Pakubuwana X: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baskoro Aji (bicara | kontrib) |
Baskoro Aji (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 17:
| house = [[Wangsa Mataram|Mataram]]
| father = [[Pakubuwana IX|Susuhunan Pakubuwana IX]]
| mother =
| full name = *'''Sri Susuhunan Pakubuwana X'''
*{{Script|Java|ꦯꦿꦷꦱꦸꦱꦸꦲꦸꦤꦤ꧀ꦥꦏꦸꦨꦸꦮꦤ꧇꧑꧐꧇}}
Baris 41:
==Awal kehidupan==
Pakubuwana X memiliki nama lahir (''asma timur'') sebagai Gusti Raden Mas Sayyidin Malikul Kusna, putra [[Pakubuwana IX]] yang lahir pada tanggal [[29 November]] [[1866]], dari permaisuri Kanjeng Raden Ayu (KRAy.) Kustiyah, kemudian bergelar GKR. Pakubuwana.<ref name="PB X">{{cite journal|title= Politik Simbolis Kasunanan|author= Hermanu Joebagjo|journal= Jurnal Sejarah dan Budaya|volume= 9|number= 2|year= 2015|issn= 1979-9993|page= 185-187|publisher= Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang|url= http://journal2.um.ac.id/index.php/sejarah-dan-budaya/article/view/1538}}</ref> Pada usia 3 tahun ia telah ditetapkan sebagai putra mahkota bergelar ''Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Anom (KGPAA) Amangkunagara Sudibya Rajaputra Narendra ing Mataram VI.''<ref>{{cite journal|title= Lari Dari Kenyataan: Raja, Priyayi, dan Wong Cilik Biasa di Kasunanan Surakarta, 1900-1915|author= Kuntowijoyo|journal= Humaniora|volume= 15|number= 2|year= 2003|issn= 0852-0801|page= 200|publisher= Faklutas Ilmu Budaya, Universitas Gajah Mada|url= https://jurnal.ugm.ac.id/jurnal-humaniora/article/view/788}}</ref>
Baris 51 ⟶ 52:
==Kehidupan pribadi==
Selama hidupnya, Susuhunan Pakubuwana X
Susuhunan Pakubuwana X juga memiliki 39 istri selir, dengan keseluruhan istrinya baik selir maupun permaisuri, Pakubuwana X memiliki 63 orang putra dan putri. Banyak dari putra-putri Pakubuwana X nantinya berperan dalam perjuangan kemerdekaan [[Indonesia]], antara lain:
* KGPH. Hangabehi (kemudian bergelar [[Pakubuwana XI|Susuhunan Pakubuwana XI]]), yang pernah menjabat sebagai pelindung [[Sarekat Islam]]
* KGPH. Hadiwijaya, seorang politisi (mantan anggota [[Volksraad]]), budayawan, serta pencetus kerisologi (ilmu tentang keris)
Baris 62 ⟶ 63:
==Masa pemerintahan==
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Studioportret van Pakoe Boewono X Susuhunan van Solo TMnr 60034669.jpg|jmpl|Potret studio Sri Susuhunan Pakubuwana X.]]▼
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Groepsportret tijdens een bezoek van Koning Chulalongkorn van Siam aan Pakoe Boewono X de Susuhunan van Solo TMnr 60001421.jpg|jmpl
Masa pemerintahan Pakubuwana X ditandai dengan kemegahan tradisi dan suasana politik kerajaan yang stabil. Pada masa pemerintahannya yang cukup panjang, [[Kesunanan Surakarta]] mengalami transisi, dari kerajaan tradisional menuju era modern.
Baris 70 ⟶ 73:
Di bidang kesehatan Pakubuwana X membangun klinik kesehatan Panti Raga (kelak berkembang menjadi Rumah Sakit Kadipala) dan apotek Panti Husada yang berada di bawah pengelolaan Dinas Kridha Nirmala. Infrastruktur modern banyak dibangun pada masa pemerintahannya, seperti bangunan [[Stasiun Solo Jebres]], [[Stasiun Solo-Kota]] (Sangkrah), [[Taman Sriwedari]], [[Stadion Sriwedari]], [[Kebun Binatang Jurug]], Jembatan Jurug yang melintasi [[Bengawan Solo]] di timur kota, gapura-gapura di batas Kota [[Surakarta]], Griya Wangkung (rumah singgah bagi [[tunawisma]]), rumah pemotongan hewan ternak di Jagalan, dan rumah perabuan (pembakaran jenazah) bagi warga [[Tionghoa]].
[[Berkas:KITLV A328 - De soesoehoenan Pakoe Boewono X (midden) en resident F.P. Sollewijn Gelpke (links van de soesoehoenan) in gezelschap van burgerlijke en militaire functionarissen bij de opening van de bru, KITLV 80161.tiff|jmpl|Sri Susuhunan Pakubuwana X bersama [[Mangkunegara VI|KGPAA. Mangkunegara VI]] dan residen Surakarta meresmikan Jembatan [[Bengawan Solo]] di timur kota, tahun 1915.]]
Pada tanggal [[21 Januari]] [[1932]], Pakubuwana X mendapatkan bintang kehormatan ''Sri Maharaja'' dari [[Ratu Wilhelmina]] dari [[Belanda]] berupa ''Grootkruis in de Orde van de Nederlandse Leeuw '' dengan sebutan ''raja'' dalam [[bahasa Belanda]], ''Zijne Vorstelijke Hoogheid''.
Baris 78 ⟶ 83:
=== Perubahan birokrasi ===
[[Berkas:Soesoehoenan Pakoe Boewono X met zjin hofhouding te Soerakarta, KITLV 114006.tiff|jmpl|Sri Susuhunan Pakubuwana X berfoto bersama Patih Sasradiningrat IV serta para bangsawan dan pejabat pemerintahan [[Kasunanan Surakarta]] di ''topengan'' Pendhapa Dalem Kepatihan, tahun 1905.]]
Pada masa Pakubuwana X berkuasa, birokrasi pemerintahan di Kasunanan Surakarta mengalami perubahan. Fungsi dari masing-masing institusi yang berada di keraton mengalami tersebut, yaitu:<ref>{{Cite journal|last=Prasadana|first=Muhammad Anggie Farizqi|last2=Gunawan|first2=Hendri|date=2019-06-17|title=Keruntuhan Birokrasi Tradisional di Kasunanan Surakarta|url=http://handep.kemdikbud.go.id/index.php/handep/article/view/36|journal=Handep: Jurnal Sejarah dan Budaya|language=id|volume=2|issue=2|pages=193|doi=10.33652/handep.v2i2.36|issn=2684-7256}}</ref>
Baris 92 ⟶ 100:
# ''Dewan Kepatihan'', bertugas memberi pertimbangan atas segala keputusan ''Dewan Bale Agung'' yang telah mendapat peninjauan dari ''Dewan Karaton''
==
Penobatan Pakubuwana X sebagai susuhunan dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 30 Maret 1893 ([[tahun Jawa]]: Kemis Wage 12 Pasa 1882). Ia memiliki berbagai gelar kebangsawanan, diantaranya:▼
* Nama lahir: ''Gusti Raden Mas Sayyidin Malikul Kusna''▼
* Sebagai putra mahkota: ''Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Anom (KGPAA) Amangkunagara Sudibya Rajaputra Narendra ing Mataram VI''▼
* Sebagai Susuhunan: ''Sahandhap Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Ingkang Minulya saha Ingkang Wicaksana Kangjeng Susuhunan Pakubuwana Senapati ing Alaga Abdurrahman Sayyidin Panatagama Ingkang Jumeneng kaping Sadasa ing Nagari Surakarta Hadiningrat''▼
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Groepsportret tijdens een bezoek van de kroonprins de sultan Hamengkoe Negoro en Prins Pakoe Alam van Jogjakarta aan Pakoe Boewono X de Susuhunan van Solo TMnr 60001422.jpg|jmpl|Sri Susuhunan Pakubuwana X bersama [[Hamengkubuwana VII|Sri Sultan Hamengkubuwana VII]], [[Paku Alam VII|KGPAA. Paku Alam VII]], dan putra mahkota [[Kesultanan Yogyakarta]] di [[Keraton Surakarta]] ({{circa|1901-1921}}).]]
Pakubuwana X menyandang nama dan gelar yang berbeda dalam setiap fase hidupnya, seperti kebiasaan di kalangan bangsawan Jawa yang tinggi. Ketika statusnya meningkat, gelar disesuaikan dengan perubahan status. Berikut adalah gelar yang pernah disandang oleh PB X diantaranya: ''Luitenant-kolonel'' (1884-1890), ''Kolonel'' (1890-1893), ''Generaal-majoor Zijne Hoogheid'' (1893-1923), ''Luitenant-generaal Zijne Hoogheid'' (1923-1932), ''Luitenant-generaal Zijne Prinselijke Hoogheid'' dan ''Zijne Vorstelijke Hoogheid'' (1932-1939).<ref name="royalark.net">http://www.royalark.net/Indonesia/solo8.htm</ref>▼
Pakubuwana X menjadi raja Kesunanan yang paling banyak menerima penghargaan dari pemerintah Hindia Belanda. Pemberian gelar ini tidak lepas dari jasa-jasa Pakubuwana untuk pemerintah kolonial, seperti membantu residen dan gubernur dalam melaksanakan tugas di wilayah koloninya. Bantuan yang diberikan tentu saja mempertimbangkan manfaat yang didapat bagi Kesunanan Surakarta. Intensitas pemberian gelar kepada Pakubuwana X yang lebih banyak dibandingkan elit lainnya di Jawa menyebabkan Pakubuwana X sering mengadakan ''tedhak loji'' dengan megah. Prosesi khusus dari keraton ke rumah residen yang sangat mewah tersebut menjadi sorotan masyarakat. Pakubuwana X tampil dengan megah melakukan ''tedhak loji'' disertai dengan medali-medali, keluarga kerajaan, dan beberapa abdi dalem Kesunanan. Hubungan khusus antara Pakubuwana X dengan pemerintah kolonial menyebabkan pemerintah kolonial memberikan perlakuan khusus terhadap Pakubuwana sesuai dengan kontribusi yang diberikan.<ref name=":0">{{Cite journal|last=Lestari|first=Siska Nurazizah|last2=Sumarno|first2=Sumarno|last3=Surindra|first3=Bayu|date=2020-08-30|title=Medali Belanda Dan Pengaruhnya Bagi Kehidupan Sosial Elit Jawa, Abad Xix-Xx: Studi Kasus Pemberian Medali Kepada Pakubuwana X|url=http://patrawidya.kemdikbud.go.id/index.php/patrawidya/article/view/304|journal=Patra Widya: Seri Penerbitan Penelitian Sejarah dan Budaya.|language=id|publisher=Balai Pelestarian Nilai Budaya D.I. Yogyakarta|volume=21|issue=2|pages=165–178|doi=10.52829/pw.304|issn=2598-4209}}</ref>▼
J.F.W. van Nes, seorang dewan perwakilan kerajaan Belanda untuk wilayah Hindia Belada mengkritisi pemberian gelar ini. Ia khawatir bahwa pemberian tanda penghormatan kepada Susuhunan akan mengacaukan hierarki yang telah terbangun. Di sisi lain, pemberian gelar ini mendapat pujian dari sesama bangsawan dari India, Jagatjit Singh. Selain itu, ia juga mengkritisi pemerintah Inggris yang tidak memperkenankan bangsawan India menerima dan memakai medali kehormatan yang berasal dari Inggris atau negara lainnya.<ref name=":0" />▼
▲[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Groepsportret tijdens een bezoek van Koning Chulalongkorn van Siam aan Pakoe Boewono X de Susuhunan van Solo TMnr 60001421.jpg|jmpl|ka|Sri Susuhunan Pakubuwana X bersama [[Chulalongkorn|Rama V]] dari Siam (sekarang [[Thailand]]) di [[Keraton Surakarta]] ({{circa|1895-1910}}).]]
Selama pemerintahannya yang panjang, Pakubuwana X mampu menjauhkan pertentangan yang serius, bahkan tampil seolah sebagai teman pemerintah [[Hindia Belanda]]. Hal ini tak lepas dari cara berpolitik Pakubuwana X yang oportunistik. Pakubuwana X cenderung berhati-hati dalam bertindak dan menjauhi hal-hal buruk yang dapat mengancam kekuasaannya. Dengan strategi politik ini, Pakubuwana X dapat melaksanakan kewajibannya sebagai raja Surakarta sekaligus taat terhadap pemerintah Hindia Belanda sedangkan pada waktu yang bersamaan ia juga membantu organisasi pergerakan nasional dengan memberikan berbagai bentuk dukungan terhadap [[Budi Utomo]] dan [[Sarekat Islam|SI]] tanpa mendapat halangan dari pemerintah Hindia Belanda.<ref>{{Cite journal|last=Aryoningprang|first=Banyu|date=2021-04-20|title=Pakubuwono X: Politik Oportunisme Raja Jawa (1893-1939)|url=https://journal.uny.ac.id/index.php/istoria/article/view/36786|journal=ISTORIA Jurnal Pendidikan dan Ilmu Sejarah|publisher=Program Studi Pendidikan Sejarah, Universitas Negeri Yogyakarta|volume=17|issue=1|pages=6-7|doi=10.21831/istoria.v17i1.36786|issn=2615-2150}}</ref>
Baris 111 ⟶ 108:
Petunjuk bahwa Pakubuwana X mempunyai kecenderungan terlibat dalam aktivitas politik dilaporkan oleh Residen Sollewijn Gelpke (1914-1918) kepada atasannya. Secara teratur ia mendapati Pakubuwana X memerlukan terjemahan berita-berita penting dari ''De Locomotief'', surat kabar ber[[bahasa Belanda]] yang terbit di [[Semarang]]. Khususnya berita mengenai [[Perang Dunia I]], Gelpke mendapati Pakubuwana X bersimpati pada [[Jerman]] sebagaimana banyak orang pribumi saat itu, termasuk orang-orang [[Sarekat Islam]]. Peranan Pakubuwana X sebagai imam bagi masyarakat [[Muslim]] di [[Surakarta]], juga sangat diperhitungkan [[Belanda]].
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM
Sementara itu, Residen L.Th. Schneider (1905-1908) berpendapat bahwa potensi subversif Pakubuwana X patut diperhitungkan. Schneider merupakan salah seorang yang pertama kali mencurigai pengaruh perjalanan Pakubuwana X ke luar daerah. Walaupun perjalanan dan kunjungan itu secara teoretis bersifat ''incognito'', kunjungannya ke [[Semarang]], [[Surabaya]], dan [[Salatiga]] (antara tahun 1903 dan 1906) benar-benar dapat disebut sebagai kunjungan resmi. Kunjungan itu dapat dianggap sebagai pencerminan tujuan politik Pakubuwana X yang hendak memperluas pengaruhnya sebagai raja Jawa. Di luar [[Jawa]], ia juga melawat ke [[Bali]], [[Lombok]], serta [[Lampung]].
Pada bulan [[Desember]] [[1921]], Pakubuwana X melakukan perjalanan ke daerah [[Priangan]], diiringi oleh 52 bangsawan dan abdi dalem. Setelah singgah di [[Semarang]], [[Pekalongan]], dan [[Cirebon]], Pakubuwana X menetap cukup lama di [[Garut]] dan [[Tasikmalaya]]. Di [[Garut]], ratusan orang berkumpul menanti kehadiran Pakubuwana X, sehingga merepotkan polisi [[Hindia Belanda]]. Pada bulan [[Februari]] [[1922]], Pakubuwana X mengadakan perjalanan lagi ke [[Madiun]], disertai oleh 58 bangsawan dan abdi dalem. Perjalanan itu resminya sekali lagi disebut ''incognito'', tetapi justru benar-benar membuat citra Pakubuwana X semakin meningkat. Ia mengobral banyak hadiah tanda mata dengan lambang monogram ''PB X''. Bupati-bupati menerima [[keris]] dengan hiasan [[permata]], serta para wedana dan asisten wedana memperoleh berbagai arloji emas.
[[Berkas:KITLV A1292 - P.R.W. van Gesseler Verschuir (links half zichtbaar), gouverneur van Jogjakarta, bij de begroeting van sultan Hamengkoe Boewono VIII van Jogjakarta en soesoehoenan Pakoe Boewono X van So, KITLV 49806.tiff|jmpl|Sri Susuhunan Pakubuwana X disambut oleh [[Hamengkubuwana VIII|Sri Sultan Hamengkubuwana VIII]] saat kunjungan resminya di [[Keraton Yogyakarta]], tahun 1932.]]
Demi mendukung dan membangkitkan semangat [[nasionalisme]] rakyat Jawa, Pakubuwana X terus mengadakan perjalanan ke daerah-daerah. [[Belanda]] keberatan, dengan alasan biaya. Padahal, sebenarnya [[Belanda]] hendak membatasi popularitas Pakubuwana X. Sekalipun perjalanannya bersifat ''incognito'', tetapi Pakubuwana X selalu mengesankan di mata rakyat sebagai Kaisar Tanah Jawa. Setelah perjalanannya ke [[Jawa Barat]] dan [[Jawa Timur]] pada tahun [[1922]], yang bersamaan dengan meningkatnya semangat radikalisme [[Budi Utomo]], Pakubuwana X tidak mengadakan perjalanan lagi pada tahun [[1923]]. Baru pada tahun berikutnya, ia mengadakan kunjungan besar ke [[Malang]]. Penampilannya yang mengalihkan perhatian rakyat disana menyebabkan Gubernur Jenderal Dirk Fock bahkan menyuruh Residen Nieuwenhuys mempersilakan Pakubuwana X untuk segera pulang. Alasannya, persyaratan ''incognito'' telah dilanggar.
Baris 121:
==Mobil==
Pada tahun 1894, Pakubuwana X, menjadi orang sekaligus raja Jawa pertama yang memiliki mobil. Mobil yang dibeli adalah Benz Victoria Phaeton karya Karl Benz, Jerman.
Baris 132 ⟶ 133:
Setelah memesan Benz Victoria Phaeton, selang 13 tahun kemudian, Pakubuwana X kembali memesan mobil baru asal Jerman. Pada tahun 1907, mobil bernama Britz Daimler tiba di tanah Jawa sekaligus menjadi mobil Daimler pertama yang hadir di Jawa. Pada saat itu, mobil merek ini termasuk dalam kategori mobil mahal dan hanya dimiliki oleh orang-orang yang memiliki kedudukan tinggi.<ref name="mobilpbx" />
==Gelar==
▲[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Studioportret van Pakoe Boewono X Susuhunan van Solo TMnr 60034669.jpg|jmpl|Potret studio Sri Susuhunan Pakubuwana X.]]
▲Penobatan Pakubuwana X sebagai susuhunan dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 30 Maret 1893 ([[tahun Jawa]]: Kemis Wage 12 Pasa 1882). Ia memiliki berbagai gelar kebangsawanan, diantaranya:
▲* Nama lahir: ''Gusti Raden Mas Sayyidin Malikul Kusna''
▲* Sebagai putra mahkota: ''Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Anom (KGPAA) Amangkunagara Sudibya Rajaputra Narendra ing Mataram VI''
▲* Sebagai Susuhunan: ''Sahandhap Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Ingkang Minulya saha Ingkang Wicaksana Kangjeng Susuhunan Pakubuwana Senapati ing Alaga Abdurrahman Sayyidin Panatagama Ingkang Jumeneng kaping Sadasa ing Nagari Surakarta Hadiningrat''
▲Pakubuwana X menyandang nama dan gelar yang berbeda dalam setiap fase hidupnya, seperti kebiasaan di kalangan bangsawan Jawa yang tinggi. Ketika statusnya meningkat, gelar disesuaikan dengan perubahan status. Berikut adalah gelar yang pernah disandang oleh PB X diantaranya: ''Luitenant-kolonel'' (1884-1890), ''Kolonel'' (1890-1893), ''Generaal-majoor Zijne Hoogheid'' (1893-1923), ''Luitenant-generaal Zijne Hoogheid'' (1923-1932), ''Luitenant-generaal Zijne Prinselijke Hoogheid'' dan ''Zijne Vorstelijke Hoogheid'' (1932-1939).<ref name="royalark.net">http://www.royalark.net/Indonesia/solo8.htm</ref>
▲Pakubuwana X menjadi raja Kesunanan yang paling banyak menerima penghargaan dari pemerintah Hindia Belanda. Pemberian gelar ini tidak lepas dari jasa-jasa Pakubuwana untuk pemerintah kolonial, seperti membantu residen dan gubernur dalam melaksanakan tugas di wilayah koloninya. Bantuan yang diberikan tentu saja mempertimbangkan manfaat yang didapat bagi Kesunanan Surakarta. Intensitas pemberian gelar kepada Pakubuwana X yang lebih banyak dibandingkan elit lainnya di Jawa menyebabkan Pakubuwana X sering mengadakan ''tedhak loji'' dengan megah. Prosesi khusus dari keraton ke rumah residen yang sangat mewah tersebut menjadi sorotan masyarakat. Pakubuwana X tampil dengan megah melakukan ''tedhak loji'' disertai dengan medali-medali, keluarga kerajaan, dan beberapa abdi dalem Kesunanan. Hubungan khusus antara Pakubuwana X dengan pemerintah kolonial menyebabkan pemerintah kolonial memberikan perlakuan khusus terhadap Pakubuwana sesuai dengan kontribusi yang diberikan.<ref name=":0">{{Cite journal|last=Lestari|first=Siska Nurazizah|last2=Sumarno|first2=Sumarno|last3=Surindra|first3=Bayu|date=2020-08-30|title=Medali Belanda Dan Pengaruhnya Bagi Kehidupan Sosial Elit Jawa, Abad Xix-Xx: Studi Kasus Pemberian Medali Kepada Pakubuwana X|url=http://patrawidya.kemdikbud.go.id/index.php/patrawidya/article/view/304|journal=Patra Widya: Seri Penerbitan Penelitian Sejarah dan Budaya.|language=id|publisher=Balai Pelestarian Nilai Budaya D.I. Yogyakarta|volume=21|issue=2|pages=165–178|doi=10.52829/pw.304|issn=2598-4209}}</ref>
▲J.F.W. van Nes, seorang dewan perwakilan kerajaan Belanda untuk wilayah Hindia Belada mengkritisi pemberian gelar ini. Ia khawatir bahwa pemberian tanda penghormatan kepada Susuhunan akan mengacaukan hierarki yang telah terbangun. Di sisi lain, pemberian gelar ini mendapat pujian dari sesama bangsawan dari India, Jagatjit Singh. Selain itu, ia juga mengkritisi pemerintah Inggris yang tidak memperkenankan bangsawan India menerima dan memakai medali kehormatan yang berasal dari Inggris atau negara lainnya.<ref name=":0" />
==Kehormatan==
{{Infobox royal styles
|royal name = Pakubuwana X
Baris 152 ⟶ 169:
===Pahlawan nasional===
Pada tahun 2009, karena kontribusinya terhadap kesejahteraan dan kepentingan penduduk pribumi di dalam kesunanan selama pemerintahannya, serta telah menjadi pelindung besar bagi banyak proyek ekonomi dan budaya lokal, Pakubuwana X ditetapkan sebagai [[Pahlawan Nasional Indonesia]].
|