Hamid Fahmy Zarkasyi: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Athayahisyam (bicara | kontrib)
perbaikan salah sitasi
Athayahisyam (bicara | kontrib)
Baris 37:
Istilah [[pandangan hidup]] (''worldview''), sejauh literatur menyebutkan<ref name=":02">{{Cite book|last=Naugle|first=David K.|date=2002-07-16|url=https://www.google.co.id/books/edition/Worldview/qBzjfDMpvBIC|title=Worldview: The History of a Concept|publisher=Wm. B. Eerdmans Publishing|isbn=978-0-8028-4761-4|language=en}}</ref><ref>{{Cite journal|last=Englert|first=Alexander T.|date=2023-04-25|title=The Conceptual Origin of Worldview in Kant and Fichte|url=https://www.degruyter.com/document/doi/10.1515/jtph-2022-0007/html|journal=Journal of Transcendental Philosophy|language=en|volume=4|issue=1|pages=1–24|doi=10.1515/jtph-2022-0007|issn=2626-8310}}</ref>, pertama kali digunakan oleh [[Immanuel Kant]] dalam bukunya ''[[Kritik atas Nalar Murni]]'' (''Critique of Pure Reason'') dengan istilah ''Weltanschauung''<ref>{{Cite book|last=Kant|first=Immanuel|last2=Kant|first2=Immanuel|date=2007|title=Critique of pure reason|location=London|publisher=Penguin Books|isbn=978-0-14-044747-7|editor-last=Weigelt|editor-first=Marcus|series=Penguin classics|translator-last=Müller|translator-first=Friedrich Max}}</ref><ref>{{Cite book|last=Grimm|first=Jacob|last2=Grimm|first2=Wilhelm|date=20|title=Deutsches Wörterbuch|location=München|publisher=Dt. Taschenbuch-Verl. [u.a.]|isbn=978-3-423-05945-9|edition=Nachdr|series=Dtv}}</ref> (bahasa Jerman: pandangan-dunia). Istilah ini kemudian dikembangkan oleh ragam pemikir, seperti [[Georg Wilhelm Friedrich Hegel|Hegel]]<ref>{{Cite journal|last=Ashmore|first=Jerome|date=1966|title=Three Aspects of Weltanschauung|url=https://www.jstor.org/stable/4104855|journal=The Sociological Quarterly|volume=7|issue=2|pages=215–228|issn=0038-0253}}</ref>, [[Wilhelm Dilthey|Dilthey]]<ref>{{Cite journal|last=Makkreel|first=Rudolf|date=2008-01-16|title=Wilhelm Dilthey|url=https://plato.stanford.edu/ENTRIES/dilthey/#DiltReflEthiWorlHisDoubAbouMeta|language=en}}</ref>, dan [[Edmund Husserl|Husserl]]<ref name=":02" />. Pandangan hidup terbentuk dari akumulasi pengetahuan dalam pikiran manusia, baik pengetahuan ''[[Apriori|a priori]]'' maupun ''[[a posteriori]],'' konsep-konsep, serta sikap mental yang ia kembangkan semasa hidupnya.<ref name=":12">{{Cite book|vauthors=Muslih MK, et al.|date=2021|url=http://repo.unida.gontor.ac.id/1433/5/Buku%20Epistemologi%20islam%20%20prinsip-prinsip%20dasar%20ilmu%20pengetahuan%20dalam%20Islam.pdf|title=Epistemologi Islam|location=Ponorogo|publisher=Universitas Darussalam Gontor Press|url-status=live}}</ref> Akumulasi pengetahuan ini—disebut Thomas F. Wall disebut sebagai ''epistemological beliefs—''membentuk pandangan hidup, bersama dengan peranan besar dari kepercayaan metafisik (''metaphysical beliefs'') yang ia anut.<ref>{{Cite book|last=Wall|first=Thomas F.|date=2001|url=https://books.google.co.id/books/about/Thinking_Critically_about_Philosophical.html?id=CDAQAQAAIAAJ|title=Thinking Critically about Philosophical Problems|publisher=Wadsworth/Thompson Learning|isbn=978-0-534-57420-8|language=en}}</ref>
 
Dalam kajian keislaman, konsep pandangan hidup sudah dibahas oleh ragam cendekiawan Muslim seperti [[Abul A'la Maududi|Abu al-A'la al-Mawdudi]]<ref>{{Cite book|last=Maudūdī|first=Abu-'l-Aʿlā al-|date=1979|url=https://books.google.co.id/books/about/The_Process_of_Islamic_Revolution.html?id=DpUA0AEACAAJ|title=The Process of Islamic Revolution|publisher=Islamic Publications|language=en}}</ref>, [[Samih 'Atif al-Zayn]]<ref>{{Cite book|last=al-Zayn|first=Samih 'Atif|date=1989|url=http://www.samih-atef-elzein.com/docs/%D8%A7%D9%84%D8%A5%D8%B3%D9%84%D8%A7%D9%85%20%D9%88%D8%A7%D9%8A%D8%AF%D9%8A%D9%88%D9%84%D9%88%D8%AC%D9%8A%D8%A9%20%D8%A7%D9%84%D8%A5%D9%86%D8%B3%D8%A7%D9%86.pdf|title=al-Islam wa Idulujiyyat al-Insan|location=Beirut|publisher=Dar al-Kitab al-Lubnani|language=ar|url-status=live}}</ref>, [[Sayyid Qutb]],<ref>{{Cite book|last=Qutb|first=Sayyid|date=1997|url=https://archive.org/details/shamse_20170620_0245|title=Muqawwamat at-Tasawwur al-Islami|location=Beirut|publisher=Dar al-Syuruq|language=ar|url-status=live}}</ref> dan [[Syed Muhammad Naquib al-Attas]].<ref name=":52">{{Cite book|last=al–Attas|first=Syed Muhammad Naquib|date=2014|url=https://books.google.co.id/books/about/Prolegomena_to_the_Metaphysics_of_Islam.html?id=PKugBQAAQBAJ|title=Prolegomena To The Metaphysics Of Islam|publisher=Penerbit UTM Press|isbn=978-983-52-0926-0|language=en}}</ref> Hamid mengikuti konsep pandangan hidup Islam menurut al-Attas{{efn|Al-Attas mendefinisikan pandangan hidup Islam (''Islamic worldview'' sebagai ''ru'yatul Islam lil wujud'' atau pandangan Islam tentang realitas dan kebenaran yang tampak oleh mata hati kita dan yang menjelaskan hakikat wujud <ref name=":52" />)}} yang baginya, tidak memisahkan antara kepercayaan dengan pengetahuan.<ref name=":42">{{Cite book|last=Zarkasyi|first=Hamid Fahmy|date=2020|url=https://www.google.com/books/edition/Minhaj_berislam/KP9fzQEACAAJ?hl=en|title=Minhaj berislam: dari ritual hingga intelektual|publisher=Institute for the Study of Islamic Thought and Civilization|isbn=978-602-52894-3-9|language=id}}</ref> Menurut Alparslan Açikgenç, pandangan hidup lahir dari kristalisasi konsep-konsep dalam pikiran manusia yang membentuk kerangka berfikir (''mental framework'').<ref name=":22">{{Cite journal|last=Açikgenç|first=Alparslan|date=1996|title=The Framework for A History of Islamic Philosophy|url=https://journals.iium.edu.my/shajarah/index.php/shaj/article/view/177|journal=Al-Shajarah|volume=1|issue=1|pages=10}}</ref> Hamid Fahmy Zarkasyi menyimpulkan, bahwa ilmu pengetahuan yang diperoleh seseorang itu terdiri dari ide-ide, [[Keyakinan|kepercayaan]], aspirasi, dan lain sebagainya yang seluruhnya membentuk suatu totalitas konsep yang saling berkaitan dan terorganisasi dalam sebuah jaringan dalam pikiran manusia.<ref name=":12" /> Pengetahuan ini, dalam tradisi intelektual Islam, adalah terbantuk dari konsep dan ajaran dalam agama Islam. Mengikuti Alparslan<ref name=":22" />, Hamid berpendapat bahwa pandangan hidup Islam adalah termasuk pandangan hidup transparan (''transparent worldview''{{efn|Alparslan membagi pandangan hidup menjadi dua, berdasarkan bagaimana ia muncul. Pandangan hidup pertama disebut dengan pandangan hidup alami (''natural worldview'') yang merupakan hasil kerja akal tanpa disadari, mengikuti keadaan mental berfikir, kebudayaan dan kehidupan masyarakat. Pandangan hidup kedua disebut dengan pandangan hidup transparan (''transparent worldview'') yang merupakan hasil kerja akal yang disadari untuk mencari pengetahuan, sehingga ia secara sadar memikirkan konsep-konsep yang dapat dilihat (transparan) bagi akalnya.<ref>{{cite journal |last1=Açıkgenç |first1=Alparslan |title=Worldview Projected From the Qur'anic Outlook |journal=The Straight Path |date=October 2021 |page=1-36 |url=https://www.istikametdergisi.org/uploads/bb33cf75-449a-4b52-abc0-d3adad09caf2/19ca6d5a-a5ee-45b5-987d-cdee350914fa/1-_Alparslan%20A%C3%A7%C4%B1kgen%C3%A7_Worldview%20and%20Qur'an.....pdf|archive-url=https://archive.org/details/1-alparslan-acikgenc-worldview-and-quran....|archive-date=2024-07-11|access-date=11 Juli 2024}}</ref>}}) karena ia tidak lahir di antara [[masyarakat]] ilmiah yang memiliki mekanisme canggih untuk menghasilkan ilmu pengetahuan. Pandangan hidup Islam, muncul dari [[wahyu]] Ilahi (''divine revelations'') yang diterima oleh Nabi [[Muhammad]], dan kemudian olehnya dijelaskan dan disebarkan ke masyarakat.<ref name=":12" />
 
Hamid kemudian memberikan penjelasan terkait pandangan hidup Islam dan [[epistemologi]] Islam, dengan bermula dari tesis dan pemikiran Al-Attas. Berfikir dengan pandangan hidup Islam berarti berfikir dengan didasari keyakinan atau keimanan serta pengertian tentang Tuhan (Allah), dengan mengikuti konsep ketuhanan dengan sifat-sifatnya yang telah didefinisikan oleh Islam. Dengan demikian, proses keilmuan seluruhnya berorientasi terhadap [[ibadah]] kepada Tuhan, sehingga seluruh [[konsep]], [[teori]] dan [[paradigma]] keilmuan harus bermuara pada konsep Tuhan yang Maha Esa. Proses keilmuan tersebut berkulminasi kepada peningkatan pengetahuan terhadap Tuhan dan keimanan kepada-Nya.<ref name=":42" />
 
Orientasi proses keilmuan kepada Tuhan meniscayakan wahyu (''revelation'') beserta perangkat penjelasnya sebagai sumber ilmu. Dalam Islam, wahyu ini adalah [[al-Qur'an]], dan perangkat penjelasnya berupa pendalilan (''istidlal'') dengan menggunakan [[Hadis|Hadits]], [[Ijmak|Ijma']] dan [[Kias (fikih)|Qiyas]]. Qur'an dan Hadits diposisikan sebagai teks sakral (''dalil naqliy'') dan Ijma' serta Qiyas sebagai penjelas rasio (''dalil aqliy'').<ref name=":12" /> Rangkaian wahyu dan perangkat penjelasnya ini juga digunakan dalam melakukan pembaharuan dalam kajian keislaman.<ref name=":42" />
 
Dengan orientasi dan perangkatnya, berfikir dalam pandangan hidup Islam bersifat ''integralistik'' (''tawhidi''). Sifat integralistik ini bermakna bahwa Islam tidak hanya melibatkan keadaan sosial maupun natural yang [[Bukti empiris|empiris]], namun juga melibatkan aspek [[Metafisika|non-empiris]]. Kombinasi ini merukunkan antara aspek dunia dan aspek akhirat. Sifat integralistik ini juga memposisikan kebenaran objektif tidak terpisah dengan kebenaran subjektif. Sesuatu yang riil secara objektif, tidak bisa disebut kebenaran objektif apabila bertentangan dengan kebenaran dalam Islam.<ref name=":42" />
 
Berfikir dengan pandangan hidup Islam dengan demikian juga bermakna berfikir tentang hal yang nampak (empirik dan fisik) dan hal yang tidak nampak (non-empirik dan metafisik) dengan berbasis pada wahyu. Ketika seorang Muslim melihat makanan, misalnya, maka yang dilihat bukanlah sekedar apa yang dapat dicerap oleh panca indera, namun, apa yang juga ada dalam realitas metafisik: apa realitas kehalalan dan keharamannya. Pandangan hidup tersebut pada akhirnya dapat mengembalikan ukuran dari manusia, kembali ke Tuhan. Dengan demikian, standar moralitas dapat dirukunkan dengan sifat absolut pada aspek Ketuhanan yang Maha Esa, namun juga tetap menghargai aspek relatif dari ruang dan waktu.<ref name=":42" /> Dalam Islam, kebenaran sudah turun dari Tuhan {{efn|Qur'an, 2:147}}, hal ini kemudian ditegaskan oleh Hamid dalam Misykat:{{quote|"Dari Tuhanmu" berarti berasal dari sana dan sudah berada di sini di masa kini dalam ruang dan waktu kehidupan manusia. Yang manusiawi dan menyejarah sebenarnya bisa mutlak ... (ungkapan) "Semua adalah relatif" bisa berarti semua tidak ada yang tahu Tuhan yang mutlak dan kebenaran firmanNya yang mutlak. {{efn|Zarkasyi, Misykat, 2012, pp. 132}}}}