Pemberontakan di Aceh: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Patria lupa (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Patria lupa (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 87:
 
=== Kesepakatan damai dan pilkada pertama ===
Setelah [[Gempa bumi Samudra Hindia 2004|tsunami dahsyat]] pada bulan Desember 2004, GAM mendeklarasikan gencatan senjata sepihak, dan anggota komunitas internasional menegaskan kembali perlunya menyelesaikan konflik tersebut. Dari sekian banyak kisah proses negosiasi, salah satunya dari pihak Indonesia terdapat dalam buku yang ditulis oleh negosiator utama Indonesia, Hamid Awaludin.<ref>{{harvp|Awaludin|2009}}</ref> Penjelasan berbeda ditulis oleh penasihat GAM, Damien Kingsbury: '''Perdamaian di Aceh: Kisah Pribadi Proses Perdamaian Aceh''<ref name="Kingsbury 2006 15">{{harvp|Kingsbury|2006|p=15}}</ref> Meskipun ada gencatan senjata sepihak yang dilakukan GAM, TNI terus melakukan serangan terhadap personel dan posisi GAM. Karena adanya gerakan separatis di wilayah tersebut, pemerintah Indonesia menerapkan pembatasan akses terhadap pers dan pekerja bantuan. Namun setelah tsunami, pemerintah Indonesia membuka wilayah tersebut untuk menerima bantuan internasional.<ref>{{cite web |url=http://www.asiapacific.ca/analysis/pubs/pdfs/commentary/cac43.pdf |title=Archived copy |access-date=16 Maret 2008 |url-status=dead |archive-url=https://web.archive.org/web/20080228013211/http://www.asiapacific.ca/analysis/pubs/pdfs/commentary/cac43.pdf |archive-date=28 Februari 2008 }}</ref> Tsunami menarik perhatian internasional terhadap konflik tersebut. Upaya perdamaian sebelumnya telah gagal, namun karena sejumlah alasan, termasuk tsunami, ketidakmampuan kedua belah pihak untuk memenangkan konflik secara militer dan, terutama, keinginan Presiden [[Susilo Bambang Yudhoyono]] untuk menjamin perdamaian di Indonesia, sebuah perdamaian. kesepakatan dicapai pada tahun 2005 setelah 29 tahun perang. Indonesia pasca-[[Soeharto]] dan periode reformasi demokrasi liberal, serta perubahan dalam militer Indonesia, membantu menciptakan lingkungan yang lebih mendukung perundingan perdamaian. Peran Presiden [[Susilo Bambang Yudhoyono]] dan Wakil Presiden [[Jusuf Kalla]] yang baru terpilih sangatlah penting.<ref>Lihat {{harvp|Awaludin|2009}}.</ref> Pada saat yang sama, kepemimpinan GAM sedang mempertimbangkan kembali pilihan-pilihan yang ada, dan [[Militer Indonesia|Militer Indonesia]] telah menempatkan gerakan pemberontak di bawah tekanan yang signifikan sehingga mendorong GAM untuk menerima hasil yang tidak berarti kemerdekaan penuh.<ref>[https://web.archive.org/web/20060815224658/http://atimes.com/atimes/Southeast_Asia/HH15Ae01.html Asia Times Online :: Southeast Asia news – A happy, peaceful anniversary in Aceh<!-- Bot generated title -->]</ref> Pembicaraan damai difasilitasi oleh [[Crisis Management Initiative]] dan dipimpin oleh mantan Presiden Finlandia [[Martti Ahtisaari]]. Perjanjian perdamaian yang dihasilkan<ref>[http://www.aceh-mm.org/download/english/Helsinki%20MoU.pdf Text of the MOU] {{webarchive|url=https://web.archive.org/web/20130418023930/http://www.aceh-mm.org/download/english/Helsinki%20MoU.pdf |date=18 April 2013 }} (PDF format)</ref> ditandatangani pada tanggal 15 Agustus 2005 di [[Helsinki]]. Berdasarkan perjanjian tersebut, Aceh akan menerima otonomi khusus di bawah Republik [[Indonesia]], dan pasukan pemerintah non-organik (yaitu non-asli Aceh) akan ditarik dari provinsi tersebut (hanya menyisakan 25.000 tentara) sebagai imbalan atas perlucutan senjata GAM. Sebagai bagian dari perjanjian tersebut, [[Uni Eropa]] mengirimkan 300 [[misi pemantauan Aceh|pemantau]]. Misi mereka berakhir pada 15 Desember 2006, setelah pemilihan kepala daerah.
{{see also|Kesepakatan Helsinki}}
[[Berkas:Perjanjian damai helsinki.jpg|thumb|Perjanjian untuk mengakhiri Pemberontakan di Aceh ditandatangani di Helsinki (2005)]]
Setelah [[Gempa bumi Samudra Hindia 2004|bencana Tsunami dahsyat]] menghancurkan sebagian besar Aceh dan menelan ratusan ribu korban jiwa, kedua belah pihak, GAM dan pemerintah Indonesia menyatakan [[gencatan senjata]] dan menegaskan kebutuhan yang sama untuk menyelesaikan konflik berkepanjangan ini.<ref>Pengakuan yang sangat berguna dan rinci dari proses negosiasi dari pihak Indonesia dalam buku oleh negosiator kunci Indonesia, Hamid Awaludin, ''Peace in Aceh: Notes on the peace process between the Republic of Indonesia and the Aceh Freedom Movement (GAM) in Helsinki'', diterjemahkan Tim Scott, 2009, [[Centre for Strategic and International Studies (Indonesia)|Centre for Strategic and International Studies]], Jakarta. ISBN 978-979-1295-11-6.</ref> Namun, bentrokan bersenjata sporadis terus terjadi di seluruh provinsi. Karena gerakan separatis di daerah, pemerintah Indonesia melakukan pembatasan akses terhadap [[pers]] dan [[pekerja bantuan]]. Namun setelah tsunami, pemerintah Indonesia membuka daerah untuk upaya bantuan internasional.<ref>{{Cite web |url=http://www.asiapacific.ca/analysis/pubs/pdfs/commentary/cac43.pdf |title=Salinan arsip |access-date=2013-04-20 |archive-date=2008-02-28 |archive-url=https://web.archive.org/web/20080228013211/http://www.asiapacific.ca/analysis/pubs/pdfs/commentary/cac43.pdf |dead-url=yes }}</ref>
Aceh telah diberikan otonomi yang lebih luas melalui UUPeraturan Pemerintah, meliputiAceh yang mencakup hak-hak khusus yang disepakati pada tahun 2002 serta hak masyarakat Aceh untuk membentukmendirikan partai politik lokal untuk mewakili kepentingan mereka. Namun, pendukungpara HAMaktivis menyorotihak asasi manusia menggarisbawahi bahwa pelanggaran HAMhak asasi manusia yang sebelumnyaterjadi di provinsi Aceh akanini perlu ditanganidiatasi.<ref>[{{Cite web|url=http://hrw.org/english/docs/2005/09/19/indone11764.htm]|title = Next steps for Aceh after the peace pact|date = 26 Agustus 2005}}</ref>
 
Pada [[Pemilihan umum Gubernur Aceh 2006|pemilihan gubernur provinsi]] yang diadakan pada bulan Desember 2006, mantan GAM dan partai nasional berpartisipasi. Pemilu ini dimenangkan oleh [[Irwandi Yusuf]], yang basis pendukungnya sebagian besar adalah mantan anggota GAM.<ref>{{Cite journal|last=Ansori|first=Mohammad|date=1 November 2012|title=From Insurgency to Bureaucracy: Free Aceh Movement, Aceh Party and the New Face of Conflict|journal=Stability: International Journal of Security and Development|language=en|volume=1|issue=1|pages=31–44|doi=10.5334/sta.ah|issn=2165-2627|doi-access=free}}</ref>
Bencana tsunami dahsyat tersebut walaupun menyebabkan kerugian manusia dan material yang besar bagi kedua belah pihak, juga menarik perhatian dunia internasional terhadap konflik di Aceh. Upaya-upaya perdamaian sebelumnya telah gagal, tetapi karena sejumlah alasan, termasuk tsunami tersebut, perdamaian akhirnya menang pada tahun 2005 setelah 29 tahun konflik berkepanjangan. Era pasca-[[Soeharto]] dan [[Sejarah Indonesia (1998-sekarang)|masa reformasi]] yang liberal-demokratis, serta perubahan dalam sistem militer Indonesia, membantu menciptakan lingkungan yang lebih menguntungkan bagi pembicaraan damai. Peran Presiden Indonesia yang baru terpilih, [[Susilo Bambang Yudhoyono]] dan Wakil Presiden [[Jusuf Kalla]] adalah sangat signifikan dalam menangnya perdamaian di Aceh.<ref>See Hamid Awaludin, op. cit.</ref> Pada saat yang sama, kepemimpinan juga GAM mengalami perubahan, dan [[militer Indonesia]] telah menimbulkan begitu banyak kerusakan pada gerakan pemberontak yang mungkin menempatkan GAM di bawah tekanan kuat untuk bernegosiasi.<ref>{{Cite web |url=http://www.atimes.com/atimes/Southeast_Asia/HH15Ae01.html |title=Asia Times Online:: Southeast Asia news - A happy, peaceful anniversary in Aceh<!-- judul hasil Bot --> |access-date=2013-04-20 |archive-date=2017-02-03 |archive-url=https://web.archive.org/web/20170203041743/http://www.atimes.com/atimes/Southeast_Asia/HH15Ae01.html |dead-url=yes }}</ref> Perundingan perdamaian tersebut difasilitasi oleh [[LSM]] berbasis [[Finlandia]], ''Crisis Management Initiative'', dan dipimpin oleh mantan Presiden Finlandia [[Martti Ahtisaari]]. Perundingan ini menghasilkan [[Kesepakatan Helsinki|kesepakatan damai]] <ref>[http://www.aceh-mm.org/download/english/Helsinki%20MoU.pdf Text of the MOU] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20130418023930/http://www.aceh-mm.org/download/english/Helsinki%20MoU.pdf |date=2013-04-18 }} (PDF format)</ref> ditandatangani pada [[15 Agustus]] [[2005]]. Berdasarkan perjanjian tersebut, Aceh akan menerima otonomi khusus di bawah Republik [[Indonesia]], dan tentara non-organik (mis. tentara beretnis non-Aceh) akan ditarik dari provinsi Aceh (hanya menyisakan 25.000 tentara), dan dilakukannya pelucutan senjata GAM. Sebagai bagian dari perjanjian tersebut, [[Uni Eropa]] mengirimkan 300 pemantau yang tergabung dalam ''[[Aceh Monitoring Mission]]'' (Misi Pemantau Aceh). Misi mereka berakhir pada tanggal [[15 Desember]] [[2006]], setelah suksesnya [[pilkada]] atau [[Pemilihan Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam 2006|pemilihan daerah gubernur Aceh]] yang pertama.
 
Aceh telah diberikan otonomi yang lebih luas melalui UU Pemerintah, meliputi hak khusus yang disepakati pada tahun 2002 serta hak masyarakat Aceh untuk membentuk partai politik lokal untuk mewakili kepentingan mereka. Namun, pendukung HAM menyoroti bahwa pelanggaran HAM sebelumnya di provinsi Aceh akan perlu ditangani.<ref>[http://hrw.org/english/docs/2005/09/19/indone11764.htm]</ref>
 
Selama pilkada gubernur Aceh diadakan pada bulan Desember 2006, mantan anggota GAM dan partai nasional berpartisipasi. Pemilihan itu dimenangkan oleh [[Irwandi Yusuf]], yang basis dukungannya sebagian besar terdiri dari para mantan anggota GAM.
 
== Kemungkinan penyebab konflik ==