Teuku Umar: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Madeira Guci (bicara | kontrib)
k Menambah pranala dalam
Baris 37:
Teuku Umar yang dilahirkan di [[Meulaboh]] [[Aceh Barat]] pada tahun [[1854]], adalah anak seorang [[Ulèë Balang|Uleebalang]] bernama ''Teuku Achmad Mahmud'' dari perkawinan dengan adik perempuan Raja Meulaboh. Umar mempunyai dua orang saudara perempuan dan tiga saudara laki-laki.
 
Nenek moyang Umar adalah [[Datuk Makhudum Sati]] berasal dari [[Minangkabau]]. Dia merupakan keturunan dari Laksamana Muda Nanta yang merupakan perwakilan Kesultanan Aceh pada zaman pemerintahan [[Sultan Iskandar Muda]] di [[Pariaman]].<ref>[http://acehbooks.org/pdf/ACEH_03647.pdf Riwajat hidup (singkat) beberapa orang pahlawan Atjeh, zaman pra-kemerdekaan]</ref> Salah seorang keturunan Datuk Makhudum Sati pernah berjasa terhadap [[Sultan Aceh]], yang pada waktu itu terancam oleh seorang [[Panglima]] Sagi yang ingin merebut kekuasaannya. Berkat jasanya tersebut, orang itu diangkat menjadi Uleebalang VI [[Mukim (Aceh)|Mukim]] dengan gelar ''Teuku Nan Ranceh''. Teuku Nan Ranceh mempunyai dua orang putra yaitu Teuku Nanta Setia dan Teuku Ahmad Mahmud. Sepeninggal Teuku Nan Ranceh, Teuku Nanta Setia menggantikan kedudukan ayahnya sebagai Uleebalang VI Mukim. la mempunyai anak perempuan bernama [[Cut Nyak Dhien]].<ref name=acehbooks>http://www.acehbooks.org/pdf/ACEH_02014.pdf</ref>
 
Teuku Umar dari kecil dikenal sebagai anak yang cerdas, pemberani, dan kadang suka berkelahi dengan teman-teman sebayanya. Ia juga memiliki sifat yang keras dan pantang menyerah dalam menghadapi segala persoalan. Teuku Umar tidak pernah mendapakan [[pendidikan formal]]. Meski demikian, ia mampu menjadi seorang pemimpin yang kuat, cerdas, dan pemberani.
Baris 46:
Pada usia 20 tahun, Teuku Umar menikah dengan Nyak Sofiah, anak Uleebalang Glumpang. Untuk meningkatkan derajat dirinya, Teuku Umar kemudian menikah lagi dengan Nyak Malighai, puteri dari Panglima Sagi XXV Mukim.
 
Pada tahun [[1880]], Teuku Umar menikahi janda [[Cut Nyak Dhien]], puteri pamannya Teuku Nanta Setia. Suami [[Cut Nyak Dhien|Cut Nya Dien]], yaitu Teuku Ibrahim Lamnga meninggal dunia pada [[Juni]] [[1878]] dalam peperangan melawan Belanda di Gle Tarun. Keduanya kemudian berjuang bersama melancarkan serangan terhadap pos-pos [[Belanda]].
 
== Taktik Penyerahan Diri ==
Baris 52:
Teuku Umar kemudian mencari [[strategi]] untuk mendapatkan [[senjata]] dari pihak Belanda. Akhirnya, Teuku Umar berpura-pura menjadi antek Belanda. Belanda berdamai dengan pasukan Teuku Umar pada tahun [[1883]].<ref>{{Cite web|date=2022-11-13|title=Kisah Permainan Cato Rimueng dalam Siasat Belanda Memburu Teuku Umar - Acehkini.ID|url=https://acehkini.id/kisah-permainan-cato-rimueng-dalam-siasat-belanda-memburu-teuku-umar/|language=id|access-date=2023-10-04}}</ref> Gubernur Van Teijn pada saat itu juga bermaksud memanfaatkan Teuku Umar sebagai cara untuk merebut hati rakyat Aceh. Teuku Umar kemudian masuk dinas [[militer]].<ref name=acehprov>{{citeweb|url=http://acehprov.go.id/images/stories/file/Pejuang/T%20Umar.pdf|title=T. Umar.pdf|work=[[Pemerintahan Aceh|Pemerintah Provinsi Aceh]]|access-date=2011-11-30|archive-date=2013-10-08|archive-url=https://web.archive.org/web/20131008051522/http://www.acehprov.go.id/images/stories/file/Pejuang/T%20Umar.pdf|dead-url=yes}}</ref>
 
Ketika bergabung dengan Belanda, Teuku Umar menundukkan pos-pos pertahanan Aceh, hal tersebut dilakukan Teuku Umar secara pura-pura untuk mengelabui Belanda agar Teuku Umar diberi peran yang lebih besar. Taktik tersebut berhasil, sebagai kompensasi atas keberhasilannya itu, pemintaan Teuku Umar untuk menambah 17 orang panglima dan 120 orang [[prajurit]], termasuk seorang [[Panglima Laôt|Pang Laot]] (panglima Laut) sebagai tangan kanannya, dikabulkan.
 
== Insiden Kapal Nicero ==
Tahun [[1884]] [[Kapal]] [[Inggris]] "Nicero" terdampar. [[Kapten]] dan awak kapalnya disandera oleh raja [[Teunom, Aceh Jaya|Teunom]]. Raja Teunom menuntut tebusan senilai 10 ribu [[dolar]] tunai. Oleh [[Hindia Belanda|Pemerintah Kolonial Belanda]] Teuku Umar ditugaskan untuk membebaskan kapal tersebut, karena kejadian tersebut telah mengakibatkan ketegangan antara Inggris dengan Belanda.
 
Teuku Umar menyatakan bahwa merebut kembali Kapal "Nicero" merupakan pekerjaan yang berat sebab tentara Raja [[Teunom, Aceh Jaya|Teunom]] sangat kuat, sehingga Inggris sendiri tidak dapat merebutnya kembali. Namun ia sanggup merebut kembali asal diberi [[logistik]] dan senjata yang banyak sehingga dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama.
 
Dengan perbekalan perang yang cukup banyak, Teuku Umar berangkat dengan kapal "[[Bengkulu|Bengkulen]]" ke [[Aceh Barat]] membawa 32 orang [[Koninklijk Nederlands-Indische Leger|tentara Belanda]] dan beberapa panglimanya. Tidak lama, Belanda dikejutkan berita yang menyatakan bahwa semua tentara Belanda yang ikut, dibunuh di tengah laut. Seluruh senjata dan perlengkapan perang lainnya dirampas. Sejak itu Teuku Umar kembali memihak pejuang Aceh untuk melawan Belanda. Teuku Umar juga menyarankan Raja Teunom agar tidak mengurangi tuntutannya.<ref name=acehprov/>