Pembantaian Palembang: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Swarabakti (bicara | kontrib) |
Swarabakti (bicara | kontrib) kTidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 29:
Pada akhir tahun 1810,{{sfnp|Bastin|1953|p=305}} [[Thomas Stamford Raffles]] tiba di Melaka sebagai utusan Inggris bagi negeri-negeri [[Suku Melayu|Melayu]]. Ia ditugaskan untuk menjalin hubungan dengan para penguasa dan bangsawan setempat, dengan harapan agar mereka mau bersekutu melawan Belanda, atau setidaknya bersikap netral. Inggris berencana untuk melakukan [[Penyerbuan Jawa (1811)|ekspedisi militer ke Jawa]], sehingga penting bagi mereka untuk mengamankan kawasan [[Selat Melaka]] dan [[Selat Bangka]]. Palembang menjadi prioritas utama, sebab Raffles telah menerima informasi bahwa Daendels telah menyiapkan armada untuk menyerang Palembang atau Lingga sejak September 1810.{{sfnp|Wargadalem|2017|pp=42}} Alasan lain melakukan pendekatan terhadap Palembang adalah agar Inggris dapat memperoleh hak monopoli atas timah Bangka.{{sfnp|Wargadalem|2017|pp=43}}{{sfnp|Bastin|1953|pp=303–304}}
Raffles pun mulai berkorespondensi dengan Mahmud Badaruddin II. Ia mengirim dua pucuk surat secara beruntun (tanpa menunggu balasan) pada tanggal 10 dan 15 Desember 1810 untuk memperingatkan Badaruddin akan armada Belanda yang sedang menuju Palembang. Ia juga mendesak agar Badaruddin segera mengirimkan utusan ke Melaka demi merundingkan [[persekutuan]] dengan Inggris. Bersama dengan surat tanggal 15 Desember, Raffles mengutus Raden Muhammad, seorang [[Suku Palembang|Melayu Palembang]] keturunan bangsawan, serta Sayyid Abubakar Rumi, seorang [[Orang Arab|Arab]] dari [[Pulau Pinang|Penang]], untuk berunding dengan Badaruddin II.{{sfnp|Wargadalem|2017|pp=43–44}}{{sfnp|Bastin|1953|p=306}}{{efn|Raden Muhammad kemungkinan dipilih karena ia masih terhitung kerabat Sultan Palembang dan mengenal dengan baik seluk-beluk keraton Palembang. Menurut satu riwayat, ia meninggalkan negerinya akibat sakit hati karena dipaksa bercerai oleh Badaruddin II. Ia kemudian menetap di Penang dan mengabdi pada pemerintah Inggris.{{sfnp|Wargadalem|2017|p=43}}}} Pada tanggal 13 Januari 1811, Raffles kembali mengirimkan surat ke Palembang, bersama dengan tiga kapal perang di bawah pimpinan Kapten James Bowen untuk mengusir armada Belanda jika perlu. Namun, Bowen melaporkan sepuluh hari kemudian bahwa armada Belanda telah meninggalkan Palembang pada tanggal 10 Januari 1811, sebab armada tersebut tidak berhasil mencapai tujuannya untuk menggertak Badaruddin agar mau menyerahkan hasil bumi Palembang tanpa pembayaran kontan.{{sfnp|Wargadalem|2017|p=45}}{{sfnp|Bastin|1953|p=308}} Sang sultan juga mendapati Belanda menyelundupkan senjata di dalam kapal dagang mereka, sehingga ia tidak mengizinkan armada tersebut masuk lebih jauh ke hulu.{{sfnp|Bastin|1953|p=309}}
Karena tidak kunjung mendapat kabar lanjutan dari utusannya ke Badaruddin II, Raffles pun mengirim Kapten MacDonald pada Februari 1811 untuk menemui mereka. Terkuaklah bahwa misi Raden Muhammad untuk menemui Badaruddin dan membahas persekutuan dengan Inggris gagal, sebab ia tidak memiliki surat penunjukan resmi sebagai utusan Raffles. Meski demikian, sang sultan tetap membalas surat Raffles dan memintanya agar tidak terlalu khawatir dengan keberadaan orang Belanda di Palembang. Raffles pun membalas dengan mengirim surat pada tanggal 2 Maret 1811. Keesokan harinya, ia menunjuk Raden Muhammad sebagai utusan resmi untuk merundingkan rancangan perjanjian dengan Palembang, yang menawarkan beberapa keuntungan seperti bantuan militer dan harga yang lebih tinggi untuk pembelian timah.{{sfnp|Wargadalem|2017|pp=45–47}} Dalam korespondensinya dengan Badaruddin, Raffles sekali lagi menekankan bahwa Belanda berniat menyerang Palembang, sehingga sang sultan mesti memutuskan hubungan dengan Belanda dan menjadikan Inggris sebagai sahabat. Ia juga mendesak agar Badaruddin segera mengusir orang-orang Belanda dari Palembang.{{sfnp|Wargadalem|2017|p=46}}{{sfnp|Bastin|1953|pp=309–311}} Raffles menambahkan bahwa apabila persekutuan antara Inggris dan Palembang tercapai sebelum Inggris menduduki Jawa, maka seluruh kontrak yang berlaku antara Palembang dan Belanda akan dibatalkan. Namun, hal ini tidak berlaku apabila persekutuan baru tercapai setelah pendudukan Pulau Jawa.{{sfnp|Wargadalem|2017|p=46}}
Baris 44:
Utusan Badaruddin menyampaikan kepada Groenhof van Woortman bahwa Batavia telah menyerah kepada Inggris, dan loji Belanda mesti dikosongkan secepatnya. Sang Residen menjawab bahwa mereka tidak dapat melakukan apa pun tanpa instruksi dari Batavia, dan akan menunggu Inggris datang untuk mengambil alih loji secara langsung. Groenhof van Woortman meminta waktu tiga hari, dan ia pun mengutus dua orang untuk menghadap sang sultan. Badaruddin kemudian membalas mengirimkan dua orang bangsawan untuk membawa residen beserta beberapa pejabat loji lainnya untuk menemuinya.{{sfnp|Wargadalem|2017|p=51}} Di tengah perjalanan menuju keraton, rombongan tersebut disambut para bangsawan yang menanyakan maksud kedatangan mereka. Groenhof van Woortman menjelaskan bahwa mereka hendak meminta disiapkan perahu ke Batavia. Tidak menunggu lama, para petinggi kerajaan itu menyediakan dua perahu ''pancalang''{{efn|Sejenis perahu ramping yang dapat melaju dengan cepat.}} dan memaksa penghuni loji untuk naik. Mereka kemudian dibawa ke muara [[Sungai Musi]] di wilayah [[Banyuasin II, Banyuasin|Sungsang]] dan dibantai di sana. Eksekusi dijalankan oleh Pangeran Wirakusuma, Pangeran Wiradiwangsa, Pangeran Wirasentika, Tumenggung Kertonegoro, Demang Usman, Tumenggung Suroyudo, Ngabehi Wiroyudo, Ngabehi Kepinding, Ngabehi Kreto dan Ngabehi Jalil.{{sfnp|Wargadalem|2017|pp=51–52}}
Total korban jiwa dalam pembantaian ini adalah 87 orang, dengan rincian 24 orang Eropa dan 63 orang pribumi. Sisanya kemungkinan telah melarikan diri sebelum loji diduduki. Beberapa di antaranya melarikan diri ke rumah-rumah orang
=== Penolakan terhadap Inggris ===
|