Jusuf Wibisono: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 44:
 
Setelah pembubaran Masyumi sebagai dampak pemberontakan [[Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia]], Jusuf dipenjarakan. Ia dibebaskan dalam masa [[Orde Baru]], dan sempat kembali berpolitik. Awalnya bermaksud untuk mendirikan partai baru, ia menjadi anggota [[Partai Syarikat Islam Indonesia]] sampai pensiun dari politik karena kegagalan partai tersebut dalam [[Pemilihan umum legislatif Indonesia 1971|Pemilu 1971]]. Ia meninggal pada tahun 1982 di Jakarta.
== MasaRiwayat muda dan pendidikanHidup ==
 
=== Masa muda dan pendidikan ===
Jusuf Wibisono dilahirkan pada tanggal 28 Februari 1909 di [[Magelang]], [[Jawa Tengah]], sebagai anak ketiga dari empat bersaudara. Setelah lulus dari [[Hollandsch-Inlandsche School]] (HIS), Jusuf melanjutkan sekolah di [[Meer Uitgebreid Lager Onderwijs]] (MULO), meskipun ayahnya Kunto Wibisono tadinya berharap Jusuf akan belajar untuk menjadi guru. Setelah lulus dari MULO, Jusuf melanjutkan lagi pendidikannya di [[Algemeene Middelbare School]] (AMS). Setelahnya, Jusuf menempuh pendidikan hukum di [[Rechtshoogeschool te Batavia]] (RHS), dan lulus dengan gelar ''[[Meester in de Rechten]]'' (Mr.) di tahun 1941.{{sfn|Kemenkeu|1991|p=53}}{{sfn|Madinier|2015|pp=47–48}} Selama studinya, Jusuf mulai aktif di dalam organisasi pemuda [[Jong Islamieten Bond]] (JIB), dan di tahun 1934 Jusuf bersama dengan [[Mohammad Roem]] mendirikan ''Studenten Islam Studieclub'', sayap JIB yang beranggotakan murid-murid sekolah menengah.{{sfn|Madinier|2015|pp=47–48}}<ref>{{cite book | last1 = Fogg | first1 = Kevin W. | title = Indonesia's Islamic Revolution | date = 5 Desember 2019 | publisher = Cambridge University Press | isbn = 978-1-108-48787-0 | page = 174 | url = https://books.google.com/books?id=A27CDwAAQBAJ&dq=studenten+islam+studieclub&pg=PA174 | language = en}}</ref>
 
=== Karier ===
[[File:Mr. Jusuf Wibisono, Kami Perkenalkan (1954), p150.jpg|150px|thumb|Foto resmi, {{circa|1954}}]]
 
==== Era kolonial dan awal merdeka ====
Sebelum lulus dari RHS, Jusuf telah mulai bekerja sebagai pegawai pemerintah [[Hindia Belanda]]. Awalnya, Jusuf menjadi pegawai departemen keuangan sebelum dipindahkan ke [[Badan Pusat Statistik#Sejarah|badan pusat statistik kolonial]]. Selama [[Pendudukan Jepang di Hindia-Belanda|masa pendudukan Jepang]], Jusuf bekerja sebagai hakim [[hukum dagang|dagang]].<ref name="kp">{{cite book | title = Kami perkenalkan | date = 1952 | publisher = [[Kementerian Penerangan Republik Indonesia]] | page = 40 | url = https://books.google.com/books?id=0O3Z5HNNghUC&dq=jusuf+wibisono+kami+perkenalkan&pg=PA40 | language = id}}</ref>{{sfn|Madinier|2015| p = 58}} Setelah [[proklamasi kemerdekaan Indonesia]], Wibisono ditunjuk menjadi anggota [[Komite Nasional Indonesia Pusat]] (KNIP), dan kemudian menjadi anggota Badan Pekerja KNIP.{{sfn|Madinier|2015| pp = 71–72}} Di dalam [[Kabinet Sjahrir III]] yang dibentuk pada tanggal 2 Oktober 1946, Jusuf ditunjuk sebagai Wakil Menteri Kemakmuran.{{sfn|Madinier|2015| p = 88}}
 
Setelah berakhirnya perang kemerdekaan, Wibisono menjadi anggota [[Dewan Perwakilan Rakyat Sementara]] sebagai perwakilan [[Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia|Partai Masyumi]].<ref name="kp"/> Meskipun [[Perdana Menteri Indonesia]] masa itu [[Mohammad Natsir]] juga merupakan anggota Masyumi, Wibisono dikenal kritis terhadap Natsir.{{sfn|Feith|2006| p = 152}} Wibisono bahkan mendesak Natsir untuk mundur dari jabatannya sebagai Perdana Menteri di bulan Maret 1951.{{sfn|Feith|2006|p=168}} Di sisi lain, Wibisono dikenal dekat dengan tokoh Masyumi lainnya, [[Soekiman Wirjosandjojo]].{{sfn|Feith|2006| p = 152}}
 
==== Menteri Keuangan ====
[[File:Indonesia 1956 1r o.jpg|thumb|240px|Uang kertas 1 Rupiah edaran 1956, dengan tandatangan Jusuf.]]
Jusuf ditunjuk sebagai Menteri Keuangan di dalam [[Kabinet Sukiman-Suwirjo]] yang diumumkan pada tanggal 26 April 1951 setelah lengsernya Natsir.{{sfn|Feith|2006| p = 180}} Dalam konferensi persnya yang pertama sebagai menteri, Jusuf mengumumkan bahwa ''[[De Javasche Bank]]'' (DJB), bank sentral masa Hindia Belanda, akan [[Nasionalisasi|dinasionalisasi]].{{sfn|Feith|2006| p = 187}}{{sfn|Madinier|2015| p = 197}} Nasionalisasi DJB dijalankan secara sukarela, dan pemerintah Indonesia membeli saham DJB dari pemegang saham sebelumnya dengan harga di atas pasar. Selain itu, Jusuf menyatakan bahwa staf DJB berkewarganegaraan asing tidak akan langsung digantikan. Proses nasionalisasi DJB telah mencapai 97 persen di bulan Oktober 1951, dan di bulan Desember 1951 DJB resmi dinasionalisasikan.{{sfn|Lindblad|2008| pp = 108–109}}
Baris 63 ⟶ 67:
Jusuf kembali menjabat sebagai Menteri Keuangan dalam [[Kabinet Ali Sastroamidjojo II]].{{sfn|Feith|2006| p = 470}} Menurut sejarawan Remy Madinier, Jusuf kembali memberikan kredit untuk perusahaan-perusahaan yang berhubungan politis dengan pemerintah. Dalam satu kasus, Jusuf membantu perusahaan yang berkaitan dengan [[Nahdlatul Ulama]] untuk melancarkan pemilihan kembali Syafruddin Prawiranegara sebagai [[Gubernur Bank Indonesia]]. Jusuf sempat mengumumkan pemotongan jumlah pegawai pemerintah sebesar 30 persen yang akan dilangsungkan secara bertahap, meskipun pemotongan ini tidak berlangsung selama masa jabatannya.{{sfn|Madinier|2015| pp = 219–220}} Pada tanggal 9 Januari 1957, Jusuf mundur dari jabatannya dan digantikan oleh [[Djuanda Kartawidjaja]].{{sfn|Kemenkeu|1991| p = 43}} Jusuf ditahan di bulan April 1957 atas dugaan tindak pidana korupsi, namun ia dilepaskan di bulan Maret 1958 karena kurangnya bukti.{{sfn|Madinier|2015| p = 269}}
 
==== Pembubaran Masyumi ====
Sebelum Jusuf dilepaskan, sejumlah tokoh Masyumi seperti Natsir, Syafruddin, dan [[Burhanuddin Harahap]] melibatkan diri dalam pemerintah tandingan [[Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia]] (PRRI) yang menentang pemerintahan pusat di Jakarta. Jusuf sendiri tidak terlibat PRRI, dan awalnya ingin Masyumi mengecam PRRI, namun setelah diskusi internal Masyumi memutuskan untuk tidak mengecam maupun mendukung PRRI.{{sfn|Madinier|2015| pp = 262–263}} Pergerakan politik ini menyebabkan penguatan [[Partai Komunis Indonesia]] (PKI), dan Jusuf mencoba mengarahkan Masyumi untuk bekerjasama dengan PNI dan partai-partai Kristen untuk mencegah masuknya PKI ke dalam pemerintahan. Demi menjegal PKI, Jusuf menawarkan agar wewenang [[Presiden Indonesia]] [[Sukarno]] diperkuat. Meskipun begitu, strategi Jusuf akhirnya dikesampingkan, dan Masyumi dibawah pimpinan [[Prawoto Mangkusasmito]] memutuskan untuk membentuk front bersatu dengan partai-partai Islam lainnya saja.{{sfn|Madinier|2015| pp = 265–268}}{{sfn|Ward|2010| p = 24}}
 
Masyumi dibubarkan pada tahun 1960,{{sfn|Madinier|2015| p = 283}} dan Jusuf sempat menjadi anggota [[Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia#Masa DPR hasil Dekret Presiden 1959 berdasarkan UUD 1945 (1959–1965)|Dewan Perwakilan Rakyat–Gotong Royong]] di tahun 1960 sebagai perwakilan SBII (yang telah memisahkan diri dari Masyumi).{{sfn|Madinier|2015| pp = 268–269}}{{sfn|Madinier|2015| p = 279}} Jusuf memutus hubungan dengan tokoh-tokoh Masyumi kecuali Soekiman, sebelum Jusuf ditangkap di akhir 1963 atau awal 1964 dengan tuduhan berkonspirasi melawan pemerintah. Ia dipenjarakan tanpa proses hukum selama tiga tahun.{{sfn|Madinier|2015| p = 429}}
 
=== Orde Baru dan kematian ===
Setelah [[Sejarah Indonesia (1965–1966)|lengsernya Sukarno]], Jusuf beserta tokoh-tokoh Masyumi lainnya dilepaskan dari penjara.{{sfn|Ward|2010| p = 30}} Soekiman dan Jusuf sempat mempertimbangkan membentuk partai politik sendiri yang akan berbasis Islam namun "tidak terlalu agamis".{{sfn|Madinier|2015| p = 436}} Namun, kedua tokoh tersebut mengurungkan niat mereka setelah berkonsultasi dengan pihak pemerintah [[Orde Baru]]. Sebagai gantinya, Jusuf bergabung dengan [[Partai Syarikat Islam Indonesia]],{{efn|Menurut peneliti Australia Ken Ward, Jusuf Wibisono dan Soekiman bergabung ke PSII pada tahun 1960, tidak lama setelah Masyumi dibubarkan.{{sfn|Ward|2010| p = 24}} Jusuf sendiri menolak pernyataan ini, dan menulis bahwa ia bergabung ke PSII di pertengahan 1970-an.{{sfn|Madinier|2015| p = 436}}}} namun setelah performa buruk PSII dalam [[Pemilihan umum legislatif Indonesia 1971|Pemilu 1971]], Jusuf memutuskan untuk pensiun dari politik.{{sfn|Ward|2010| p = 24}}{{sfn|Madinier|2015| p = 436}}