Pembicaraan:Undang-Undang Pornografi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Ciko (bicara | kontrib)
Ciko (bicara | kontrib)
Baris 40:
Ketiadaan kata pornoaksi pada kamus-kamus yang saat ini ada di Indonesia tidak boleh dijadikan alasan untuk menolak kata itu. Bahasa itu terus berkembang sehingga kata-kata baru terus bertambah baik melalui penyerapan dari bahasa lain maupun menciptakan sendiri. Seperti kata porno atau pornografi. Kedua kata itu asalnya dari bahasa asing yang diserap. Kamus Bahasa Indonesia sendiri semakin ke sini semakin tebal, artinya pasti banyak kata yang tadinya tidak ada di kamus kemudian dimasukkan. Dus, ketiadaan kata pornoaksi di kamus tidak dapat dijadikan alasan ditolaknya kata itu. Kita dapat mengusulkan agar kata pornoaksi diterima sebagai sebuah kata baru dalam khasanah bahasa Indonesia.
 
:kata baru dengan definisi baru, tanpa konsensus umum/bersama, sekonyong2 dijadikan landasan untuk Undang2.. nah mungkin inilah salah satu sumber kontroversinya. toh di UU lain jg sudah ada istilah "melanggar kesusilaan" kan, jadi kira2 kenapa harus ada istilah baru pornoaksi ya, yg bahkan tidak ada di bahasa lain di dunia..? --[[Image:Smiley.png|15px]] [[Pengguna:Ciko|Ciko]] <sup>[[Bicara Pengguna:Ciko|bicara]]</sup> 05:31, 5 Juni 2006 (UTC)
Kembali ke halaman "Undang-Undang Pornografi".