Pengguna:Athayahisyam/Bak pasir: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Athayahisyam (bicara | kontrib)
menambah kutipan langsung
Athayahisyam (bicara | kontrib)
menambah kutipan langsung
Baris 9:
Hamid Fahmy Zarkasyi mengkorelasikan antara pemikiran liberal cendekiawan Islam dengan tren pemikiran Barat untuk mewujudkan [[Masyarakat madani|masyarakat sipil]] (''civil society'') dan menegaskan bahwa [[metodologi]], kerangka kerja, konsep dan teori yang digunakan untuk mewujudkan gagasan masyarakat sipil bertentangan secara diametrikal dengan apa yang telah ada dalam tradisi intelektual Islam.<ref name=":7">{{Cite book|last=Zarkasyi|first=Hamid Fahmy|last2=Salim|first2=Mohammad Syam'un|date=2021|url=https://books.google.co.id/books/about/Rasional_tanpa_menjadi_liberal.html?id=Qpa3zgEACAAJ|title=Rasional tanpa menjadi liberal: menjawab tantangan liberalisasi pemikiran Islam|publisher=Institute for the Study of Islamic Thought and Civilization|isbn=978-602-52894-4-6|language=id}}</ref> Ia menekankan bahwa pengkaji Islam Liberal terkesan "memaksakan" pembacaan Islam menggunakan metodologi dan teori Barat, tanpa proses epistemologis yang jelas.<ref name=":7" /> Hamid kemudian merelasikan pemaksaan ini dengan teori Foucault mengenai ilmu dan kekuasaan. Menurut Foucault, ilmu merupakan kekuasaan dan saat digunakan ia akan mengatur perilaku orang lain.<ref>{{Cite book|last=Foucault|first=Michel|date=1977|url=https://books.google.co.id/books/about/Discipline_and_Punish.html?id=pWv1R2o_PWsC|title=Discipline and Punish: The Birth of the Prison|publisher=Vintage Books|isbn=978-0-679-75255-4|language=en}}</ref> Dalam pandangan Hamid, teori tersebut terpenuhi dalam pemaksaan pembacaan Islam menggunakan perspektif (metodologi dan teori) Barat<ref name=":7" />. Secara tersirat, ia menganggap bahwa liberalisasi Islam merupakan upaya melanggengkan penjajahan Barat yang sudah terejawantahkan sebelumnya dalam bentuk hegemoni keilmuan Orientalisme, sebagaimana yang dipaparkan oleh [[Edward Said|Said]]<ref>{{Cite book|last=Said|first=Edward W.|date=2014-10-01|url=https://www.google.com/books/edition/Orientalism/npF5BAAAQBAJ?hl=en&gbpv=1&dq=said+orientalism&printsec=frontcover|title=Orientalism|publisher=Knopf Doubleday Publishing Group|isbn=978-0-8041-5386-7|language=en}}</ref> dan kemudian [[Wael Hallaq|Hallaq]].<ref>{{Cite book|last=Hallaq|first=Wael B.|date=2018-07-03|url=https://www.google.com/books/edition/Restating_Orientalism/HUtBDwAAQBAJ?hl=en|title=Restating Orientalism: A Critique of Modern Knowledge|publisher=Columbia University Press|isbn=978-0-231-54738-3|language=en}}</ref>
 
Barat, menurut Hamid, menjadi peradaban yang "maju" namun, tanpa panduan spiritual, tanpa kejelasan otoritas keilmuan dan bahkan tanpa Tuhan.
 
{{quote|...tanpa teks (kitab suci), tanpa otoritas teolog, dan ''last but not least'' tanpa Tuhan. Barat adalah peradaban yang meninggalkan Tuhan dari wacana keilmuan, wacana filsafat, wacana peradaban bahkan dari kehidupan publik.}}
 
Hamid menekankan bahwa konsep Tuhan dalam tradisi intelektual Barat problematik, ia menulismenggaris bawahi sikap manusia Barat yang meletakkan posisi teologi sebagai hal yang hanya bisa dipahami lewat iman, sementara filsafat hanya dengan akal.
 
{{quote|Sejak awal era modern, Francis Bacon (1561-1626) menggambarkan ''mindset'' manusia Barat begini: ''Theology is known by faith but philosophy should depend only upon reason.'' Maknanya, teologi di Barat tidak masuk akal dan berfilsafat tidak bisa melibatkan keimanan pada Tuhan.}}
Baris 20:
 
{{quote|...Tuhan tidak lagi berkaitan dengan ilmu, dunia empiris...Akhirnya Barat kini, dalam bahasa Nietzsche, sedang "menempuh ketiadaan yang tanpa batas."}}
 
Ketika pemikiran Barat masuk ke dalam semesta intelektualitas Indonesia, dalam pandangan Hamid, yang terjadi ialah diskursus teologi yang menggugat sifat Tuhan sebagai entitas maha kuasa, dan diskursus memisahkan antara ketuhanan sebagai akar peradaban dengan peradaban itu sendiri.
 
{{quote|Kini di Indonesia dan di negeri-negeri Muslim lainnya, sebagian cendekiawan Muslim mulai ikut-ikutan risih dengan konsep Allah Maha Kuasa (''Supreme Being''). Tuhan tidak lagi mengatur segala aspek kehidupan manusia. Bahkan kekuasaan Tuhan harus dibatasi.}}
 
Hamid juga memperhatikan bahwa usaha sekularisasi ini juga berbuah pada pluralisme agama, sebagai efek langsung dari logika relativis yang dibawa sekularisme. Namun, ajakan pluralisme ini penuh kecurigaan.
 
{{quote|Kini, semua orang "harus" membiarkan pembongkaran batas antaragama, menerima pluralitas dan pluralisme sekaligus. Sebab, kata mereka, pluralisme seperti juga sekularisme, adalah hukum alam. Samar-samar seperti ada suara besar mengingatkan, "kalau Anda tidak pluralis, Anda pasti teroris."}}
 
Untuk "membalik" efek liberalisasi dan westernisasi ini, Hamid mengajukan dewesternisasi dan deliberalisasi dengan program Islamisasi<ref>{{Cite web|last=Salim|first=Moh. Syam'un|date=2022-02-12|title=Prof. Hamid: Cerminan Imbangnya Kekayaan Turats dan Penguasaan Wacana Kontemporer|url=https://insists.id/prof-hamid-cerminan-imbangya-kekayaan-turats-dan-penguasaan-wacana-kontemporer/|website=INSISTS|language=|access-date=2024-07-09}}</ref> yang berasal dari pandangan hidup (''worldview'') Islam.<ref>{{Cite book|last=Zarkasyi|first=Hamid Fahmy|date=2020|url=https://www.google.com/books/edition/Minhaj_berislam/KP9fzQEACAAJ?hl=en|title=Minhaj berislam: dari ritual hingga intelektual|publisher=Institute for the Study of Islamic Thought and Civilization|isbn=978-602-52894-3-9|language=id}}</ref>