Wayang thengul: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Menambah referensi
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Menambah referensi
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 7:
Jalan cerita yang sering dimainkan Wayang Thengul, sangat mirip [[Wayang gedog|Wayang Gedog]] dan [[Wayang Menak]]. Yakni, lebih banyak mengambil cerita dari Serat Menak, seputar kisah Umar Maya, [[Amir Hamzah]], [[Damar Wulan]], Cerita Panji, sejarah [[Kerajaan Majapahit|Majapahit]], dan kisah Betoro Kolo yang biasa dipentaskan untuk ruwatan.
 
Wayang Thengul mirip dengan Wayang Golek. Namun, perbedaan yang jelas terlihat ialah dari cerita yang diangkat dan juga karakter tokoh yang ditampilkan. Jika Wayang Golek lebih banyak mengangkat cerita dari Wayang Purwa seperti Mahabarata dan juga Ramayana, Wayang Thengul mirip Wayang Gedog, mengangkat Cerita Serat Menak dan Para Wali. Selain itu juga ada yang menceritakan cerita dari Serat Damarwulan.<ref>[https://medium.com/@nurikautari14/wayang-thengul-dan-tari-thengul-kebudayaan-asal-bojonegoro-4d819bf05031|Wayang Thengul dan Tari Thengul, Kebudayaan Asal Bojonegoro]</ref>
 
Secara esensi, seperti halnya Wayang Gedog atau Wayang Menak, Wayang Thengul sangat identik kebudayaan masyarakat akar rumput. Wayang Thengul tumbuh dan dikembangkan di wilayah [[Padangan, Bojonegoro|Padangan]], Bojonegoro. Sampai saat ini pun, pengrajin Wayang Thengul identik wilayah perbatasan Jawa Tengah - Jawa Timur tersebut.
 
Wayang Thengul terinspirasi dari Wayang Menak atau Wayang Gedog yang sudah populer di [[Jawa|Jawa.]] Di Bojonegoro, Wayang Thengul pertama dibuat oleh Ki Dalang Samijan [[Padangan, Bojonegoro|Padangan]] pada 1930. Pada periode berikutnya, Wayang Thengul dikembangkan secara masif oleh Ki Dalang Santoso dari Padangan.
 
Di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Wayang Thengul juga dikenal dengan sebutan Wayang Golek Menak. Sama seperti Wayang Golek, Wayang Thengul merupakan monolog dalang diiringi gamelan dan waranggana. Didasari dengan niat yang untuk berkeliling (mengembara) dari satu desa ke desa lain, yang dalam bahasa Jawa “''methentheng niyat ngulandara”'' dengan mendalang menggunakan wayang boneka kayunya, yang dijadikan nama wayangnya dengan sebutan thengul (theng dari akronim methen-theng, dan ngul dari kata ngul-andara).