Petilasan Ki Ageng Mangir Wanabaya: Perbedaan antara revisi
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 1:
[[Berkas:Petilasan Ki Ageng Mangir Wanabaya (2).jpg|jmpl|280x280px|Petilasan Ki Ageng Mangir Wanabaya. ]]
'''Petilasan Ki Ageng Mangir Wanabaya''' adalah suatu kawasan bekas peninggalan yang dulunya pernah menjadi tanah perdikan. Tanah perdikan merupakan wilayah yang dikelola sendiri dan bebas dari pajak. Kawasan tersebut dianggap merdeka karena pada saat itu
▲Mengutip dari [[sendangsari.bantulkab.go.id,]] tempat tersebut termasuk cagar budaya yang sebelumnya adalah tanah perdikan yang dipimpin oleh Ki Ageng Mangir. Letaknya berada di sebuah perkampungan tua Desa Sendangsari, Mangir Tengah, Kabupaten Bantul. Di dalam area, terdapat beberapa tugu dan bangunan, seperti candi yang terbuat dari batu-batuan serta watu gilang yang dipercaya sebagai singgasana bekas [[Ki Ageng Mangir]]. Areanya dikelilingi dengan pepohonan yang masih kental dengan suasana pedesaan dan asri.
== Kisah Sosok Ki Ageng Mangir ==
[[Berkas:Panembahan Senopati Mataram.jpg|jmpl|Ki Ageng Mangir.]]
Suatu hari seorang perintis Mataram Islam, yaitu
Mangir Wanabaya III jatuh hati kepada sang putri, lalu mereka menikah. Setelah itu, sang putri Pembayun mengungkapkan rahasia bahwa sebenarnya dirinya merupakan anak dari sang Panembahan Senopati. Kemudian tersebar kabar berita dari Kerajaan Mataram bahwa siapapun yang menemukan Raden Ajeng Pembayun akan diberi hadiah. Lalu, Ki Ageng dan putri Pembayun sepakat untuk menghadap bersama kepada Panembahan Senopati.
Baris 19 ⟶ 17:
Petilasan Ki Ageng Mangir terletak di Desa Sendangsari, Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisata ini dapat ditempuh sekiranya 1 jam dari pusat kota Yogyakarta, sehubungan dengan lokasinya yang masih jauh dari hiruk pikuk perkotaan yang penat.<ref>{{Cite web|title=Petilasan Ki Ageng Mangir|url=https://sendangsari.bantulkab.go.id/first/artikel/330-Petilasan-Ki-Ageng-Mangir|website=Sendangsari|access-date=2024-07-27}}</ref>
Tempat wisata ini telah ada sejak tahun 1900-an, namun belum terawat dengan baik. Hingga pada suatu saat ketika seseorang bernama Mbah Bali turun tangan untuk mengelola lokasi wisata ini. Tempat wisata ini juga diminati pendatang karena suasana yang sangat nyaman untuk melepas rasa penat. Kesejukan pepohonan yang rindang membuat angin yang berhembus terasa segar. Selain untuk berwisata, beberapa pengunjung beragama Hindu datang untuk beribadah. Hampir semua Presiden Republik Indonesia pun pernah berkunjung setidaknya sekali dalam periode menjabatnya.
== Rujukan ==
|