Pembantaian Palembang: Perbedaan antara revisi

Konten dihapus Konten ditambahkan
Swarabakti (bicara | kontrib)
Swarabakti (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 33:
Sementara itu, misi Raden Muhammad untuk menemui Badaruddin dan membahas persekutuan dengan Inggris gagal, sebab ia tidak memiliki surat penunjukan resmi sebagai utusan Raffles. Meski demikian, sang sultan tetap membalas surat Raffles dan memintanya agar tidak terlalu khawatir dengan keberadaan orang Belanda di Palembang. Raffles pun membalas dengan mengirim surat pada tanggal 2 Maret 1811. Keesokan harinya, ia menunjuk Raden Muhammad sebagai utusan resmi untuk merundingkan rancangan perjanjian dengan Palembang, yang menawarkan beberapa keuntungan seperti bantuan militer dan harga yang lebih tinggi untuk pembelian timah.{{sfnp|Wargadalem|2017|pp=45–47}} Dalam korespondensinya dengan Badaruddin, Raffles sekali lagi menekankan bahwa Belanda berniat menyerang Palembang, sehingga sang sultan mesti memutuskan hubungan dengan Belanda dan menjadikan Inggris sebagai sahabat. Ia juga mendesak agar Badaruddin segera mengusir orang-orang Belanda dari Palembang.{{sfnp|Wargadalem|2017|p=46}}{{sfnp|Bastin|1953|pp=309–311}} Raffles menambahkan bahwa apabila persekutuan antara Inggris dan Palembang tercapai sebelum Inggris menduduki Jawa, maka seluruh kontrak yang berlaku antara Palembang dan Belanda akan dibatalkan. Namun, hal ini tidak berlaku apabila persekutuan baru tercapai setelah pendudukan Pulau Jawa.{{sfnp|Wargadalem|2017|p=46}}
 
Dalam balasannya kepada Raffles, Mahmud Badaruddin II menyatakan bahwa ia belum bersedia bersekutu dengan Inggris, tetapi akan berusaha sebisa mungkin untuk mengurus pengusiran orang-orang Belanda tanpa banyak menimbulkan masalah. Ia meyakinkan Raffles bahwa pengusiran hanya tinggal menunggu saat yang tepat.{{sfnp|Wargadalem|2017|p=47}} Selama beberapa waktu berikutnya, Raffles dan utusannya terus-menerus mendesak Badaruddin untuk segera bertindak terhadap Belanda, tetapi sang sultan tidak juga memberi jawaban pasti. Pada bulan April, Raffles mengirimkan utusan beserta sejumlah persenjataan dan sekali lagi menegaskan bahwa Inggris akan mengirimkan bantuan apapun yang diperlukan untuk mengusir orang-orang Belanda di Palembang, dan akan mengakui Badaruddin sebagai raja merdeka jika ia melakukannya sebelum Inggris menaklukkan Jawa.{{sfnp|Wargadalem|2017|pp=48–49}}{{sfnp|Bastin|1953|pp=316–317}} Sebagai balasan, Badaruddin menyatakan bahwa ia telah mengurus masalah ini baik-baik dengan pihak Belanda, dan anggota [[garnisun]] mereka di Palembang akan ditarik dalam beberapa waktu ke depan. Meski begitu, Badaruddin tetap tidak mengirimkan utusan balasan ke Raffles ataupun melanjutkan perundingan soal persekutuan. Ia tampaknya tidak tertarik dengan tawaran Inggris dan berusaha sebisa mungkin untuk terus mengulur waktu. Tanggapan yang kurang antusias ini pun membuat Raffles mengalihkan dua wakilnya (Raden Muhammad dan Said Abubakar Rumi) ke Bangka untuk menyelidiki penduduk dan kekayaan alamnya, jika diizinkan menetap oleh Badaruddin. Akan tetapi, setibanya mereka di [[Muntok]] pada 22 Juli 1811, sang sultan justru mengundang mereka ke Palembang. Kedua utusan Inggris tersebut masih ada di Palembang ketika loji Belanda diduduki dan penghuninya dibantai.{{sfnp|Wargadalem|2017|pp=49–50}}{{sfnp|Bastin|1953|pp=317–319}}
 
== Kejadian ==
Baris 42:
Pada tanggal 14 September, Badaruddin mengutus beberapa bangsawan ke loji Belanda di Sungai Aur untuk menemui Residen Palembang, Jacob Groenhof van Woortman. Terdapat perbedaan versi mengenai siapa saja bangsawan yang dikerahkan ke loji Belanda. Kesaksian anggota loji yang selamat menyebut nama Raden Ngabehi Carik, Tumenggung Lanang, Raden Muhammad, Tumenggung Suronindito, dan beberapa bangsawan rendah lainnya. Akan tetapi, menurut penuturan [[Ahmad Najamuddin II dari Palembang|Najamuddin II]], yang datang ke loji waktu itu adalah bangsawan tinggi seperti Pangeran Citradireja, Pangeran Natawikrama, Pangeran Suradilaga, Pangeran Syarif Usman, Kyai Mas Tumenggung Notonegero dan Kyai Demang Usman. Menurut satu kesaksian Belanda, para bangsawan juga disertai sekitar 160 orang bersenjata, yang kemudian melucuti senjata para penjaga dan menduduki loji dalam waktu yang singkat.{{sfnp|Wargadalem|2017|pp=50–51}} Jumlah total penghuni loji kala itu hanya 110 orang saja, termasuk penghuni berdarah pribumi.{{sfnp|Wargadalem|2017|p=53}}
 
Utusan Badaruddin menyampaikan kepada Groenhof van Woortman bahwa Batavia telah menyerah kepada Inggris, dan loji Belanda mesti dikosongkan secepatnya. Sang Residen menjawab bahwa mereka tidak dapat melakukan apa pun tanpa instruksi dari Batavia, dan akan menunggu Inggris datang untuk mengambil alih loji secara langsung. Groenhof van Woortman meminta waktu tiga hari, dan ia pun mengutus dua orang untuk menghadap sang sultan. Badaruddin kemudian membalas mengirimkan dua orang bangsawan untuk membawa residen beserta beberapa pejabat loji lainnya untuk menemuinya.{{sfnp|Wargadalem|2017|p=51}} Di tengah perjalanan menuju keraton, rombongan tersebut disambut para bangsawan yang menanyakan maksud kedatangan mereka. Groenhof van Woortman menjelaskan bahwa mereka hendak meminta disiapkan perahu ke Batavia. Tidak menunggu lama, para petinggi kerajaan itu menyediakan dua perahu ''pancalang''{{efn|Sejenis perahu ramping yang dapat melaju dengan cepat.}} dan memaksa penghuni loji untuk naik. Mereka kemudian dibawa ke muara [[Sungai Musi]] di wilayah [[Banyuasin II, Banyuasin|Sungsang]] dan dibantai di sana. Eksekusi dijalankan oleh Pangeran Wirakusuma, Pangeran Wiradiwangsa, Pangeran Wirasentika, Tumenggung Kertonegoro, Demang Usman, Tumenggung Suroyudo, Ngabehi Wiroyudo, Ngabehi Kepinding, Ngabehi Kreto dan Ngabehi Jalil.{{sfnp|Wargadalem|2017|pp=51–52}}
 
Total korban jiwa dalam pembantaian ini adalah 87 orang, dengan rincian 24 orang Eropa dan 63 orang pribumi. Sisanya kemungkinan telah melarikan diri sebelum loji diduduki. Beberapa di antaranya melarikan diri ke rumah-rumah orang Cina dan Arab, tetapi kemudian tertangkap kembali dan ditahan. Ada yang melarikan diri ke hutan dan bertahan hidup selama 9 bulan, ada pula penghuni keturunan pribumi yang menyatakan memeluk agama Islam dan mengajar di salah satu dusun. Mereka bertahan hingga diselamatkan oleh pasukan Inggris yang datang di kemudian hari.{{sfnp|Wargadalem|2017|p=53}}