Pemberontakan di Aceh: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Patria lupa (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Patria lupa (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 95:
== Kemungkinan penyebab konflik ==
=== Sejarah ===
Kawasan ini pertama kali jatuh ke tangan kekuasaan Belanda akibat [[ekspedisi Belanda di pantai barat Sumatera]] pada tahun 1831.
 
Akademis dari [[Universitas Nasional Australia|ANU]] Edward Aspinall berpendapat bahwa pengalaman sejarah Aceh selama [[Revolusi Nasional Indonesia]] menyebabkan munculnya separatisme Aceh. Peristiwa masa lalu menyebabkan perkembangan selanjutnya. Dia berargumen bahwa pemberontakan Aceh di bawah pemerintahan Indonesia terjadi berdasarkan jalur sejarah Aceh. Hal ini bisa ditelusuri ke konflik kepentingan dan peristiwa-peristiwa tertentu dalam sejarah Aceh, terutama otonomi yang didapat oleh para [[ulama]] Aceh selama revolusi nasional dan kehilangan yang dramatis setelah kemerdekaan Indonesia.<ref>{{cite book|last=Aspinall|title=Islam and Nation|page=47}}</ref>
 
Aspinall berpendapat lebih lanjut bahwa ada dua tonggak jalan sejara berkembangnya separatisme Aceh:
 
: 1945-19491945–1949: Aceh memainkan peranan penting dalam revolusi dan perang kemerdekaan melawan Belanda dan akibatnya disinyalir mampu mendapatkan janji dari Presiden [[Soekarno]] saat kunjungannya ke Aceh pada 1947, bahwa Aceh akan diizinkan untuk menerapkan [[hukum Islam]] (atau ''[[syariah]]'') setelah [[perang kemerdekaan Indonesia]].<ref>{{cite book|title=ibid|page=31}}</ref>
 
: 1953-19621953–1962: Gubernur militer Aceh [[Daud Beureueh]] menyatakan bahwa provinsi Aceh akan memisahkan diri dari Republik Indonesia (RI) untuk bergabung dengan [[Negara Islam Indonesia]] (NII) sebagai reaksi terhadap penolakan pemerintah pusat untuk mengizinkan pelaksanaan ''syariah'' dan penurunan Aceh dari status provinsi. Pemberontakan dimana Aceh merupakan bagian ini, kemudian dikenal sebagai [[Darul Islam|Pemberontakan Darul Islam]]. Aspinall berpendapat bahwa kegagalan pemberontakan ini menandai berakhirnya identifikasi Aceh dengan haluan pan-Indonesia/Islamis dan meletakkan dasar bagi partikularisme.<ref>{{citeharvp|Aspinall|2009|p=48}}</ref><ref>{{Cite bookweb|url=https://historia.id/politik/articles/air-mata-bung-karno-meleleh-di-aceh-vqrx1|title=ibidBung Karno's Tears Melt in Aceh|pagelast =Jo|first=Hendi|date=9 Oktober 2015|website=Historia.id|access-date=48}}</ref>
 
Argumen oleh Aspinall di atas bertentangan dengan pandangan ulama sebelumnya. Sebelumnya pada 1998, Geoffrey Robinson berpendapat bahwa kekalahan dan penyerahan pemberontakan yang dipimpin Daud Beureueh pada 1962 diikuti oleh sekitar 15 tahun periode di mana tidak ada masalah keamanan atau politik khusus di Aceh terhadap pemerintah pusat.<ref>{{cite journal|last=Robinson|first=Geoffrey|title=Rawan is as Rawan Does: The Origins of Disorder in New Order Aceh|url=https://archive.org/details/sim_indonesia_1998-10_66/page/130|journal=Indonesia|year=1998|month=October|issue=66|page=130}}</ref> Tim Kell juga menunjukkan bahwa mantan pemimpin-pemimpin pemberontakan Darul Islam 1953-1962 telah dengan niat bergabung dengan [[Angkatan Bersenjata Republik Indonesia]] dalam [[Pembantaian di Indonesia 1965–1966|operasi penumpasan berdarah]] [[Partai Komunis Indonesia]] (PKI) pada tahun 1965 dan 1966.<ref>{{cite book|last=Kell|first=Tim|year=1995|publisher=Cornell Modern Indonesia Project|location=Ithaca, N.Y.|isbn=978-6028397179|page=28}}</ref>