Dalam Shinto, prinsip penciptaan yang menghubungkan seluruh bentuk kehidupan dikenal sebagai ''{{lang|ja-Latn|musubi}}'', hal yang memiliki ''{{lang|ja-Latn|kami}}'' tersendiri.{{sfnm|1a1=Bocking|1y=1997|1p=129|2a1=Boyd|2a2=Williams|2y=2005|2p=34}} Konsep dualitas kebaikan dan keburukan tidak ditemukan meliputipada pemikiran tradisional Jepang.{{sfnm|1a1=Littleton|1y=2002|1p=26|2a1=Picken|2y=2011|2p=36}} Konsep ''{{lang|ja-Latn|aki}}'' mencakup kemalangan, ketidakbahagiaan, dan bencana tetapi konsep ini tidak dapat disamakan dengan konsep keburukan pada pemikiran Barat.{{sfn|Picken|2011|p=36}} Tidak ada [[eskatologi]] dalam Shinto.{{sfn|Picken|2011|p=71}}
Teks-teks seperti ''Kojiki'' dan ''Nihon Shoki'' menggambarkan banyak alam dalam kosmologi Shinto.{{sfn|Doerner|1977|pp=153–154}} Teks tersebut menghadirkan alam semesta yang dibagi menjadi tiga bagian: Dataran Tinggi Surga (''{{lang|ja-Latn|Takama-no-hara}}''), tempat ''{{lang|ja-Latn|kami}}'' hidup; Dunia Fenomena atau Manifestasi (''{{lang|ja-Latn|Utsushi-yo}}''), tempat manusia tinggal; dan Dunia Bawah (''{{lang|ja-Latn|Yomotsu-kuni}}''), tempat roh-roh jahat bersemayam.{{sfnm|1a1=Kitagawa|1y=1987|1p=143|2a1=Bocking|2y=1997|2p=216}} Namun demikian, naskah-naskah mitologimitologis tidak menggambarkan pembatasan yang tegas antara alam-alam ini.{{sfn|Kitagawa|1987|p=143}}
Shinto mencakup kepercayaan pada roh atau jiwa manusia, yang disebut (''{{lang|ja-Latn|mitama}}'' atau ''{{lang|ja-Latn|tamashii}}'',) yang mengandung empat aspek.{{sfn|Hardacre|2017|p=75}} Meskipun gagasan asli mengenai kehidupan setelah kematian mungkin berkembang dengan baik sebelum kedatangan agama Buddha,{{sfn|Littleton|2002|p=90}} orang Jepang kontemporer sering mengadopsi konsep Buddhis mengenaitentang kehidupan setelah kematianitu.{{sfn|Littleton|2002|p=89}} Shinto modern lebih menekankan pada kehidupan saat ini daripada kehidupan setelah kematian.{{sfnm|1a1=Doerner|1y=1977|1p=153|2a1=Littleton|2y=2002|2p=90}} Kisah-kisah mitologis seperti ''Kojiki'' menggambarkan ''{{lang|ja-Latn|yomi}}'' atau ''{{lang|ja-Latn|yomi-no-kuni}}'' sebagai alam orang mati,{{sfnm|1a1=Littleton|1y=2002|1p=90|2a1=Picken|2y=2011|2p=71}} meskipun alam tersebut tidak memainkan peran dalam Shinto modern.{{sfn|Littleton|2002|p=90}} Gagasan Shinto modern mengenai kehidupan setelah kematian sebagian besar berkisar pada gagasan bahwa roh bertahanterus dariada kematiansetelah tubuh mengalami kematian dan terus membantu mereka yang hidup. Setelah 33 tahun, mereka kemudian menjadi bagian dari keluarga ''{{lang|ja-Latn|kami}}'' keluarga.{{sfn|Littleton|2002|pp=89-91}} Roh-roh leluhur ini kadang-kadang dianggap bersemayam di pegunungan,{{sfnm|1a1=Littleton|1y=2002|1p=91|2a1=Picken|2y=2011|2p=39}} mereka turun dari sana mereka turun untuk mengambilikut bagianserta dalam acara pertanian.{{sfn|Picken|2011|p=39}} Keyakinan kehidupan setelah kematian daridalam Shinto juga termasukmencakup ''{{lang|ja-Latn|obake}}'', roh gelisah yang mati dalam keadaan buruk dan sering membalas dendam.{{sfn|Littleton|2002|p=92}}