu yang akan mereka lakukan, selalu berlandaskan kitab adat. Kitab adat tersebut dikenal dengan Meukeuta Alam. Salah satu isi di dalam terdapat tentang pendirian rumah. Di dalam kitab adat menyebutkan: ”Tiap-tiap rakyat mendirikan rumah atau masjid atau balai-balai atau meunasah pada tiap-tiap tiang di atas itu hendaklah dipakai kain merah dan putih sedikit”. Kain merah putih yang dibuat khusus di saat memulai pekerjaan itu dililitkan di atas tiang utama yang di sebut tamèh raja dan tamèh putroë”. Oleh karenanya terlihat bahwa Suku Aceh bukanlah suatu suku yang melupakan apa yang telah diwariskan oleh [[Leluhur|nenek moyang]] mereka.
 
Dalam kitab tersebut juga dipaparkan bahwa; dalam Rumoh Aceh, bagian rumah dan pekarangannya menjadi milik anak-anak perempuan atau ibunya. Menurut adat Aceh, rumah dan pekarangannya tidak boleh di pra-é, atau dibelokkan dari hukum waris. Jika seorang suami meninggal dunia, maka Rumoh Aceh itu menjadi milik anak-anak perempuan atau menjadi milik isterinya bila mereka tidak mempunyai anak perempuan.Untuk itu, dalam Rumah Adat Aceh, istilah yang dinamakan peurumoh, atau jika diartikan dalam [[bahasa Indonesia]] adalah orang yang memiliki rumah.
Baris 11:
[[File:Rumoh Santeuet.jpg|thumb|Rumoh Aceh di Lam Baro, [[Glumpang Tiga, Pidie|Glumpang Tiga]], [[Pidie]]]]
 
Rumoh Aceh bermaterial kayu pilihan. Kayu tersebut digunakan sebagai tiang-tiang penyangga rumah yang berjumlah 16, 24 atau 32 tiang. 16 tiang untuk rumah bertipe 3 ruangan, 24 tiang untuk rumah bertipe 5 ruangan dan 32 tiang untuk rumah bertipe 7 ruangan. Sedangkan dinding rumah bermaterial papan keras yang dilengkapi ukiran khas Aceh. Begitu juga dengan alas rumah yang terbuat dari papan, papan-papan tersebut hanya disematkan begitu saja tanpa dipaku sehingga mudah dilepas dan memudahkan ketika pemandian jenazah karena air tumpah langsung ke tanah. Adapun atap bermaterial daun [[rumbia]]. Daun rumbia bersifat ringan dan memberikan efek sejuk kepada rumah, selain itu struktur anyaman yang ditali dapat dipotong dengan mudah jika sewaktu-waktu terjadi kebakaran<ref name=":1">{{Cite book|last=Herman|first=R.N|date=2018|title=Arsitektur Rumah Tradisional Aceh|location=Jakarta|publisher=Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa|isbn=978-602-437-503-4|pages=22|url-status=live}}</ref>. Dalam memperkuat bangunan rumah aceh tidak menggunakan paku, melainkan memakai pasak atau pengikat dari tali rotan.<ref name=":0">{{Cite book|last=Utami|first=Rizky|date=2021|title=Ensiklopedia Rumah-Rumah Adat Nusantara|location=Bandung|publisher=CV. Angkasa|isbn=978-623-340-133-3|pages=2-3|url-status=live}}</ref>
 
== Fungsi dan Filosofi ==
Baris 75:
* ''Tulak angèn'' atau tulak angin, merupakan rongga tempat berlalu angin pada dinding sisi rumah yang berbentuk segitiga pada dinding sisi rumah yang berbentuk segitiga.
 
Dalam proses pengukuran, seluruh elemen rumah Aceh pengukurannya menggunakan alat ukur tradisional masyarakat Aceh, yaitu ukuran dengan anggota tubuhuh. Alat ukur tersebut antara lain jaroe (jari), hah ([[hasta]]), jingkai (jengkal , deupa (depa), dan lain-lain.
 
Misalnya, untuk mengukur puting balok dilakukan beberapa jari, sijaroe, dua jaroe, dan seterusnya; untuk mengukur panjang balok bisa dengan hasta seperti sihah, dua hah, dan seterusnya; untuk mengukur sesuatu yang pendek bisa dengan jengkal atau depa. Meengukur panjang balok bisa dengan hasta seperti sihah, dua hah, dan seterusnya; untuk mengukur sesuatu yang pendek bisa dengan jengkal atau depa.