Pembantaian Maliana: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
PeragaSetia (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
PeragaSetia (bicara | kontrib)
Perbaikan kesalahan pengetikan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 24:
Menjelang pelaksanaan [[Referendum kemerdekaan Timor Leste 1999|jajak pendapat]] yang diselenggarakan pada tanggal 30 Agustus 1999, para pimpinan [[Milisi pro-Indonesia di Timor Leste|milisi pro-Indonesia]] mulai merasa gelisah akan kemungkinan kekalahan kelompok pro-otonomi di kotak suara. Oleh karenanya, pada tanggal 10 Agustus 1999, beberapa tokoh pro-otonomi seperti [[Guilherme dos Santos]] dan [[João da Costa Tavares]], mengadakan rapat di kantor [[Daftar Bupati Bobonaro|Bupati Bobonaro]].<ref name=":0">{{Cite web|last=Sahude|first=Syaldi|date=1 Juli 2007|title=LtCol (Cav) Burhanuddin Siagian|url=http://syaldi.web.id/mot/cons92z%20-%20Burhannudin%20Siagian.htm|website=Masters of Terror|access-date=24 Mei 2024}}</ref>
 
Dalam rapat tersebut, disepakati bahwa milisi (terutama DMP dan [[Halilintar (milisi)|Halilintar]] dan TNI akan bekerja sama untuk terus mengintimidasi pemilih. Setelah jajak pendapat selesai, mereka akan memancing [[Angkatan Bersenjata Pembebasan Nasional Timor Timur|Falintil]] untuk bereaksi dengan memprovokasi dan mengintimidasi para pendukung kemerdekaan. Kemudian, setelah Falintil terpancing, mereka akan membunuh warga yang pro-kemerdekaan. Untuk memfasilitasi ini, Dos Santos dan Tavares mengusulkan pembuatan daftar nama yang berisi orang-orang pendukung kemerdekaan, sedang LetnanLetkol Kolonel (Kav) [[Burhanuddin Siagian]] selaku [[Komando Distrik Militer|Dandim]] [[Kabupaten Bobonaro|Bobonaro]] berperan memasok senjata.<ref name=":0" /><ref name=":03">{{Cite web|last=Sahude|first=Syaldi|date=1 Juli 2007|title=Guilherme dos Santos|url=http://syaldi.web.id/mot/cons92z%20-%20Guilherme%20dos%20Santos.htm#_ftnref1|website=Masters of Terror|archive-url=https://web.archive.org/web/20220520073004/https://www.syaldi.web.id/mot/cons92z%20-%20Guilherme%20dos%20Santos.htm#_ftnref1|archive-date=2022-05-20|dead-url=no|access-date=1 September 2018}}</ref><ref>{{Cite web|last=Sahude|first=Syaldi|date=1 Juli 2007|title=Natalino Monteiro|url=http://syaldi.web.id/mot/Natalino%20Monteiro.htm|website=Masters of Terror|access-date=24 Mei 2024}}</ref>
[[Berkas:0250 Militia Commander Joao Tavares at Balibo Integration (1).jpg|jmpl|[[Guilherme dos Santos|Dos Santos]] (kiri) dan [[João da Costa Tavares|Tavares]] (kanan) saat acara kampanye pro-otonomi di [[Balibo]], 17 Juli 1999. Keduanya terlibat dalam perencanaan pembantaian.]]
Pada tanggal 18 Agustus 1999, pihak milisi memaksa petugas [[Misi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Timor Timur|UNAMET]] untuk kembali ke markas mereka dan membunuh seorang pelajar. Akibatnya, Ketua Perwakilan UNAMET, {{interlanguage link|Ian Martin|en}}, melayangkan protes tertulis kepada Ketua Satgas P3TT (Pelaksanaan Penentuan Pendapat Timor-Timur), [[Agus Tarmidzi]]. Martin meminta agar para perwira TNI yang terlibat dalam pembinaan milisi segera diganti, termasuk Letkol (Kav) Siagian selaku Dandim 1636 Bobonaro.{{sfn|Martin|2010|p=76-77}} Akhirnya, pada tanggal 25 Agustus 1999, Siagian digantikan oleh Letkol (Inf) [[Bambang Supriyanto (AD)|Bambang Supriyanto]].<ref name=":0" />
 
Namun, secara tiba-tiba, Siagian muncul lagi di [[Maliana]] pada hari pemungutan suara. Bahkan, kini muncul laporan bahwa para milisi telah diberi pasokan senjata yang baru. Pada tanggal 2 September, milisi membunuh dua orang petugas UNAMET setempat, yakni Ruben Barros Soares dan Domingos Pereira. Terlibat pula dalam insiden ini dua orang perwira TNI, yakni LetnanLettu Satu (Inf) Sutrisno dan Sersan MayorSerma Assis Fontes. Insiden ini memaksa petugas UNAMET untuk mundur dari Maliana dan kembali ke [[Dili]].<ref name=":0" /><ref>{{Cite web|last=Sahude|first=Syaldi|date=1 Juli 2007|title=First Lt (Inf) Sutrisno|url=http://syaldi.web.id/mot/cons92z%20-%20Sutrisno.htm|website=Masters of Terror|access-date=24 Mei 2024}}</ref>
 
Sehari berikutnya, milisi memaksa warga yang pro-kemerdekaan untuk mengungsi ke Kantor [[Kepolisian Resor Maliana|Polres Maliana]] dan membakar rumah mereka. Sebab kantor polisi menjadi penuh sesak, maka kelebihan pengungsi dipindahkan ke RSUD Maliana dan gelanggang olahraga setempat. Sebelumnya, pada tanggal 31 Agustus, [[Angkatan Bersenjata Republik Indonesia|ABRI]] dan milisi telah mengimbau melalui pengeras suara agar warga yang pro-otonomi untuk mengungsi ke markas Kodim dan warga pro-kemerdekaan pindah ke kantor polisi. Akan tetapi, sebagian besar warga tidak menghiraukannya.<ref name=":0" />
Baris 35:
 
== Pembantaian ==
Pada tanggal 6 September, Siagian menggelar rapat di kantor Polres Maliana yang juga dihadiri beberapa tokoh seperti Kapolres Maliana Letkol (Pol) [[Budi Susilo (polisi)|Budi Susilo]] (Kepala Polisi Resort Maliana), Bupati [[Guilherme dos Santos]], dan ketua DMP [[Natalino Monteiro]] serta wakilnya [[Marcos Tato Mali]]. Letkol Budi Susilo meminta agar para pengungsi dipindahkan ke bagian belakang kompleks kantor dengan dalih memberi ruang bagi para personel polisi dan keluarganya yang ditarik mundur dari [[Kepolisian Sektor|Polsek]] di sekitar [[Maliana]] sebagai bagian dari proses penarikan mundur pasukan Indonesia setelah kekalahan Indonesia dalam [[Referendum kemerdekaan Timor Leste 1999|jajak pendapat]]. Hal ini menyebabkan peningkatan jumlah personel polisi di kompleks Polres menjadi 435 orang.<ref name=":0" /><ref name=":1">{{Cite web|last=Sahude|first=Syahli|date=1 Juli 2007|title=LtCol (Pol) Budi [Munikh] Susilo|url=http://syaldi.web.id/mot/Budi%20Susilo.htm|website=Masters of Terror|access-date=24 Mei 2024}}</ref>
 
Dua hari berikutnya, [[Natalino Monteiro]] dan wakilnya [[Marcos Tato Mali]] memberikan pengarahan kepada anggota milisi {{interlanguage link|Dadarus Merah Putih|de}} di kediaman Monteiro di {{interlanguage link|Ritabou|de}}. Dalam pengarahan tersebut juga hadir personel dari TNI, termasuk seorang perwira Satuan Gabungan Intelijen (SGI) dari [[Komando Pasukan Khusus|Kopassus]] bernama Rizal. Rizal memberi daftar nama-nama pendukung kemerdekaan yang akan dibunuh di kantor Polres. Beberapa nama di antaranya adalah [[Kecamatan Maliana|Camat Maliana]], Julio Barros, dan Kepala Desa Ritabou, Domingos Pereira. Sebelum pergi ke kantor Polres, para milisi DMP akan diberangkatkan dengan dua kendaraan ke markas Koramil 1636-01 di [[Maliana]] untuk bergabung dengan anggota milisi lain yang sudah menunggu di sana. Mereka diperintahkan untuk menggunakan cat samaran pada wajah mereka. Sebagian juga memakai ikat kepala berwarna merah putih.<ref name=":3">{{Cite journal|date=2006|title=Bab 7.3: Pemindahan Paksa dan Kelaparan|url=https://www.etan.org/etanpdf/2006/CAVR/bh/07.3-Pemindahan-Paksa-dan-Kelaparan.pdf|journal=Chega! Laporan Komisi Penerimaan, Kebenaran, dan Rekonsiliasi (CAVR)}}</ref> Lettu (Inf) Sutrisno menjadi komandan lapangan operasi ini.<ref name=":0" />
 
Sebelum serangan dimulai, seorang saksi melihat Siagian dan [[Natalino Monteiro|Monteiro]] melewati kantor Polres dan berhenti di sebuah pos penjagaan TNI yang berjarak sekitar 100 meter dari lokasi kejadian untuk berbicara dengan tentara.<ref name=":0" /> Pada pukul lima atau enam sore, para milisi yang dipersenjatai dengan parang, pedang, dan pisau memasuki kompleks Kantor Polres dari segala sisi dan secara sistematis mencari dan membunuh para tahanan yang namanya tertera dalam daftar. Mereka dipisahkan dari tahanan lain sebelum kemudian dibunuh. Sebagian dibunuh di hadapan keluarga mereka sendiri. Di belakang barisan mereka terdapat tentara dan polisi (termasuk anggota [[Korps Brigade Mobil|Brimob]]).{{sfn|Fichtelberg|2015|p=149}}<ref name=":3" /><ref name=":2">{{Cite news|last=Jolliffe|first=Jill|date=27 November 1999|title=A Traumatised Town Craving UN Justice|url=https://etan.org/et99c/november/21-30/27atraum.htm|work=Sydney Morning Herald|access-date=24 Mei 2024}}</ref>
 
Semua petugas polisi, kecuali delapan orang yang dicurigai pro-kemerdekaan, dalam keadaan bersenjata. Sebagian pengungsi yang panik meminta bantuan kepada anggota [[Korps Brigade Mobil|Brimob]], tetapi mereka tidak melakukan apa-apa. Semua personel polisi telah diperintahkan oleh Letkol (Pol) [[Budi Susilo (polisi)|Budi Susilo]] untuk tidak ikut campur.<ref name=":3" /> Bahkan, Letkol (Pol) Budi Susilo malah mengancam para pengungsi yang panik bahwa mereka juga akan dibunuh.<ref name=":2" /> Sebagian petugas polisi justru memperparah keadaan dengan mencegah korban yang hendak melarikan diri. Para pengungsi berusaha untuk menyelamatkan diri dengan berbagai cara, seperti memanjat pohon, naik ke atas plafon bangunan kantor, atau bersembunyi di lemari dan matras.<ref name=":0" /><ref name=":03" /><ref name=":1" /><ref name=":3" /> Seorang saksi mengatakan bahwa saat kejadian, dia melihat [[Burhanuddin Siagian|Siagian]], Sutrisno, dan [[Budi Susilo (polisi)|Budi Susilo]] berjalan di tengah-tengah kerumunan, mengamati jalannya operasi.<ref name=":2" />
 
Pembantaian itu berlangsung selama tiga jam. Setelah usai, mayat-mayat korban dibawa oleh milisi dengan dua kendaraan, sebuah mobil [[Toyota Kijang]] berwarna gelap dan sebuah mikrolet, ke {{interlanguage link|Batugade|en}} untuk dibuang ke laut sesuai perintah Letkol Siagian dan Lettu Sutrisno.<ref name=":0" /><ref name=":4">{{Cite journal|last=Special Panels for Serious Crimes|last2=District Court of Dili|date=15 Juli 2004|title=The Prosecutor v. Lt Col Burhanuddin Siagian and others|url=https://www.legal-tools.org/doc/b59204/pdf/|journal=}}</ref><ref name=":3" /> Seorang saksi membeberkan jumlah korban dari serangan tersebut sebanyak 47 orang. Meski demikian, cabang [[Dewan Nasional Perlawanan Timor|CNRT]] setempat hanya berhasil mengidentifikasi sebanyak 19 korban.<ref name=":0" />