Kabupaten Bojonegoro: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Menambah referensi penting
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Menambah referensi penting
Tag: kemungkinan perlu pemeriksaan terjemahan VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 69:
 
== Sejarah ==
Bojonegoro semula bernama Jipang. Wilayahnya meliputi Bojonegoro saat ini, bagian selatan Blora, dan bagian selatan Tuban. Wilayah Jipang dialiri sungai Bengawan Solo dan dipagari Bukit Kendeng Utara. Tlatah Jipang sudah ada sejak era Kerajaan Singashari. Ini tercatat empiris dalam Prasasti Maribong (1248 M) yang dikeluarkan Raja Wisnuwardhana dari Kerajaan Singashari.
Masa kehidupan sejarah Indonesia Kuno ditandai oleh pengaruh kuat kebudayaan [[Hindu]] yang datang dari India sejak Abad ke - 1. Hingga abad ke-16, Bojonegoro termasuk wilayah kekuasaan Majapahit. Seiring dengan berdirinya [[Kesultanan Demak]] pada abad ke-16, Bojonegoro menjadi wilayah Kesultanan Demak. Dengan berkembangnya budaya baru yaitu Islam, pengaruh budaya Hindu terdesak dan terjadilah pergeseran nilai dan tata masyarakat dari nilai lama Hindu ke nilai baru Islam dengan disertai perang dalam upaya merebut kekuasaan Majapahit (wilwatikta). Peralihan kekuasaan yang disertai pergolakan membawa Bojonegoro masuk dalam wilayah Kesultanan [[Pajang]] (1586), dan kemudian Kesultanan Mataram (1587).
 
Dalam Prasasti Maribong (1248 M), disebutkan bahwa wilayah bernama Maribong (sekarang Dusun Merbong, Desa Payaman, Bojonegoro), bagian dari Tlatah Jipang, dijadikan tanah perdikan khusus peribadatan Para Brahmana. Anugerah ini karena Para Brahmana Jipang punya jasa besar bagi Raja Ken Arok (pendiri Singashari).
 
Jasa besar para Brahmana Jipang bagi Raja Ken Arok adalah, membantu menyatukan kembali Pulau Jawa, setelah sebelumnya terpisah menjadi dua (Jenggala dan Panjalu). Berkat penyatuan Pulau Jawa yang dilakukan Para Brahmana Jipang itulah, Kemaharajaan Singashari bisa berdiri. Ini menjadi dasar Raja Wisnuwardhana menjadikan Jipang sebagai Tanah Para Brahmana.
 
Pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk, Jipang juga menjadi vasal istimewa. Sesuai ''Prasasti Canggu'' (1358 M), penguasa terbesar Majapahit itu memberi banyak titik Naditira Pradeca (pelabuhan sungai) di sepanjang Tlatah Jipang. Seperti dicatat J. Noorduyn dalam ''Further Topographical Notes on the Ferry Charter of 1358,'' ada sebanyak 18 titik pelabuhan Naditira Pradeca di sepanjang Tlatah Jipang.
 
Naditira Pradeca itu dibuka dari Jipang Hilir (Baureno), dan ditutup hingga Jipang Hulu (Margomulyo). Secara ilmiah, Prasasti Canggu (1358 M) telah memperkuat ''trademark'' Jipang (Bojonegoro) sebagai Wangsa Bengawan. Penguasa dan pengendali transportasi sungai Bengawan.
 
Selain memberi banyak titik pelabuhan Naditira Pradeca, Raja Hayam Wuruk juga menjadikan Tlatah Jipang sebagai vasal istimewa. Terbukti, Jipang menjadi vasal yang tak dipimpin Bhre (Bathara). Sebab, telah ditasbihkan sebagai Tanah Brahmana oleh Raja Wisnuwardhana, raja yang juga leluhur dari Raja-raja Majapahit. Keistimewaan Jipang (Bojonegoro) sebagai vasal Brahmana, terjadi hingga akhir masa Kemaharajaan Majapahit.
 
Seiring berdirinya [[Kesultanan Demak]], Jipang (Bojonegoro) menjadi wilayah Kesultanan Demak. Peralihan kekuasaan membawa Jipang (Bojonegoro) masuk dalam wilayah Kesultanan [[Pajang]] (1541), dan kemudian berganti Kesultanan Mataram (1587).
 
Pada tanggal [[20 Oktober]] [[1677]], status Jipang yang sebelumnya adalah kadipaten diubah menjadi kabupaten dengan Wedana Bupati Mancanegara Wetan, Mas Tumapel yang juga merangkap sebagai Bupati I yang berkedudukan di Jipang. Tanggal ini hingga sekarang diperingati sebagai hari jadi Kabupaten Bojonegoro. Tahun [[1725]], ketika Sunan Pakubuwono II (Kasunanan Surakarta) naik takhta, pusat pemerintahan Kabupaten Jipang dipindahkan dari Jipang ke Rajekwesi, sekitar 10 km sebelah selatan kota Bojonegoro sekarang.
 
Pusat pemerintahan Jipang mengalami beberapa kali perpindahan lokasi dan pergantian nama. Mulai Jipang Panolan, Jipang Padangan, dan Jipang Rajekwesi. Nama Bojonegoro sendiri, baru muncul pada 1828 M. Saat pusat pemerintahannya berada di wilayah Rajekwesi (Kota Bojonegoro saat ini).
 
 
[[Berkas:KITLV - 1406040 - Kurkdjian, Photo-Atelier - Soerabaja - Ferry at Bodjonegoro Cikar - 1900-1920.tif|ka|jmpl|Moda transportasi berupa cikar di Bojonegoro pada masa lampau]]